Sabtu, 29 Agustus 2015

Esay - Kemewahan Dalam Film Pahlawan Super




“Teknologi Dengan Gaya Hidup Mewah Ala Pahlawan Super Iron Man”
Oleh : Aji Muhammad Said
ABSTRAK
            Film Iron Man menjadi menarik karena menghadirkan sosok pahlwan super beserta teknologi canggihnya. Ke khasan dalam film mulai dibuat oleh pembuat film dengan mengedepankan aspek bahasa film, dan faktor-faktor lainnya. Film dikonstruksikan mengarahkan kepada suatu bentuk representasi. Kelas sosial hadir dalam film sebagai wujud imaji yang divisualisasikan. Adanya kelas sosial ini muncul karena adanya sesuatu yang dihargai. Teknologi disini menjadi sesuatu yang dihargai. Dalam konsep Habitus kemudian mempunyai keterkaitan tersendiri dengan individu, terlihat pada film segudang teknologi canggih dan fasilitas mewah membentuk sekaligus menguatkan karakter tokoh utama. Selain itu terdapat konsep arena yang merupakan suatu sistem posisi sosial yang tersetruktur yang dikuasai oleh individu atau institusi suatu inti yang mendefinisikan situasi untuk mereka anut. Apa yang dibawa Toni Stark berdasarkan definisi situasi yang dianut menjadikannya memiliki kuasa dalam menciptakan teknologi super, mempunyai previlage dalam mendapatkan akses informasi, hingga pengambaran imajinasi yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Kedudukan yang dimilikannya pun merupakan kedudukan kelas sosial atas. Hal ini tercermin dari bagaimana cara Toni Stark berpenampilan, bagaimana status, dan perannya di kehidupan sosial.
Kata Kunci: Kelas Sosial, Gaya Hidup Mewah, Representasi, Film, Habitus, Arena.
PENDAHULUAN
            Peran Tokoh utama Toni Stark sebagai Iron Man dalam film menampilkan sosok pahlawan super dengan karakternya tersendiri. Berawal sebagai seorang milioner, Ia menggunakan kekayaannya untuk membuat baju besi perang (armour) yang dikenal Iron Man untuk membela kebenaran dan menyelamatkan Manusia. Karakter tokoh utama dalam film menjadi kuat karena didukung dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung dalam kehidupannya sebagai pahlawan super.
            Menelisik lebih jauh, film pahlawan super (superhero) biasanya diadaptasi dari komik, tayangan kartun, dan animasi. Sifat film pahlawan super ini biasanya mengandung berbagai unsur laga, fantasi, fiksi, dan ilmiah. Sehingga tidak jarang film pahlwan super, berawal dari kehidupan tokoh utamanya, bagaimana ia memiliki kekuatan super. Salah satu yang fenomenal belakangan ini adalah film Iron Man buatan Marvels Studios. Pada Film Iron Man ini menceritakan kehidupan pemeran utamnya yaitu Tony Stark (Robert Downey Jr.). Secara singkat, dalam cerita film Toni Stark sebagai orang yang kaya yang mewarisi Stark Industries, sebuah perusahaan kontraktor militer utama yang ia warisi dari mendiang ayahnya. Suatu ketika ia dijebak ketika akan melakukan perjalanan ke Afganistan. Toni Stark ditangkap dan dijadikan sandra oleh teroris Sepuluh Cincin, kemudian ia berhasil lolos dan memerangi kejahatan dengan berubah menjadi Iron Man.  
            Menurut Yusuf  (https://bincangmedia.wordpress.com, akses 7 Juli 2015), di setiap zamannya pastilah memiliki figur superhero. Sosok superhero  menjadi bagian dari perjalanan cerita hidup masyarakat dunia. Baik mitos maupun legenda tentang manusia super sudah lama direproduksi secara tradisional melalui media tutur dan tulis. Di zaman serba modern, dongeng superhero hadir melalui berbagai bentuk budaya populer. Dalam ranah fiksi, banyak cerita bertema superhero yang seolah-olah tak habis-habis diangkat ke dalam komik, film, sinetron, game, hingga teater. Mulai dari genre action, horor, drama, komedi, sampai film dewasa berkategori XXX dengan tema parodi tokoh superhero. Dengan berbagai lakon, secara konsisten superhero ditampilkan sebagai sosok klise manusia luar-biasa.
            Film pahlawan super Iron Man menjadi menarik karena menghadirkan sosok pahlwan super beserta teknologi canggihnya. Pengambaran tokoh utamanya pun semakin kuat dengan kesan seseorang kaya raya, jenius, inovatif. Ketika dinikmati sebagai sebuah film pun tidak membosankan, karena juga mengahdirkan suatu hal yang memukau membuat orang takjub dengan kehidupan mewah dan eksklusif. Terlepas dari tayangan film yang menghibur, ada sisi lain yang juga menarik untuk dilihat. Sisi lain dalam film Sekuel Iron Man ini bisa dilihat dari segi pembentuk gaya hidup mewahnya, bagaimana kelas sosial atas digambarkan pada diri Toni Stark sebagai pahlawan super. Kaca mata untuk melihat film ini kemudian memfokuskan tentang bagaimana melihat pahlawan super yang memiliki teknologi canggih, kaya raya, dan bergaya hidup mewah. Berangkat dari sini kemudian memunculkan sesuatu yang unik untuk dilihat. Sosok Iron Man ini memiliki perbedaan dengan karakter yang lain pada film, seperti misalnya musuh atau teman Toni Stark. Selain melihat sisi pembentuk gaya hidup mewahnya, faktor-faktor yang melatarbelakangi gaya hidup mewah Iron Man menjadi menarik untuk diketahui.  
            Untuk membahasnya lebih lanjut maka sisi kehidupan mewahnya tersebut bisa dijabarkan dengan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan analysis diskriptif. Adapun penggunaan analysis diskriptif mempunyai tujuan untuk menjabarkan secara eksploratif bagaimana pembentuk gaya hidup mewah pada sosok Iron Man tersebut, berdasar teori Habitus dan Arena dari Pierre Bourdieu. Sedangkan untuk membantu memudahkan dalam melakukan analysisnya maka digunakan juga literature review dari buku, atau artikel yang mendukung. Melalui pembahasan dalam tulisan ini diharapkan mampu memberikan kotribusi dan manfaat yang positif. Adapaun manfaat secara teoritis, diharapkan pembahasan dari tulisan ini mampu memberikan sumbangan pemikiran yang bersifat positif bagi pengembangan dunia film. Sedangkan secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa informasi, bagi mahasiswa maupun akademisi lainnya.
PEMBAHASAN
            Ke khasan dalam film mulai dibuat oleh pembuat film dengan mengedepankan aspek bahasa film, dan faktor-faktor pendukung lainnya. Film dikonstruksikan mengarahkan kepada suatu bentuk imaji atau citra tertentu. Secara sadar atau pun tidak sadar kemudian memberikan makna kepada penonton film. Wujud representasi menjadi dasar bagaimana cara melihat sekuel film Iron Man dari I, II, sampai III ini. Representasi kemudian menjadi sebuah ide, bagaimana melihat film, dan bagaimana hal-hal yang ada dalam film mengkonstruksikan makna. Menurut Burton (2012: 137), menjelaskan bahwa representasi berkaitan dengan subjek tertentu. Misalnya suatu foto dapat dideskripsikan sebagai represntasi x. Akan tetapi bahasa, kode, atau saran komunikasi apapun dapat bertindak sebagai sarana representasi.  Pandangan mengenai suatu objek didapat melalui artikel tertulis, gambar-gambar, komik, serta film. Lebih tepat apabila berpikir tentang representasi dalam pengertian verbal dan aktif; hal tersebut adalah sesuatu yang dilakukan dan terjadi.
            Apa yang disajikan dalam sekuel film Iron Man ini, kemudian menghadirkan representasi kelas sosial. Kelas sosial hadir dalam film sebagai wujud imaji yang divisualisasikan. Adanya kelas sosial ini muncul karena adanya sesuatu yang dihargai. Worang (1983; 87), kelas sosial terbentuk karena adanya sesuatu yang dihargai dalam masyarakat dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang mereka hargai. Sesuatu yang dihargai tersebut bisa berupa barang semisal uang atau benda lain yang benilai ekonomis. Dapat juga berupa tanah, kekuasaan, besarnya pengetahuan tentang agama, dan mungkin faktor keturunan dari keluarga terhormat.
            Seperti yang terlihat pada film, segudang teknologi canggih dan fasilitas mewah menjadi pendukung tersendiri bagaimana menguatkan karakter tokoh utamanya ini. Dapat dikatakan bahwa Toni Stark ini tidak memiliki kemampuan super secara alami seperti halnya pahlawan super lainnya muncul contohnya, Superman, Sepiderman, Hulk, dsb. Karakter Iron Man ini kemudian menjadi berbeda, ia memiliki kecerdasan dan juga kekayaan, sehingga hal ini lah yang ditonjokan dalam film, bukan pada kemampuan uniknya. Adapun hal yang menjadikannya berbeda adalah ia bisa membuat baju perang sendiri berdasarkan keakayaan dan kecerdasaanya. Selain baju perang, di lingkungannya baik itu ruang pribadi atau ruang kerja dalam tempat tinggalnya selalu diwarnai dengan peralatan dan teknologi yang canggih. Hal inilah yang kemudian menjadi makna yang bisa dibaca baik melalui simbol-simbol, tanda yang ada dalam film.
            Menurut Yusuf  (https://bincangmedia.wordpress.com, akses 7 Juli 2015), Jika dilihat dalam kajian komunikasi, eksistensi superhero dipengaruhi oleh perubahan karakteristik media yang akhirnya membentuk dinamika superhero ke dalam aneka produk pesan dengan inti tujuan yang sama, yaitu menjual imaji dan fantasi. Banyak dimensi yang bisa diangkat sebagai fokus kajian, misalnya tentang transformasi superhero komik yang kini banyak ditampilkan dalam sinema. Superhero-superhero lokal pun bermunculan, sebagian lahir orisinil dari nilai lokal, sebagian lagi merupakan transformasi  mentah dari karakteristik superhero Amerika yang diadaptasi dengan citarasa lokal. Kehadiran superhero juga bisa dilihat dari bermacam teori kontemporer seperti posmodernisme, psikoanalisis, relasi gender, politik identitas, dan sebagainya. Dari kajian ekonomi politik, diskusi tentang rahim superhero penguasa dunia seperti, Marvel, DC Comics, atau Disney menarik untuk dibedah sebagai bagian dari emporium superhero dunia.
Kelas Sosial pada sosok Toni Stark
            Menurut Worang (1983; 88), yang dimaksud kelas sosial adalah semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukan mereka dalam suatu lapisan dan diakui oleh masyarakat umum. Sama halnya dengan lapisan sosial, kelas sosial juga mempunyai arti sama tanpa adanya perbedaan mengenai dasar lapisan yang berupa uang, tanah, kekuasaan atau dasar lainnya. Ada juga yang menggunakan istilah kelas yang hanya berdasarkan unsur ekonomis, sedangkan lapisan masyarakat lebih kepada asas kehormatan masyarakat yang dikenal dengan kelompok kedudukan atau “status group”. Ia juga menambahkan bahwa adanya kelas sosial dalam masyarakat membedakan kedudukan dan peranan masing masing individu yang disebut status. Setiap orang pada umumnya memiliki lebih dari satu status. Semakin kecil dan semakin sederhana suatu masyarakat akan semakin kecil atau sedikit juga status yang diperankan oleh masing masing individu dalam suatu kelas sosial. Dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri masyarakat yang sederhana tidak  banyak memiliki perbedaan sosial.
            Menurut Soekanto (1982: 231), Di antara lapisan atas sampai terendah. Jumlahnya dapat ditentukan oleh orang yang mempelajari di dalam masyarakat itu sendiri. Biasanya golongan yang berada di lapisan atas tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan tinggi itu bersifat kumulatif, ini berarti bahwa mereka yang mempunyai uang banyak, akan mudah sekali untuk mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan. Ukuran untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat tersebut:
  1. Ukuran kekayaan.
Ukuran kekayaan dan kebendaan dapat dijadikan patokan ukuran; barang siapa memeiliki banyak kekayaan, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian. Kebiasaan membeli barang-barang mewah.
  1. Ukuran kekuasaan.
Siapa saja yang mempunyai kekuasaan besar ia juga menempati lapisan yang tertinggi.
  1. Ukuran Kehormatan.
Ukuran kehormatan tersebut tidak terlepas dari 2 ukuran sebelumnya. Orang yang paling disegani dan dihormati mempunyai tempat yang teratas. Ukuran ini banyak dijumpai di masyarakat tradisionil. Biasanya mereka adalah yang tertua atau pernah berjasa bagi masyarakat.
            Dalam konsep Habitus kemudian mempunyai keterkaitan tersendiri dengan individu. Menurut Boridieu (dalam Jenkins, 2000: 107), Bourdie mempertahankan beberapa makna asli konsep dalam hubungan tubuh dengan habitus. Dalam karya Bourdieu kemudian menghasilkan tiga makna, pertama, dalam nalar sepele, habitus hanya ada dalam kepala yang merupakan bagian dari tubuh. Kedua, habitus hanya ada di dalam, melalui dan disebabkan praksis, aktor, dan interaksi antara mereka dengan lingkungan yang melingkupi; cara berbicara, cara bergerak, cara membuat sesuatu, atau apapun itu. Dalam hal ini habitus secara empatis bukanlah satu konsep yang bersifat abstrak maupun idealis. Hal ini tidak hanya termanifestasi dalam perilaku, namun berupa suatu bagian integral darinya (begitu juga sebaliknya). Ketiga berupa taksonomi praktis, dimana sekema generatif habitus, berakar di dalam tubuh. Sebagai contoh adalah depan/belakang, atas/bawah, panas/dingin, laki-laki/perempuan, semua hal tersebut dapat diakses pancaindra-dalam menalarkan dan berakar dalam pengalaman sensoris- dari cara pandang orang yang disimpulkan.
            Film sekuel Iron Man ini menceritakan tentang teknologi yang dimiliki oleh Iron Man membentuk perbedaan kelas dan gaya hidup tersendiri dengan karakter tokoh lain dalam film. Sebagai contoh adalah Sosok Iron Man yang memiliki tenaga tersendiri dalam menghidupkan baju besi perangnya (Armour). Benda yang disebut Arc Reactor menjadi pusat energi sebagai pembangkit tenaga baju perangnya (Armour) Iron Man. Selain digunakan sebagai tenaga Iron Man, Toni Stark juga menggunakannya  sebagai alat untuk bertahan hidup. Alasannya adalah karena dalam komponen nan canggih ini memiliki sumber daya palladium, dimana alat tersebut dapat membantu menetralisir serpihan besi yang ditanamkan oleh musuh dalam tubuh Toni stark, jika tidak ada serpihan besi yang ada dalam tubuhnya bisa menusuk jantung. Bandingkan dengan teknologi yang di miliki oleh musuh Iron Man pada film yang pertama. Sekelompok teroris Afghanistan yang dikenal sebagai Sepuluh Cincin dalam mendapatkan teknologi untuk tindak kejahatan, terlebih dahulu harus menyerang Toni Stark dan menyandranya. 
 Gambar. 1.1. Beberapa cuplikan adegan pada film Iron Man I dan II, bagaimana Toni Stark membangun relasi dengan lingkungannya, bagaiamana cerminan gaya hidupnya, hingga teknologi yang tidak bisa terlepaskan darinya.
            Jika dilihat perannya dalam film menjadikannya Toni Stark sebagai orang yang memposisikan diri ke dalam lingkungan yang dianutnya, lingkungan sebegai tempat bersosialisasi. Ia menampilkan dirinya sebagaimana lingkungan membentuknya. Adanya kekuasaan dalam hal kekayaan menjadikannya orang yang suka menghamburkan uangnya, terlihat bagaiamana ia bermain judi. Dalam kesehariannya pun tidak terlepas dari wawasan ilmu pengetahuannya untuk berinovasi menciptakan teknologi-teknologi baru. Tidak sampai disini bagaimana ia menjadi orang yang kaya raya menjadikannya sosok yang terkenal mempunyai banyak jaringan relasi baik itu teman kerja, angakatan militer, hingga masyarakat umum yang menjadi fansnya. Cara bersosialisasi dengan yang lainnya pun unik, ia tidak terbuka dengan semua orang, hanya pada orang-orang terdekatnya lah ia memberikan kepercayaan. Seperti halnya kedekatannya dengan Virginia "Pepper" Potts (Gwyneth Paltrow) sebagai asisten pribadinya, dan James Rhodes (Don Cheadle).
            Kemudian hal ini sejalan dengan konsep arena. Menurut Bourdie (dalam Jenkins, 125), arena itu sendiri merupakan suatu sistem posisi sosial yang tersetruktur yang dikuasai oleh individu atau institusi suatu inti yang mendefinisikan situasi untuk mereka anut. Suatu sistem kekuatan juga ada di antara posisi tersebut; suatu arena yang dikonstrukan secara internal dalam konteks relasi kekuasaan. Mempunyai sisi dalam relasi dengan dominasi, subordiansi atau ekuivalensi (homologi) satu sama lain karena akses yang dapat mereka raih atas benda atau sumber (modal) yang dipertaruhkan di arena. Benda-benda ini secara prinsipil dapat menjadi empat kategori: modal ekonomi, modal sosial (berbagai jenis relasi bernilai dengan pihak lain yang bermakna), modal kultural (pengetahuan sah antara satu dengan yang lainnya) dan modal simbolis (prestise dan gengsi sosial).
            Selain itu, apabila ditelaah lebih lanjut cara penampilan diri Toni Stark dengan menggunakan baju perang Iron Man ini mempunyai tujuan sebagai bentuk bagaiamana ia menampilkan dirinya kehadapan dunia, bagaiaman ia memiliki kekuasaan, bagaiaman keududukannya berdasarkan peran dan status sosialnya. Menurut Mulyana (2010: 392), nilai-nilai yang ada pada agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (baik itu tertulis atau tidak), nilai kenyamanan, dan tujuan pencitraan, mempengaruhi bagaimana seseorang berpenampilan. Selain itu menurut Mulyana (2010: 394), sebagian orang mempunyai pandangan bahwa pilihan seseorang mengenai cara berpenampilannya mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif, religius, modern, atau berjiwa muda. Tidak dapat pula dipungkiri bahwa pakaian, semisal; rumah, kendaraan, dan perhiasan, digunakan untuk memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakainya. Pemakai busana mengaharapkan bahwa orang-orang yang melihatnya mempunyai citra terhadapnya sebagaimana yang diinginkan. Orang-orang dengan jabatan khusus sangat memperhatikan penampilan. Mereka berpakaian bukan sekedar menutup tubuh, tetapi juga berusaha menciptakan kesan yang positif terhadap orang lain. Pria eksekutif bahkan sangat teliti dalam memilih dasi, sapu tangan, tas, sepatu, dompet, dan buku agenda (diary) yang mereka gunakan.
 Gambar 1.2. Beberapa scene gambar dari film Iron Man I, II, dan III yang menampilkan bagaiamana ikon-ikon kelas sosial atas yang tercerminkan.
            Lebih lanjut, sosok Iron Man membawa dirinya ke dalam lingkungan dan dunia yang serba modern dan megah. Dalam kehidupannya, sosok Toni Stark dipenuhi dengan teknologi canggih. Kehidupannya diwarnai dengan berbagai alat yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. Seperti disain rumah yang megah, kendaraan yang mewah, ruangan kerja berteknologi canggih, kemudian Jarfis (sistem kecerdasan buatan). TIdak hanya itu, ketika berpergian keluar lingkungan rumahnya pun, ia menggunakan setelan pakaian rapi elegan, dan memakai mobil mewah, pesawat terbang pribadi dan atau pakaian tempur nan mewah dalam berpergian. Hal ini kemudian mengambarkan setatus kelas sosial ekonomi atas berdasarkan kepemilikan akan barang-barang tersebut. Ikon-ikon yang ada dalam lingkungannya kemudian menjadi pendukung bagaimana kelas sosial atas tercerminkan pada film Iron Man ini. Ikon-ikon tersebut meliputi barang-barang yang dimiliki Toni Stark, rumahnya sebagai tempat tinggal, teknologi yang ia ciptakan hingga segala hal yang tampak secara fisik yang ada pada dirinya
            Ada momen menarik ketika Toni Stark menonton Grand Prix Formula One di Monaco, ia yang tadinya hanya menggobrol sebelum balapan dimulai, tiba-tiba terjun ke arena balapan sebagai pembalap. Dalam film digambarkan bahwa Toni Stark memiliki kuasa penuh dalam segala bidang, mencakup juga bidang Otomotif. Di arena Balap ia sebagai pembalap dari Perusahaannya sendiri yaitu Stark Industri, ia mengambil alih mobil dari pembalap yang sebelumnya. Terlihat juga exspresi kecewa pembalap sebelum Toni Stark yang ingin balapan. Akan tetapi Toni Stark tidak menghiraukannya, tetap fokus untuk membalap.
            Jika melihat tindakan yang dilakukan Toni Stark yang melakukan inisiatif sendiri pada saat balapan formula one mengarah kepada disposisi pada teori habitus. Menurut Robbins (dalam Jenkins, 1992: 110), definisi dasar Bourdieu mengenai habitus memerlukan pertimbangan lebih lanjut. Sebagai contoh disposisi tidak lebih dipahami sebagai sikap. Sehingga hal ini merupakan suatu pemahaman yang memadai atas pandangan itu, meskipun sikap mengarah kepada hal yang ditunjuk. Lebih luasnya lagi adalah tafsir yang memasukkan faktor kognitif dan afektif: pemikiran dan perasaan, yang menggunkan rumusan Bordieu sendiri, semenjak klasifikatoris sampai dengan rasa harga diri.
            Berangkat dari sini kemudian muncul alasan mengapa superhero muncul dari kalangan kelas sosial atas. Adanya kekuasaan yang terselimuti di dalamnya menjadi hal yang berpengaruh. Pahlwan super digambarkan sebagai wujud atas kebebasan imajinasi. Kebebasan disini didasari karena adanya kekuasaan yang dibawa oleh tokoh pahlawan supernya. Seperti halnya pada diri Toni Stark kekuasaan besar menyelimutinya sebagai orang yang kaya raya, mampu melakukan apa saja. Keberadaannya pun seakan menjadi sosok sentral dalam film yang tidak bisa dilepaskan dari sosok Iron Man. Kekuatan yang dimilikinya menjadikannya memiliki kuasa dalam menciptakan teknologi super, mempunyai previlage dalam mendapatkan akses informasi, hingga pengambaran imajinasi yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya, dimana kebenaran selalu menjadi pemenangnya.
            Selaras dengan hal ini Menurut Yusuf  (https://bincangmedia.wordpress.com, akses 7 Juli 2015), kehadiran superhero muncul pada arena yang luas. Arena tersebut mencakup penyaluran pada ruang imajinasi. Ruang pembebasan dari dunia nyata, ruang itu dihadirkan kedalam dunia yang memiliki identitas baru tanpa batas. Ide-ide ditampilkan meliputi kebebasan, keadilan, kebenaran. Hingga pada ahkirnya sosok superherolah yang selalu menang yang digambarkan selalu memiliki kebenaran. Superhero akhirnya menjadi ruang aneka kepentingan, tak hanya imaji dan fantasi, melainkan ideologisasi nilai-nilai. Sebutlah tentang westernisasi, amerikanisasi, pemujaan maskulinitas, strereotip gender, dan berbagai propaganda lainnya yang menyertai sosok superhero, di balik nilai-nilai universal yang selalu ditonjolkan seperti  kebenaran akan selalu menang, kewajiban membela yang lemah, kekuatan/kekuasaaan besar memiliki tanggung jawab besar, dan lain-lain.
KESIMPULAN
            Cerita dari film memang menceritakan bahwa Iron Man mampu menjaga perdamaian dunia. Namun cerita film tidak bisa terlepas tentang bagaimana Toni Stark menampilkan dirinya.  Terdapat suatu hal yang sama ketika dirinya muncul menggunakan baju perang Iron Man, dirinya selalu muncul digambarkan bagaikan superstar, tidak luput juga diiringi musik yang keren. Hal ini menampilkan bagaimana Ia sesungguhnya, ia menampilkan dirinya sebagai Iron Man kepada dunia. Apa yang dilakukan Toni Stark terbentuk secara tidak disadari. Bisa jadi pengaruh bagaimana dirinya menjadi Iron Man merupakan faktor utamanya. Dari cara penampilan diri Toni Stark pun mengarahkan pada bentuk pencitraan. Toni Stark terlahir dari keluarga yang mengembangkan teknologi, dan keluarga berkecukupan, ini kemudian menjadi faktor pengguatnya. Di lain sisi Tokoh utama dalam film ini tidak bisa berdiri sendiri dalam menghadirkan kedudukannya pada lapisan sosialnya, keberadaan orang-orang disekitarnya menjadikannya mempunyai kedudukannya tersendiri. Orang-orang disekitarnya mempunyai perbedaan dengan tokoh utama dalam film. Perbedaan tersebut tercerminkan bagaimana peran dan satatus masing-masing dalam film.
            Berdasarkan penjelasan Worang (1983; 94), status seseorang dengan orang lainnya bersifat timbal balik. Seseorang tidak bisa berperan sesuai statusnya tanpa orang lain dengan status lain pula yang menghubungkan peranan itu. Dalam menjalankan kegiatan antar kelas sosial, status dan peranan meskipun berbeda tidak dapat dipisah-pisahkan. Tidak ada status tanpa peranan, juga tidak ada peranan tanpa adanya status. Akan tetapi seringkali perbedaan status dan peranan individu antar kelas sosial menimbulkan pertentangan. Pertentangan timbul karena setiap individu tidak menjalankan perannya sesuai status mereka. Setiap status harusnya bersifat positif terhadap lapisan lapisan dalam masyarakat. Ada kelompok yang memimpin dan ada kelompok yang dipimpin, ada kelompok majikan ada kelompok buruh dan seterusnya sesuai status yang memang seharusnya dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan begitu kegiatan sosial dalam masyarakat akan berjalan dengan baik meski ada perbedaan kelas sosial.
            Film sekuel ini menceritakan tentang teknologi yang dimiliki oleh Iron Man membentuk perbedaan kelas dan gaya hidup tersendiri dengan karakter tokoh lain dalam film. Sebagai contoh adalah Sosok Iron Man yang memiliki tenaga tersendiri dalam menghidupkan baju besi perangnya (Armour). Benda yang disebut Arc Reactor menjadi pusat energi sebagai pembangkit tenaga baju perangnya (Armour) Iron Man. Bandingkan dengan teknologi yang di miliki oleh musuh Iron Man pada film-film ini, kebanyakan teknologinya tidak mampu menandingi apa yang menjadi teknologi dari Iron Man. Teknologi inilah yang kemudian menjadi sesuatu pembeda antara Iron Man dan tokoh yang lain yang ada pada film. Teknologi disini menjadi sesuatu yang dihargai. Maka dari itu kedudukan Toni Stark memiliki kedudukan yang tinggi kedudukan kelas sosial yang berbeda dengan yang lain. Kedudukan yang dimilikannya pun merupakan kedudukan kelas sosial atas hal ini tercermin dari bagaimana cara ia berpenampilan, bagaimana status dan perannya dikehidupan sosial.
            Menurut Soekanto (1982: 231), selama dalam suatu masyarakat ada suatu hal yang dihargai oleh masyarakat tersebut, maka itu akan menjadi bibit yang akan menumbuhkan adanya sistim berlapis-lapis dalam masyarakat yang bersangkutan. Barang atau hal yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa, uang atau harta benda, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang banyak tadi dengan jumlah yang banyak, akan dianggap masyarakat memiliki setatus kedudukan lapisan atas; sebaliknya mereka yang hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga tersebut, dalam pandangan masyarakat hanya mempunyai kedudukan rendah.







DAFTAR PUSTAKA
Burton, Graeme. Media dan Budaya Populer, terj. Hodder Arnold. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2012.
Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008.
Mulyana, Deddy. ILMU KOMUNIKASI Suatu Pengantar. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2010.
Barker, Chris. CULTURAL STUDIES Teori dan Praktek, terj. Nurhadi. Yogyakarta: KREASI WACANA, 2000.
Jenkins, Richard. Membaca Pikiran Pierre Bourdieu, terj. Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 1992.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Radar Jaya Offset, 1982.
Worang, Buddy L. Pengantar Sosiologi Suatu Ringkasan. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1983.
Yusuf, Iwan, Awaludin,  Menyelami Dunia Superhero Lewat Kajian Komunikasi.” https://bincangmedia.wordpress.com (akses 7 Juli 2015).


*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.

Tidak ada komentar: