Media Massaku Kini?
Oleh:
Aji Muhammad Said
via unsplash
Melihat
kaca mata dunia ini, yang terjadi adalah adanya segitiga yang tidak terpisahkan
dalam ranah media. Baik negara, pasar, maupun masyarakat tertampung dalam media
massa, proses komunikasi yang terjadi bersifat timbal balik dan saling
berpengaruh satu sama lain. Media massa memilki ekosistem yang menampung pesan
juga sebagai pihak yang mempunyai peran dalam menjaga stabilitas ekonomi maupun
politik.
Media
massa sendiri memiliki peranan bagi khalayak. Pertama media dapat menjadi
jendela yang menjembatani khalayak dalam melihat peristiwa apa yang terjadi.
Sebagai sebuah perantara media sangatlah reflektif terhadap kehidupan sosial.
Media menjadi cerminan kejadian-kejadian yang berlangsung di masyarakat dunia.
Apa yang ditampilkan dalam media pun sangat selektif, hal ini didasari pada
hal-hal yang diberi perhatian ataupun yang tidak diberi perhatian. Sebagai
sebuah pembawa pesan media ini memberikan kontribusi alternatif yang cukup
beragam dalam memberikan jawaban atas persoalan sosial.
“Medium is the massage”
hal ini mengandung makna yang filosofis. Kehadiran media membawa pesan
sekaligus perantara. Arti penting media ini hadir sebagai sebuah forum, guna
merepresentasikan berbagai informasi maupun ide ke khalayak, sehingga tanggapan
dan umpan baliknya pun sering muncul juga. Sebagai sebuah forum komunikasi yang
terjadi pun tidak hanya satu arah atau dua arah, namun bisa menggerakkan massa
dan sangat interaktif.
Penulis
mengamati bahwa media masa menjadi sebuah alat yang digunakan beberapa
kelompok-kelompok tertentu, dan bertujuan untuk kepentingan tertentu. Media
masa ini memiliki fungsi yakni, menyediakan informasi terbaru mengenai berbagai
macam kejadian politik, tidak jarang media massa dijadikan salah satu bagian
penting dalam membuat kebijakan. Bahkan uniknya media massa ini menjadi fasilitator
orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu dalam menyampaikan pesannya
kepada masyarakat. Lebih sepesifiknya lagi media menjadi alat yang digunakan
untuk menjaga keseimbangan kekuasaan, maupun memelihara kontinuitas sebuah
kekuasaan yang berlangsung (hegemoni).
Dalam
ranah politik media massa ini memiliki peran dalam; Memberikan informasi,
membantu berhubungan dengan berbagai kelompok, membantu mensosialisasikan pribadi
manusia, membujuk khalayak, juga sebagai sarana hiburan (Ardial, 2010). Hal ini
juga dipertegas oleh (McQuail,2010), “There
has been an intimate connection between mass communication and the conduct of
politics, in whatever kind of regime.”
Jika
dirangkum, maka teori normatif media massa akan terbagi dalam dua teori besar
yakni teori otoritarian dan teori libertarian (Muhtadi, 2009). Teori otoritarian: kebenaran harus diletakkan
dekat dengan kekuasaan. Penguasa menggunakan media untuk menginformasikan sesuatu
yang dianggap penting oleh kekuasaan. Sedangkan oposisinya adalah, teori libertarian: media merupakan alat yang
akan menjadi kekuatan untuk mengontrol penguasa. Media dipandang sebagai
fasilitas penyampaian informasi yang objektif tentang segala sesuatu yang
dinilai baik atau pun buruk.
Pers
atau media memiliki hakekat dalam kemerdekaan dan demokrasi. Dalam ilmu politik,
pers ini dipandang sebagai rangka ke empat (the fourth estate) dalam sebuah negara. Adanya kebebasan pers menjadi
penegak kualitas demokratis, dengan kebebasan memungkinkan terjadinya
keberagaman informasi, sehingga mendukung masyarakatnya untuk berkontribusi
dalam demokrasi.
Indonesia memiliki kebebasan pers, namun harus
dibarengi dengan stakeholder yang
professional dan bertanggungjawab. Media massa di Indonesia kini hanya sebagai
kendaraan politik, dan hanya memproduksi informasi yang mengarah kepada profit
saja, tanpa memberikan informasi secara kredibel.
Seharusnya tidak demikian, media seharusnya memberikan fasilitas yang cukup penting
guna meningkatkan profesionalisme jurnalisnya. Terpenting dari semua itu adalah
media mampu memiliki jiwa guilty feeling artinya
ketika membuat kesalahan, maka harus mengakui dan meminta maaf. Selain itu
elite penguasa harus memahami fungsi pers sebagai serana kritik dan kontrol
terhadap kekuasaan.
Kenyataannya yang terjadi di Indonesia sekarang ini
cukuplah mengherankan. Media massa di Indonesia berada dalam kondisi yang tidak
berdaya dari berbagai tekanan kepentingan pihak penguasa dan pengusaha media.
Tekanan-tekanan hadir, dengan alasan demi stabilitas nasional dan kepentingan
pembangunan ekonomi, hal ini kemudian menjadi jelas, setelah membuat media
massa cenderung hanya berorientasi kepada kepentingan pemerintah dan pemilik
modal, dan mengabaikan kepentingan khalayak dan masyarakat secara luas (Ardial,
2010: 171).
Ada Apa dengan Media?
Sekarang ini akses informasi maupun peristiwa terkait kehidupan masyarakat dunia mudah sekali menyebar dan viral. Kata kunci yang bisa menjadi pembuka itu semua adalah media. Tentunya masyarakat zaman sekarang tidak hanya memahami satu media saja yang digunakan untuk menangkap, mengkonsumsi informasi terkait kehidupan sehari-hari. Media sosial menjadi trend untuk menjelajah berbagai arus informasi.
Ketika menggunakan media, apakah setiap orang itu sadar atas isi maupun konten-konten yang ada didalamnya? Maksudnya yang menjadikan media tersebut hidup adalah isi yang dikonsumsi. Sadar apakah sesuai dengan kebutuhan secara sosial atau mengikuti arus berdasarkan profit yang dibuat pemilik media itu sendiri? Adanya kepemilikan atas media menjadi faktor penentu baik-buruk, kredibilitas, dan informasi yang diberikan.
Kritik dan protes memang perlu disematkan kepada media-media sekarang ini. Alasannya adalah tujuan/profit yang didewakan oleh para pemilik media. Adanya profit oriented, menjadikan tindakan yang menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Tidak hanya pada satu tapi pada banyak media juga. Bahkan terkait isu-isu kontemporer belakangan ini terkait pembuatan berita alakadarnya memberikan dampak tertentu dalam masyarakat. Sering terdengar bukan berita “hoax” (pemberitaan palsu). Jelas itu berdampak buruk, karena bisa meresahkan masyarakat, dan menganggu stabilitas nasional ekonomi-politik.
Tidak heran kemudian banyak orang-orang yang memiliki pengetahuan diatas rata-rata hilang kendali, setelah bergabung dengan media. Gambarannya mungkin bisa dilustrasikan seperti kaum terpelajar yang dulunya cerdas memiliki IP yang bagus, dan memiliki kemampuan analisis yang baik. Namun setelah menjadi penggiat media, menjadikan kebiasaan membaca, mendengar, dan analisis memudar karena melupakannya. Hal ini didasari oleh “eklusivitas,” daya “magis” berita yang mampu menghasilkan profit, tanpa mempertimbangkan kelayakan berita secara moral. Secara akademik dapat dikatakan cerdas, namun nurani dalam hatinya patut dipertanyakan.
Eksistensi Media Baru
Dewasa ini, kehidupan masyarakat telah tumbuh dengan sejumlah perkembangan yang maju. Keberadaan teknologi memudahkan setiap aktivitas yang dilakukan manusia. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Efisiensi waktu dan efisiensi kerja adalah tujuan utama dari penggunaan teknologi. Pengembangan teknologi juga memberikan efek jangka panjang, kepraktisan, dan penghematan energi. Di setiap masa dan perkembangan manusia, teknologi menjadi salah satu tanda perubahan zaman.
Menelisik mengenai teknologi, maka terdapat hubungan yang erat dengan adanya media. Perpaduan teknologi dan media membawa arus informasi bagi masyarakat. Media menjadi perantara bagaimana sebuah komunikasi terjadi. Di Abad 21, teknologi menjadi sosok media baru. Pernyataan ini memiliki alasan yang cukup kuat, karena teknologi mempunyai sifat digital, teknologi sangat mudah dimanipulasi, teknologi tidak hanya mencakup satu bagian, tapi rangkaian yang menjadi sebuah jaringan, padat, mapat, interaktif, dan tidak memihak kepada siapapun. Istilah teknologi sebagai new media atau media baru, dapat kita jumpai di kalangan masyrakat, terkhusus bagi anak muda. Sebagai contohnya adalah internet, gadget, sosialmedia, e-book, dan masih banyak lagi.
Ketika perkembangan teknologi sedang berkembang dengan cepat, pasti banyak sekali produk-produk multimedia yang akan kita ketahui, baik itu melalui media massa atau interaksi sosial dengan sesama. Komputer, handphone/smartphone menjadi salah satu komponen media baru yang inovasinya terus berkembang, membawa perubahan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan semakin lengkapnya program dan aplikasi yang dihadirkan pada gadget dan komputer yang ditawarkan untuk dikonsumsi.
Cakupan terbesar dari itu semua sebenarnya adalah internet. Kehadiran internet menjadi sosok yang dominan, karena internet ini mampu meleburkan media-media seperti film, gambar, musik, dan tulisan menjadi satu. Tidak hanya sampai sini, internet juga mempunyai kekuatan interaktif yang cukup besar bagi perluasan sebuah informasi. Internet memberikan aksesbilitas luar biasa, penggunanya disodorkan kemungkinan, permintaan, layanan yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Berawal dari hal yang sifatnya interaktif ini, internet kemudian membawa pengguna untuk aktif berpartisipasi. Apa yang terkandung di dalam internet membawa informasi dan komunikasi yang mudah sekali menjadi viral, disinilah posisi pengguna, selain sebagai konsumen yang mengkonsumsi konten internet, pengguna juga menjadi pihak dalam mengembangkan keberadaan internet. Fakta nyatanya juga dapat dipahami secara langsung, melalui penggunaan sosial media. Istilah ‘like’, ‘share’, ‘subscribe’, ‘twit’, sering terdengar bukan? Dan bahkan mudah memahami dan menerapkannya.
Pandangan penulis mengenai media baru adalah bagian dari demokratisasi di mana kehadiran media itu dimulai dari sebuah penciptaan pesan, kemudian penerbitan, lalu didistribusikan, dan dikonsumsi oleh setiap orang yang menggunakannya. Sebagai sebuah sarana demokratisasi media sanggatlah menggelobal. Munculnya media baru dapat meningkatkan komunikasi orang-orang diseluruh dunia. Tidak ketinggalan pula media menjadi sebuah wujud pengekspresian diri melalui sarana media sosial yang beraneka ragam.
Ketika hadir dengan powernya yang cukup besar, media baru juga memiliki beberapa kekurangan. Kehadiran perubahan yang signifikan menciptakan serangkaian ketegangan, maupun pro-kontra dalam ruang publik. Di luar dari nilai postifinya, beberapa ideologi radikal muncul, komunitas dengan tindakan negative muncul, gerakan kampanye hitam muncul, tidak ketinggalan pula informasi palsu (hoax) juga muncul. Hal ini tidak bisa dihindari melihat sifat media itu sendiri yang cepat sekali menyebar dan berkembang. Salah satu kunci yang tepat, untuk menangani ini adalah dengan melihat karakter media itu sendiri, sudah seharusnya perkembangan media baru ini dicermati dengan bijaksana. Pemanfaatan yang dibarengi dengan kerja cerdas, memperhatikan sebuah kredibilitas informasi, kemudian memprediksi sebab-akibat dari sebuah tindakan, ini menjadi faktor penentu dalam penggunaannya. Jangan sampai itu merugikan orang lain atau menjadi boomerang bagi diri sendiri.
*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.