Selasa, 10 September 2019

Opini_Pesan Nabi Khidir





Pesan Nabi Khidir
Oleh: Aji Muhammad Said

foto dok. pribadi


Dalam Al-quran hubungan antara Nabi Khidir dan Nabi Musa tergambar melalui sebuah ayat. Yakni “Dan bagaimana kamu dapat bersabar atas sesuatu yang belum kamu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang itu? (Qs. Al- Khafi:68). Sebuah pesan yang disampaikan diawal dan disetiap perbincangan antara Nabi Khidir dengan Nabi Musa. Kuncinya adalah bagaimana mengendalikan diri untuk senantiasa bersabar. Kesabaran menuntun pada sikap kehati-hatian, sikap kesiapan untuk waspada terhadap apa yang akan terjadi.

Proses bertemunya Nabi Khidir dan Nabi Musa itu merupakan sebuah nilai yang memang harus dipelajari secara mendalam. Didalamnya ada pemaknaan ilmu. Pemahamannya tidak dipelajari seketika begitu saja. Ilmu itu bermacam-macam. Penyampaiannya dilakukan melalui bahasa isyarat, bahasa gerak, bahasa kias, bahasa simbolis. Ada yang memakai bahasa qalbu disampaikan melalui mimpi, setengah sadar. Pelajaran seperti itu memang tidak bisa disampaikan melalui lisan kepada orang yang belum bisa memahaminya. Sehingga dalam pencariannya, ada yang melalui berbagai pintu, dan pintu itu bisa dibuka dengan masuk ke dalam, dan dibuka untuk keluar. Maka dari itu mulailah berdzikir untuk mempelajari itu semua. Hal ini untuk menghidupkan perasaan lahiriah, perasaan akal, dan perasaan qalbu.

Pesan Nabi Khidir kepada Nabi Musa menjadikan proses pembelajaran yang dapat menjadi bekal. Sebaik-baiknya bekal adalah ilmu yang bermanfaat. Pesan Nabi Khidir yang memiliki makna mendalam adalah, suatu hari, kita sebagai manusia tidak dapat mengelak dari kesalahan karena pada saat-saat tertentu akal pasti melanggar larangan-Nya, maka pintalah ridha Allah dengan melakukan perbuatan baik.

Selain itu Nabi Khidir a.s. memperingatkan Nabi Musa a.s. dengan nada kontroversial. Pada satu sisi, ia menyuruh Nabi Musa a.s. untuk menjalankan kebaikan, namun dalam sisi yang lain, ia memvonis bahwa kesalahan harus terjadi. Sampai kapan pun, akal manusia tidak akan mampu mencapai kehendak Allah swt. Bila sudah pada tahapan ini jangan gunakan akal manusia, tapi gunakan akal kalbu. Bahkan jika perlu redam akal kalbu, sehingga yang muncul adalah kehendak-Nya. Apabila masih dalam pemikiran akal/otak manusia, sesuatu yang menjadi rahasia-Nya tidak akan ditampakkan.

Ilmu yang disampikan Nabi Khidir, tidak hanya menjadi ilmu di dunia saja. Namun ilmu tersebut bisa menjadi bekal sesudah mati, bentuknya adalah sabar lahir dan batin, menjalankan kehidupan yang tidak lepas dari kehidupan manusia, yaitu kehidupan lahir dan batin. Dalam rangka menyiapkan bekal untuk hidup setelah kematian, hidup dalam kematian, dan menderaskan aliran ma'ul hayat.

Aliran ma’ul hayat ini, mewujud menjadi  empat tempat dalam diri manusia yang ditempati yaitu raga, qalbu, roh, dan Nur Muhammad.
a. Ma'ul Hayat dalam raga: berpengaruh pada kesehatan manusia, sepanjang manusia itu menjalankan dzikir lisan/dzikir nafas. Pengaruhnya berupa meningkatkan kekebalan tubuh, mengokohnya daya tahan tubuh, semakin cepat daya sembuh, semakin kuat daya tangkap pikiran, mantap dalam berpikir. Pengaruh tersebut akan menjadi lebih kuat apabila diterapkan ke seluruh tubuh, dzikir merasuk dan menggerakkan badan.
b. Ma'ul Hayat dalam qalbu: jika ma'ul hayat telah masuk qolbu, maka membuka ilmu-ilmu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat, juga ilham yang datang dari Allah swt. Ma'ul Hayat ini mengubah cahaya iman menjadi cahaya ketakwaan, dan cahaya penerimaan ilmu menjadi cahaya penyampaian ilmu. Hal ini memberikan kemudahan, ketika awalnya sulit menyampaikan sesuatu, menjadi diberikan kemudahan dalam menyampaikan sesuatu.
c. Ma'ul Hayat dalam roh: berlandaskan pada dzikir lisan/dzikir napas, berkembang ke dzikir qalbu, dan terdengar dzikir roh. Setelah sampai pada roh barulah ma'ul hayat dalam roh mempengaruhi penyucian roh, menjadi fitrah. Merambat dan mempengaruhi organ-organ tubuh.
d. Ma'ul Hayat pada Nur Muhammad: fungsinya untuk menemani, menunggu kedatangan ma'ul hayat dalam roh. Roh dijemput setelah disucikan lewat dzikir, setalah itu roh dibawa untuk menghadapNya.

Mati dalam Kehidupan
Dalam falsafah jawa menyebutkan bahwa "urip sajeroning pati". Kematian menjadi jalan terhapusnya diri, yakni ketiadaan yang sebenarnya serta sepenuhnya lebur dalam kefanaan. Sebagai seorang yang bermagrifat, dirinya akan mengalami kefanaan dalam diri mereka sendiri, serta bangkit kembali ketika menghadap Allah swt. Dalam kefanaan tersebut, tidak akan ditemui ketiadaan, karena mereka tidak melihat kehadiran mereka sendiri. Mati dalam kehidupan berarti hidup dengan mematikan hawa nafsu, seakan-akan tidak berhawa nafsu. Semua keinginan dimatikan, seakan-akan tidak berkeinginan. Hidup menjadi pasif, tetapi tidak menjadi pasif karena masih menjalankan kehidupan, peribadatan, dan urusan rumah tangga, dll. Dalam mempelajarinya harus matang sebagai manusia, karena bagaimanapun manusia hidup dalam kematian.

Hidup dalam kematian
Sebuah hadits rasull berbunyi; "Bekerjalah untuk mendapatkan duniamu seolah-olah kamu tidak akan mati atau hidup selama-lamanya. Bekerjalah untuk mendapatkan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati atau menjadi mayat esok hari". Makna dari hadits tersebut adalah apa yang harus kita kerjakan adalah menghidupkan roh dan kalbu. Kalbu dihidupkan melalui zikir lisan/napas. Penyalurannya adalah darah melalui saluran nadi. Sementara itu, roh dihidupkan melalui dzikir qalbu yang masuk kedalaman qolbu, menerobos ke jiwa, lalu masuk kedalaman roh. Roh pun diajak berdzikir. Dengan demikian, untuk menghidupkan roh, kita harus menghidupkan qalbu terlebih dahulu.
Kehidupan roh dengan dzikirnya akan menghidupkan organ tubuh yang bersifat ghaib, misalnya hawa nafsu. Menghidupkan disini menggerakkan kearah kebaikan. Dalam keadaan baik itu semua organ tubuh yang bersifat lahir maupun ghaib berzikir memuji kebesaran Allah. Mereka menjadi satu kesatuan memuji kebesaran Allah, berjamaah sangat besar, dan berjumlah banyak. Tak terhitung dalam ucapan suara, waktu, anggota tubuh yang menyatu.

Dengarkanlah dzikir rohmu, karena rohmu sudah bertasbih kepadaNya. Dengan mendengarkan dzikir rohmu, hiduplah seluruh pemikiran, perasaan, penglihatan, dan sebagainya. Di akhirat nanti, roh bertanggung jawab atas semua perbuatan, sedangkan seluruh anggota tubuh, baik lahir maupun gaib, hanya akan menjadi saksi. Dalam perjalanannya manusia akan menemui berbagai macam hal. Mereka akan sadar, bahwa orang yang berkeinginan tidak akan mendapatkan apa-apa, tetapi orang yang tidak berkeinginan akan mendapatkan apa yang ia tidak sangka-sangka. Oleh karena itu hilangkanlah keinginan, jalankanlah kehendakNya. Karena pada dasarnya hidup ini menerima, dan menghamba pada apa yang Allah beri dan amanahkan kepada kita.

Kesederhanaan
Dengan hidup sederhana, ingatan akan selalu tertuju pada Allah swt., hidup dalam kemewahan akan mengakibatkan lupa diri terhadap Allah. Hal ini disebabkan diri yang hanya akan mengingat harta yang mempunyai kecenderungan ke arah bakhil. Banyak orang yang berhasil ketika diuji dengan kemelaratan. Sedikit yang berhasil ketika diuji dengan kekayaan. Kuncinya adalah hidup mengutamakan kententraman hati, bukan kehidupan lahiriah. Dalam hati hanya selalu diisi oleh Allah, tiada yang lain, keridhaan Allah lah yang utama.

Dalam filosofi jawa ada istilah tapa ngrame (bertapa dalam keramaian). Melakukan apapun atas dasar perintah Allah. Di dunia yang ramai ini, jika ada orang yang meminta pertolongan dalam bentuk apapun maka tolonglah dengan ikhlas walaupun diri dalam keadaan fakir. Selain itu dengan sholat dan menginggat Allah menjadi kunci dari setiap masalah. Hal ini sesuai dengan surat Al Ankubat ayat 45, yakni, " Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Alkitab (Alquran) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya, salat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan, sesungguhnya, mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lain). Dan, Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Melalui jalan menginggat Allah kita akan dengan mudah menahan dan menyingkirkan sifat-sifat yang kurang baik. Adanya berzikir menjadikan ketentraman dan ketenangan hati, landasi setiap hal dengan itu semua, insyaallah kemudahan yang kita dapat. Berdzikir menjadi pintu rahmat, menjadikan diri mempunyai sikap yang terbuka pula. Maka kita harus senantiasa sadar, mawas diri. Menutup kekurangan diri sendiri sama dengan menutup diri, tidak mau menerima apa pun yang datang dari luar diri. Jika begitu, kebodohanlah yang diperoleh. Sebaliknya sifat terbuka terhadap segala hal akan membuka hal-hal yang tersembunyi, termasuk ilmu Allah.

Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa seandainya kita memandang ke ara ilmu, niscaya kita melihatnya begitu lezat sehingga mempelajarinya karena manfaatnya. Kitapun niscaya mendapatkannya sebagai sarana menuju akhirat serta kebahagiaan juga sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah swt., Hal yang tinggi peringkatnya, seagai hak manusia, adalah kebahagiaan abadi. Sementara itu hal yang paling baik adalah sarana ilmu tersebut, yakni amal yang mengantarkan kita pada kebahagiaan tersebut. Jadi, kebahagiaan mustahil tercapai tanpa ilmu serta amal. Amal pun tidak akan tercapai, kecuali dengan ilmu. Jadi, asal kebahagiaan dunia dan akhirat itu sebenarnya adalah ilmu (Abu al Wafa':182).

Ilmu kita harus tepat dengan hati kita dengan aqidah kita dengan ahlak kita. Untuk apa punya ilmu tidak tepat dengan aqidah. Untuk apa dunia yang tidak menyatu dengan Allah di dalam diri kita. Untuk apa kita beriman tapi tidak dapat mengolah dunia kita. Beriman itu ada supaya diri kita punya pijakan punya pegangan, agar dunia ini aman, itulah prinsip hidup manusia. Islam itu ya, mengamankan. Carilah temuilah kuasailah dirimu lalu arantsementlah seluruh akal pikiran hati dan potensi untuk hal-hal baik.



*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.


Repost_www.blog.wonosobomuda.com_Opini_Nasib Wayang di Era Generasi Milenial




Nasib Wayang di Era Generasi Milenial

Oleh: Aji Muhammad Said, S.I.Kom.


dok.pribadi.

Beranjak di Era serba digital ini, Indonesia menjadi sebuah negara yang tidak luput dari perkembangan budaya dan teknologi. Banyak sekali kegiatan, gaya hidup yang berkembang secara dinamis. Mulai dari pekerjaan konvensional menjadi pekerjaan yang praktis, ringkas dikerjakan. Sebagai contoh, pembuatan karya seni lukis, pembuatannya dikerjakan secara manual, dengan kuas, cat air, yang dilukiskan pada canvas, namun kini sebuah lukisan tidak memerlukan berbagai media dalam pembuatannya, cukup dengan satu komputer, dalam beberapa menit bisa membuat lukisan secara digital tanpa waktu yang lama. Kehadiran komputer tidak hanya memudahkan, namun memberi ruang bagi pelukis gaya baru untuk berkarya. Karyanya berupa vektor ataupun artwork digital, selain itu komputer mampu menyuguhkan berbagai hiburan secara digital. Memberikan kemudahan akses bertukar informasi, hobi, hingga kompetisi.

Inilah kemudian diikuti kelahiran generasi-generasi yang melek akan media, generasi yang tanggap terhadap teknologi, dan perubahan yang bersifat dinamis. Banyak media masa/ media sosial membentuk generasi dengan julukkan baru, yakni generasi milenial. Ciri-cirinya ketika mengamati adalah paham terhadap gadget, selalu ter-update terhadap berbagai informasi, problem sosial-politik, hingga trend yang ada di masyarakat. Generasi ini, lahir di era dunia yang serba instan, segalanya dituntut untuk cepat nan praktis, sehingga apapun yang dibutuhkan haruslah cepat terpenuhi. Terbukti dengan kemunculan platfrom media sosial, maupun forum jual beli online (fjb) yang memberikan aksesibilitas data yang mudah dalam penggunaannya.

Kehadiran generasi milenial bukan tanpa problem yang mengikuti ketika generasi ini berkembang. Ketika informasi yang sifatnya baru muncul, dianggap oleh generasi ini sebagai hal yang menarik, populer, dan memiliki kecenderungan disukai, itu akan berdampak pada berbagai situasi lanjutan dan tindakan lanjutan. Situasi-situasi dimana mereka akan menerima hal tersebut, menirunya, meyakini sebagai cara pandang, sebagai motivasi diri, hingga sesuatu yang dapat dimodifikasi, dapat dikatakan menciptakan karya-karya baru. Generasi ini juga menjadi generasi yang sangat kreatif dan memiliki pola pikir yang terbuka. Media massa sosial menjadi platform mereka untuk berkereasi menunjukkan eksistensi masing-masing dari diri mereka.

Jangan kaget zaman digital ini, banyak karya-karya dari generasi milenial muncul mewarnai seni dan kebudayaan Indonesia. Kemunculan dengan berbagai konten kreatif, menunjukkan hegemoni dan dominasi generasi ini di eranya. Seperti pepatah atau selogan yang mengatakan bahwa “Sebuah kreativitas lahir tanpa batas”. Kemunculan kreasi-kreasi ini berasal dari berbagai segi dan platfrom, tidak jarang juga mampu menarik perhatian masyarakat global. Kemunculannya menjadi api pemantik bagi kemunculan karya-karya lainnya. Seperti tongkat estafet yang selalu berpindah-pindah dari para pelari, generasi milenial adalah pelari yang tidak pernah kehabisan energi (karya).

Konten dan kreativitas merupakan dua makna yang berbeda yang digabungkan menjadi satu. Istilah konten kreatif merujuk pada karya-karya anak muda, yang mampu menghasilkan kreativitas out of the box (tidak biasa). Sebagai contoh tren sekarang yang digemari, adalah hiburan digital berupa video blog (vlog di youtube), banyak karya yang muncul dengan konten secara digital audio visual menampilkan pertunjukkan, konten video bercerita dengan berbagai tema anak muda. Ini tidaklah menjadi acara pertunjukkan semata, namun menjadi karya yang telah teroganisir, dan ter-eksplorasi, yang bisa menghasilkan ladang uang yang menguntungkan, dan itulah keunikannya.

Mencermati sejarah di masa lalu, Indonesia juga memiliki hiburan yang cukup apik di era kerajaan Demak (Raden Patah). Munculnya sebuah pertunjukkan wayang yang tidak kalah dengan pertunjukan digital di masa generasi milenial ini. Kemunculan Wayang Kulit Purwa menjadi tahapan awal sebuah seni pertunjukkan wayang Indonesia, dimana peran Raja Demak, dan Wali Sanga menjembatani kemunculan pagelaran pertunjukkan wayang berwujud seni dan dakwah ini.

Di masa kemuculan wayang ini kreativitas yang dimotori pedalang, pesiden (penyanyi), niaga (penabuh gamelan) memberikan efek seni hiburan, dan pendidikan yang berpengaruh pada sistem kepercayaan, tindakan berlandas nilai dan norma yang berbudi luhur. Ide yang muncul dalam  merupakan kreativitas pada kala itu yang juga luar biasa, karena dalam satu pertunjukkan saja bisa menampilkan berbagai seni maupun atraksi. Seni pertunjukan ini tidak hanya menampilkan wayang sebagai seni lukis, seni tatah, seni mengambar saja, tetapi ada seni suara, seni musik, hingga seni bercerita dan berdakwah dari top leadernya si pedalang.

Pada masa kemunculan wayang, tidak ada istilah event organizer  seperti sekarang ini, yang berorientasi pada pertunjukan bayaran. Pertunjukkan wayang dilaksanakan memiliki orientasi sebagai media penyebaran agama, dan pembangunan moral yang berbudi. Bahkan pementasan wayang ditujukan karena ada tasyakuran/hajatan, yang terlaksana dengan sinergi yang kuat antara pemerintah (Raja Demak), Seniman (Para Wali), hingga masyarakat (rakyat). Bersama bergotong royong, menampilkan konsep hiburan yang dibudidayakan melalui pengenalan tokoh, penyampaian cerita, diperkaya dengan tradisi masyarakat yang beragam. Dari sinilah mental dan watak masyarakat Indonesia terbentuk. Selain itu peran sentral dalang dalam pementasan wayang mampu menampilkan pertunjukkan komunikatif-informatif. Ini karena tema-tema kehidupan yang diangkat sangatlah dekat dengan kehidupan sosial masyarakat. Hal ini menegaskan juga bahwa wayang merupakan sebuah alat pendekatan masyarakat secara sosio-cultural.

Memperbandingkan konten kreatif wayang dengan konten kreatif budaya digital zaman sekarang sanggat jauh berbeda. Dimana dalam konten story telling wayang memberikan penegasan pada penyampaian dan penanaman budi pekerti, menuai dampak membentuk budaya dan karakter bangsa Indonesia, dengan salah satu contoh falsafah hidup seperti Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberikan daya kekuatan).

Sedangkan konten-konten kreatif zaman sekarang cenderung berkiblat pada budaya luar. Semisal budaya dance-fashion ala K-POP (Korea), cosplayer ottaku anime (Jepang), hingga film Box Office Hollywood (Barat). Memang tidak seperti wayang, budaya luar ini memiliki kecenderungan pada profit, dan penghasilan yang bersifat kapitalis. Itu memang bagus, patut diapresiasi, namun muncul kemudian pertanyaan seperti; Apakah budaya itu penting ? Dan bagaimana karakter sebuah bangsa dibangun oleh bangsanya sendiri? Lalu bagaimana nasib Wayang?

Generasi sekarang sebagai milenial tentunya tidak kekurangan bahan, apabila mau mengkaji, mengenal, bagaimana konsep wayang sebagai budaya sendiri. Hal inilah yang sebenarnya perlu dilakukan. Mencintai dan memberdayakan budaya sendiri. Ironis apabila konten kreatif yang disajikan, hanya berkiblat pada budaya milik bangsa lain. Konten-konten masa kini dibuat sekilas hanya bertujuan hanya berlandaskan keuntungan pribadi saja, mengenyampingkan unsur berkarakter Indonesia. Mau jadi apa ketika kelak budaya hanya menjadi timbunan materi. Uang bisa habis dan dicari, namun ilmu tidak bisa habis dapat dibagi dari generasi ke generasi inilah nilai budaya itu sendiri.

Informasi dan perubahan yang terjadi di dunia memang tidak bisa dihindari atau ditolak. Apalagi percampuran budaya semisal asimilasi, alkulturasi atau dalam bentuk yang lainnya. Tetapi sebagai bagian dari sebuah generasi, lucu saja apabila berpangku tangan, dan tidak peduli dengan budaya sendiri. Bukankah generasi milenial mempunyai sikap terbuka, mampu membawa perubahan, menjadi pelopor. Sehingga selalu ada solusi-solusi yang ditawarkan.

Harus ada tindakan nyata, misalnya memanfaatkan segala sumber daya secara kolektif maupun bernilai positif, demi merawat kebudayaan Indonesia. Tambahan era digitalisasi tidak akan menyempitkan pandangan. Justru inilah kesempatan emas memunculkan ide, gagasan baru dengan menampilkan wajah wayang Indonesia di pentas dunia. Celah selalu ada, untuk menuangkan ide-ide brilian. Manusia sebagai mahluk berbudaya pastinya bersifat dinamis, berubah namun jangan sampai hilang atau meninggalkan karakter keIndonesiaannya. Dengan era digital, selalu ada peralihan yang terjadi, wayang bisa dikonversi. Semisal menghadirkan wayang dengan ciri digital, entah itu pertunjukkannya, pembuatannya, atau wayang jenis baru. Konversi wayang dengan medium berbeda, yakni wayang bergaya milenial misalnya.

Apabila digambarkan pada tokoh dunia pewayangan generasi ini harus mantap dan kuat seperti Karakter Bima, cerdas dan cerdik seperti Krisna, jangan hanya mbebeki (mengekor budaya luar). Semua berada pada pilihan ditangan masing-masing. Menjadi generasi emas tidaklah sulit, hanya perlu mencatatkan sejarah sebagai generasi yang mengharumkan nama Indonesia. Dari ketokohan wayang kita bisa belajar bagaimana sebuah watak ideal seorang kesatria. Kemudian dari segi alur cerita seperti Ramayana, kita bisa belajar bahwa kita harus berjuang untuk apa yang kita cintai, berjuang dan tidak menyerah untuk mencapai sesuatu.

Bangsa Indonesia terlahir berdasarkan rasa integritas dan persatuan-kesatuan yang tinggi. Membangun sebuah generasi artinya membangun juga pendidikannya. Pendidikan yang bagaimana ? tentunya adalah pendidikan yang mampu meningkatkan kebudayaan itu sendiri, dengan adanya pendidikan budaya bisa ditransfer dari generasi ke generasi. Manusia sebagai mahluk berakal tentunya juga harus berevolusi untuk meningkatkan kualitas hidup, melakukan perubahan bernilai guna. Nilai-nilai yang sama seperti tujuan pendidikan nasional yang juga berasaskan pada Pancasila. Pendidikan yang memiliki tingkatan, dan bernilai kemanusiaan.

Perlu dipahami juga, bahwa budaya merupakan sumber nilai pendidikan karakter bangsa. Sebuah bangsa dikenali berdasarkan karakternya. Indonesia memiliki wayang, adanya wayang bisa menumbuhkan sikap empati, dan kepemilikan, bisa juga kemudian berkembang menjadi support system yang baik dalam menyelenggarakan pendidikan maupun kebudayaan. Jangan sampai kalah dengan budaya-budaya yang menjadi trend belakangan ini. Kita perlu menunjukkan dan membuktikan, bahwa Indonesia memiliki wayang sebagai ciri khas dan harta karun yang mampu menguncangkan dunia. Wayang milik kita generasi milenial, dan kita adalah Indonesia. Wayang merupakan budaya nasional, bukan budaya Impor. Pengindonesiaan dengan pementasan dan memperluas jangkauan budaya wayang penting dilaksanakan. Alasannya, karena kehadiran wayang merepresentasikan pendidikan, psikologi, filsafat, dan watak hidup bangsa Indonesia.




*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.