Selasa, 04 Juni 2019

Opini_ Menuju Ketaqwaan



Menuju Ketaqwaan

Oleh: Aji Muhammad Said



ilustrasi by author



Islam tidak hanya berdiri sebagai sebuah aqidah, namun ahlaq juga. Pengejawantahannya, apabila merujuk tokoh pewayangan. Menjelma menjadi sosok Bima, simbol keteguhan hati, Arjuna, keluesan hati, Puntadewa kelembutan hati, dan Nakula-Sadewa wujud keseimbangan hati. Sebagai manusia tidaklah hanya memiliki satu dari makna karakter sifat salah satu tokoh pewayangan tersebut. Namun harus menanam nilai dari tiap-tiap masing tokohnya. Allah menyediakan semua tempat dengan ragam hikmah (wisdom)-Nya masing-masing. Lita'arufu (saling mengenal). Mereka mampu mengenal hikmah yang beragam untuk mencapai ketaqwaan. 


Posisi manusia tidak di "adalah", tapi di "semoga", tidak di "pasti", tapi di "insya Allah". Manusia terletak pada ketidak pastian, dalam perjalanannya diliputi penderitaan, kepura-puraan, dan penyingkapan kebenaran. Kenyataan yang terjadi tentulah tidak sama bagi manusia, yang terpenting adalah kenyataan yang Allah perlihatkan, itulah yang terpenting. Kalau dalam teori barat kebenaran, kebaikan, keindahan itu memiliki wilayah sendiri-sendiri. Jika kebenaran itu urusan intelektual di sekolah dan pendidikan formal. Jika kebaikan itu urusan kiyai, ulama, dll. Sedangkan keindahan itu urusan Seniman. Akhirnya manusia itu dibagi-bagi, maka jadilah manusia menjadi manusia sepertiga semuanya. 


Intropeksi diri menjadi jalur pembuka, melihat kekurangan diri dalam menapaki hidup. Apa yang belum dikuasai, apa kesalahan yang jangan sampai terulang lagi. Belajar dari masalah yang dihadapi. Menjaga diri, menjaga ahlaq. Niat baik dengan kesiapan lahir-batin yang cukup, menjadikan seseorang tangguh secara mental dan hati dalam mengurai masalah kehidupan. Pahami dalam menghadapi masalah uraian medan dan petanya. Tidak memutuskan sesuatu secara sepihak, melihat secara terukur dan sebab-akibatnya. 


Tidak lupa juga konsep kaya dalam Islam. Taqwa dan Tawakal itu mewujud menjadi keberkahan. Islam menentang memiskinkan/pemiskinan kepada orang lain. Sehingga munculah istilah kekayaan, namanya kekayaan adalah orang yang mampu memberikan kebaikan kepada orang lain juga. Memberikan apa yang ia miliki untuk orang lain, dengan memiliki kekayaan yang mampu bermanfaat berguna tidak hanya bagi dirinya, tapi orang lain juga. Islam itu memiliki cinta juga yang harus dibagi, Bukan kata-kata yang membuat cinta diterima, tapi ketulusan di dalam dada agar cinta diterima. Allah memberikan perintah jangan selalu dipahami dengan akal-pikiran, namun maknailah itu dengan nurani-ketaqwaan yang menuntun pada jalan keberkahan. Sehingga orang yang kaya hati senantiasa berbagi cinta, orang yang kaya materi senantiasa berbagi dengan sodaqoh, orang yang kaya ilmu senantiasa berbagi dengan dakwah.






Dakwah 


Dakwah menjadi bagian iman, ilmu, dan amal yang kita bagi dengan yang lain. Menyeru, memanggil, dan menjamu,menjadikan Islam ramah bukan marah, mengajak bukan memaksa, pengambaran sebagai contoh, bukan hanya pembiasan normatif. Dakwah jangan dipersempit memunculkan kekerasan. Dakwah meliputi dua hal, pertama kepada sesama manusia, kedua kepada Allah mewujud permintaan berupa doa. Doa kepada Allah adalah bentuk cinta, penghambaan diri. Penyampaian dakwah berdasarkan apa yang kita tahu merujuk pada penghambaan dan ketaqwaan. Melalui konsep Tadabur yang menjadi ouput manfaat bagi semua, yakni pencarian ilmu dalam Al-quran, diimbangi dengan Tafakur yakni perenungan mendalam dan berefleksi, pencarian ilmu dalam alam semesta. Kemudian diterapkan menjadi Tadzkir yakni pemanfaatan dan pengetahuan atas alam dan kehidupan.


Pemahaman Islam harus direkonstruksikan, segala sesuatu itu berbeda, ada sekalanya, perspektif pandang, sudut pandang, resolusi pandang. Tugas pedakwah adalah memberikan alternatif-alternatif solusi. Masalah ada yang mustahil diselesaikan, ada yang pasti bisa selesaikan, ada yang mungkin bisa diselesaikan. Semua ibadah itu adalah kebahagiaan, temukan Allah dimanapun kita berada. Pada tahap praktis, manusia bukan hanya sekadar harus makin rajin-rajin sembahyang dan puasa, tapi juga menerjemahkan segala kearifan agama-agama ke dalam sistem nilai pengelolaan sejarah, kebudayaan, dan peradabannya. Kemudian kembali pada Allah (ilaihi raji'un). 


Taqwa


Rupanya selalu ada pertentangan dalam merumuskan apa yang disebut baik, jujur, mulia, benar, konstitusional, edukatif, atau apa saja. Bergantung mata siapa yang memandangnya. Bergantung hati siapa yang merasakannya. Bergantung mulut siapa yang mengucapkannya. Bergantung siapa yang punya kepentingan, siapa yang berkuasa. Lantas kita menanti kemana? Dunia adalah kontestasi paradok dua anggapan yang bertentangan, dimana sebenarnya ujungnya menjadi satu kesatuan bertauhid. Jawabannya melihat segala sesuatu dengan mata Allah, maka apa hak manusia yang tidak bisa bikin matanya sendiri untuk tidak melihat sesuatu secara Allah.


Hidup penuh kejutan, pemaknaan tertingginya adalah dengan bersyukur. Juga keinginan tidak terbatas, dengan usaha untuk mengendalikan, menjadi wajah hidup untuk berpuasa. Berlatihlah untuk sumeleh, melatih diri sendiri untuk merelakan segala hal yang takut untuk merasa kehilangan. Yang sebenarnya menjadi milik kita itu hanya pinjaman, dari Allah. Kita diberikan kesempatan untuk mencicipi dunia, karena sesungguhnya diri kita pun adalah milik Allah. Apapun yang kita minta kepada Allah maka akan diberikannya, tapi dibalik itu semua ada timbal baliknya, Allah akan mengambil sesuatu dari hidup kita, yang disukai/cintai, sebagai imbalan dari apa yang kita minta, jadi intinya segala urusan dunia dan akhirat tidak ada yang GRATIS! wajib bayar. Bayar itu dengan niat baik, doa, ketulusan, cinta, dan usahamu.


Apa saja yang menimpa kita pasti menghadirkan makna meskipun sering kali sulit dicerna. Dalam kitab kehidupan, setiap halaman memiliki dua sisi. Di sisi pertama kita menuliskan rencana, impian dan harapan kita. Di sisi sebaliknya terisi takdir, yang ketetapannya jarang sesuai dambaan. Sering kita mengalami perbedaan, jangan jadikan itu masalah. Pendapat orang lain bisa saja menjadi cakrawala pandangan kita, dan pendapat kita bisa menambahkan pandangan orang lain, kepercayaan yang kita miliki tetap menjadi milik kita, dan kepercayaan orang lain tetap menjadi kepercayaannya, dan kita berdaulat atas diri kita sendiri. 


Sampailah pada titik bahwa kita sadar diri kita itu tidak berdaya sama sekali. Jadikanlah kemudian doa menjadi senjata yang selalu dipanjatkan kepada Allah. Inilah hidup, banyak sekali harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan, banyak kenyataan yang tidak diinginkan, maka kemudian ada konsep taqwa dan tawaqal, yang selalu pasrah apapun kepada Tuhan. Meskipun tangga itu licin, kita harus terus berjuang menaiki tangga tersebut, meskipun harus jatuh dan terpeleset, tangga itu harus dinaiki sampai puncaknya, inilah esensi hidup itu.






Kesibukan insan khamil adalah mencurahkan dan menciptakan ketenangan bagi mahluk: mereka adalah para pencari sekaligus pemberi. Mereka mencari sesuatu dari karunia Allah dan rahmatNya. Lalu mereka memberikannya untuk kepentingan kemanusiaan, sehingga keberadaan mereka mempengaruhi setiap yang ada. Manunggal adalah menyatunya sifat, asma, af'al manusia dengan sifat, Asma, dan af'al Allah, atau menyatunya kodrat dan Iradat manusia dengan kodrat dan iradat Allah. Semua ini menunjukkan arti dari makna posisi manusia sebagai khalifatulloh. Untuk menjadi khalifatulloh dibutuhkan pengetahuan langsung apa yang menjadi kehendak dan ketetapanNya. Tanpa itu manusia hanya akan menuhankan dirinya sebagai budak hawa nafsu. 


Seringkali ada istilah mujahadah, itu merupakan sarana dekat pada Allah. Mujahadah adalah menyediakan waktu khusus untuk mengasingkan diri dari keramaian, dengan tujuan melatih diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui aktivitas dzikrullah total. Semua hal keduniawian disingkirkan dari segenap aktivitas, pikiran, hati dan fisik. Waktu yang diambil khusus untuk Allah semata. Jenis perbuatan yang bisa dilakukan meliputi sholat, doa, wirid, dzikir, dan ibadah lainya. Mujahadah dianjurkan bersih secara lahir dan batin. Inilah kesempatan-kesempatan yang ada menuju taqwa sendari bekal menuju rumah kita kembali kelak.


Pengabdian diri


Dalam bahasa Sufistik, seperti yang dirumuskan Hasan-Rabiah, yang ada ibadah bukan hanya pengabdian, melainkan kerinduan untuk secara tak berselang sedikit pun kepada Tuhan, ainama tuwallu fatsamma wajh Allah. Secara sederhana orang membagi agama dalam dua wilayah kerja analisis, yakni wahyu yang berwajah ilahiah dan serangkaian perilaku (tindakan) pemeluk yang meyakini-dan memiliki keharusan untuk menerjemahkannya dalam kehidupan yang nyata. Hubungan antara keduanya bukanlah kausalitas yang patuh pada hukum yang tetap, namun bersifat kesesuaian (afinity) dalam kolektivitas maupun personal 'ruang terbuka' untuk ditafsirkan masing-masing oleh pemeluknya, dikutip dari Bisri Effendy.


Al-Qur'an tidak hanya bunyi dan tulisan, tapi ada ritme polanya. Dalam Alquran itu terdapat informasi sebagai ilmu dan metodologi sebagai cara membedah ilmu. Sedangkan ayat dalam Al-Qur'an terdiri atas; ayat hukum, ayat mengajak diskusi, ayat budaya dan komunikasi. Dari Al-quran, kita bisa belajar bahwa Allah membukakan pintu rahmat, berkah, dan hidayah, kitalah yang masuk pintu-pintu kotanya Allah. Kita sebagai manusia haruslah mencari jalan lewat pintu-pintu tersebut, juga kenikmatan-kenikmatan dalam setiap peristiwa-peristiwa yang Allah ciptakan. Sehingga dalam rangka pencarian jalan pulang (akhirat), kita jangan sampai lupa pada takdir kita di dunia. Ingatlah juga bahwa, kebaikan itu abadi, meskipun waktu melampauinya. Siapa saja yang tabah terhadap penderitaan di dunia, ia akan bergembira dan hidup mulia, insyaallah.


Letak kebaikan atau keburukan tidak terletak pada objeknya atau perasangka orang. Baik dan buruk tergantung bagaimana hati dan akal kita menyikapinya. Sebuah pencarian kebaikan akan mengantarkan kita pada ilmu-ilmu baru, seperti istilah “Ngelmu Sangkan Parang Ing Dumadi” yakni ilmu tentang alam semesta dan kehidupan yang sejati. Orang memiliki banyak ilmu, maka akan memiliki kesadaran pada dirinya dan menjalani laku muhasabah, yang merupakan tindakan memperhitungkan perbuatan dan pikiran menemukan perjalanan menuju Allah, dan segalanya tercatat. Pencarian keseimbangan antara kepentingan dunia dan ukhrawi, Qs. Al-Baqarah / 2:201, Dan diantara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan pelihara lah kami di akhirat”. 


Syekh Abdul Al-Qadir Al-Jaelani menyebutkan "Pemahaman lisan tanpa pengalaman hati tidak akan mengantarkan kepada Allah selangkah pun. Sebab, perjalanan itu adalah perjalanan hati: amal itu adalah amal dalam makna dengan menjaga batas-batas syari'at melalui anggota-anggota badan dan sikap yang tawadhu' kepada hamba-hamba-Nya karena Allah. Siapa saja yang menjadikan dirinya suatu timbangan, maka tidak ada timbangan apapun bagi dirinya. Siapa saja yang menampakkan amalanya kepada manusia, berarti tidak ada amal pada dirinya. Amal itu mesti selalu ada dalam khalawat (kesendirian). Tidak akan tampak dalam khalawat kecuali hal-hal yang fardlu yang memang wajib untuk ditempatkan. " (Al-Fath al-Rabbani, hlm. 29).


Allah selalu membuat jarak diantara kita, dengan begitu merupakan cara berdekatan dengan Allah. Kewajiban itu diterapkan pada manusia, pada kecenderungan manusia tidak mau melakukannya. Lalu kekhusyukan, itu ditemukan sendiri yang landasannya adalah rasa syukur. Manusia selalu punya sifat dinamis. Jati diri adalah apa adanya dirimu. Identitas itu adalah bikinan manusia. Personalitas itu adalah bikinan Allah. Jarak agar menjadi dekat, maka perlu perantara Nabi. Ada istilah Gondelan Klambine Kanjeng Nabi, yakni dengan sholawat, menjadikan segala hal yang menyangkut dirinya dalam dunia ciptaan dan dalam dunia Kehendak Ilahi, dan seluruh Nabi, rasul, malaikat, dan hamba Allah, berhubungan dengan beliau. Maka sholawat dilimpahkan bagi mereka pula, dengan serentak, wujud dan esensi Nabi Muhammad SAW telah terhubung kepada mereka semua sebagai bentuk Nur Muhammad dalam Arsy dan di dalam dada hati Insan Khamil. Kanjeng nabi menjadi sosok ideal dalam menjadi perantara ide dan perilaku menuju ketaqwaan. Sholu ala Nabi....










*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.