Pesan Nabi Khidir
Oleh: Aji Muhammad Said
Dalam Al-quran
hubungan antara Nabi Khidir dan Nabi Musa tergambar melalui sebuah ayat. Yakni
“Dan bagaimana
kamu dapat bersabar atas sesuatu yang belum kamu mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang itu?” (Qs. Al- Khafi:68). Sebuah pesan
yang disampaikan diawal dan disetiap perbincangan antara Nabi Khidir dengan
Nabi Musa. Kuncinya adalah bagaimana mengendalikan diri untuk senantiasa
bersabar. Kesabaran menuntun pada sikap kehati-hatian, sikap kesiapan untuk
waspada terhadap apa yang akan terjadi.
Proses bertemunya Nabi
Khidir dan Nabi Musa itu merupakan sebuah nilai yang memang harus dipelajari
secara mendalam. Didalamnya ada pemaknaan ilmu. Pemahamannya tidak dipelajari
seketika begitu saja. Ilmu itu bermacam-macam. Penyampaiannya dilakukan melalui
bahasa isyarat, bahasa gerak, bahasa kias, bahasa simbolis. Ada yang memakai
bahasa qalbu disampaikan melalui mimpi, setengah sadar. Pelajaran seperti itu
memang tidak bisa disampaikan melalui lisan kepada orang yang belum bisa
memahaminya. Sehingga dalam pencariannya, ada yang melalui berbagai pintu, dan
pintu itu bisa dibuka dengan masuk ke dalam, dan dibuka untuk keluar. Maka dari
itu mulailah berdzikir untuk mempelajari itu semua. Hal ini untuk menghidupkan
perasaan lahiriah, perasaan akal, dan perasaan qalbu.
Pesan Nabi Khidir
kepada Nabi Musa menjadikan proses pembelajaran yang dapat menjadi bekal.
Sebaik-baiknya bekal adalah ilmu yang bermanfaat. Pesan Nabi Khidir yang
memiliki makna mendalam adalah, suatu hari, kita sebagai manusia tidak dapat mengelak dari kesalahan karena pada
saat-saat tertentu akal pasti
melanggar larangan-Nya, maka pintalah ridha
Allah dengan melakukan perbuatan baik.
Selain itu Nabi Khidir a.s.
memperingatkan Nabi Musa a.s. dengan nada kontroversial. Pada satu sisi, ia
menyuruh Nabi Musa a.s. untuk menjalankan kebaikan, namun dalam sisi yang lain,
ia memvonis bahwa kesalahan harus terjadi. Sampai kapan pun, akal manusia tidak
akan mampu mencapai kehendak Allah swt. Bila sudah pada tahapan ini jangan
gunakan akal manusia, tapi gunakan akal kalbu. Bahkan jika perlu redam akal
kalbu, sehingga yang muncul adalah kehendak-Nya. Apabila masih dalam pemikiran
akal/otak manusia, sesuatu yang menjadi rahasia-Nya tidak akan ditampakkan.
Ilmu yang
disampikan Nabi Khidir, tidak hanya menjadi ilmu di dunia saja. Namun ilmu
tersebut bisa menjadi bekal
sesudah mati, bentuknya adalah
sabar lahir dan batin, menjalankan kehidupan yang tidak lepas dari kehidupan
manusia, yaitu kehidupan lahir dan batin. Dalam rangka menyiapkan bekal untuk hidup
setelah kematian, hidup dalam kematian, dan menderaskan aliran ma'ul hayat.
Aliran ma’ul
hayat ini, mewujud menjadi empat tempat dalam diri manusia yang ditempati
yaitu raga, qalbu, roh, dan Nur Muhammad.
a. Ma'ul Hayat dalam raga:
berpengaruh pada kesehatan manusia, sepanjang manusia itu menjalankan dzikir
lisan/dzikir nafas. Pengaruhnya berupa meningkatkan kekebalan tubuh, mengokohnya daya tahan
tubuh, semakin cepat daya sembuh, semakin kuat daya tangkap pikiran, mantap
dalam berpikir. Pengaruh tersebut akan menjadi lebih kuat apabila diterapkan ke
seluruh tubuh, dzikir merasuk dan menggerakkan badan.
b. Ma'ul Hayat dalam qalbu:
jika ma'ul hayat telah masuk qolbu, maka membuka ilmu-ilmu yang bermanfaat di
dunia dan di akhirat, juga ilham yang datang dari Allah swt. Ma'ul Hayat ini
mengubah cahaya iman menjadi cahaya ketakwaan, dan cahaya penerimaan ilmu
menjadi cahaya penyampaian ilmu. Hal ini memberikan kemudahan, ketika awalnya
sulit menyampaikan sesuatu, menjadi diberikan kemudahan dalam menyampaikan sesuatu.
c. Ma'ul Hayat dalam roh:
berlandaskan pada dzikir lisan/dzikir napas, berkembang ke dzikir qalbu, dan
terdengar dzikir roh. Setelah sampai pada roh barulah ma'ul hayat dalam roh
mempengaruhi penyucian roh, menjadi fitrah. Merambat dan mempengaruhi
organ-organ tubuh.
d. Ma'ul Hayat pada Nur
Muhammad: fungsinya untuk menemani, menunggu kedatangan ma'ul hayat dalam roh.
Roh dijemput setelah disucikan lewat dzikir, setalah itu roh dibawa untuk
menghadapNya.
Mati dalam Kehidupan
Dalam falsafah jawa
menyebutkan bahwa "urip sajeroning pati". Kematian menjadi jalan
terhapusnya diri, yakni ketiadaan yang sebenarnya serta sepenuhnya lebur dalam
kefanaan. Sebagai seorang yang bermagrifat, dirinya akan mengalami kefanaan
dalam diri mereka sendiri, serta bangkit kembali ketika menghadap Allah swt.
Dalam kefanaan tersebut, tidak akan ditemui ketiadaan, karena mereka tidak
melihat kehadiran mereka sendiri. Mati dalam kehidupan berarti hidup dengan
mematikan hawa nafsu, seakan-akan tidak berhawa nafsu. Semua keinginan
dimatikan, seakan-akan tidak berkeinginan. Hidup menjadi pasif, tetapi tidak
menjadi pasif karena masih menjalankan kehidupan, peribadatan, dan urusan rumah
tangga, dll. Dalam mempelajarinya harus matang sebagai manusia, karena
bagaimanapun manusia hidup dalam kematian.
Hidup dalam kematian
Sebuah hadits rasull berbunyi;
"Bekerjalah untuk mendapatkan duniamu seolah-olah kamu tidak akan mati
atau hidup selama-lamanya. Bekerjalah untuk mendapatkan akhiratmu seolah-olah
kamu akan mati atau menjadi mayat esok hari". Makna dari hadits tersebut
adalah apa yang harus kita kerjakan adalah menghidupkan roh dan kalbu. Kalbu
dihidupkan melalui zikir lisan/napas. Penyalurannya adalah darah melalui
saluran nadi. Sementara itu, roh dihidupkan melalui dzikir qalbu yang masuk
kedalaman qolbu, menerobos ke jiwa, lalu masuk kedalaman roh. Roh pun diajak
berdzikir. Dengan demikian, untuk menghidupkan roh, kita harus menghidupkan
qalbu terlebih dahulu.
Kehidupan roh dengan
dzikirnya akan menghidupkan organ tubuh yang bersifat ghaib, misalnya hawa
nafsu. Menghidupkan disini menggerakkan kearah kebaikan. Dalam keadaan baik itu
semua organ tubuh yang bersifat lahir maupun ghaib berzikir memuji kebesaran
Allah. Mereka menjadi satu kesatuan memuji kebesaran Allah, berjamaah sangat
besar, dan berjumlah banyak. Tak terhitung dalam ucapan suara, waktu, anggota
tubuh yang menyatu.
Dengarkanlah dzikir rohmu,
karena rohmu sudah bertasbih kepadaNya. Dengan mendengarkan dzikir rohmu,
hiduplah seluruh pemikiran, perasaan, penglihatan, dan sebagainya. Di akhirat
nanti, roh bertanggung jawab atas semua perbuatan, sedangkan seluruh anggota
tubuh, baik lahir
maupun gaib, hanya akan
menjadi saksi. Dalam
perjalanannya manusia akan menemui berbagai macam hal. Mereka akan sadar, bahwa orang yang berkeinginan tidak akan
mendapatkan apa-apa,
tetapi orang yang tidak berkeinginan akan mendapatkan apa yang ia tidak
sangka-sangka.
Oleh karena itu hilangkanlah keinginan, jalankanlah kehendakNya. Karena pada
dasarnya hidup ini menerima, dan menghamba pada apa yang Allah beri dan
amanahkan kepada kita.
Kesederhanaan
Dengan hidup sederhana,
ingatan akan selalu tertuju pada Allah swt., hidup dalam kemewahan akan
mengakibatkan lupa diri terhadap Allah. Hal ini disebabkan diri yang hanya akan
mengingat harta yang mempunyai kecenderungan ke arah bakhil. Banyak orang yang berhasil ketika diuji dengan kemelaratan.
Sedikit yang berhasil ketika diuji dengan kekayaan. Kuncinya adalah hidup
mengutamakan kententraman hati, bukan kehidupan lahiriah. Dalam hati hanya selalu
diisi oleh Allah, tiada yang lain, keridhaan Allah lah yang utama.
Dalam filosofi jawa ada
istilah tapa ngrame (bertapa dalam
keramaian). Melakukan apapun atas dasar perintah Allah. Di dunia yang ramai
ini, jika ada orang yang meminta pertolongan dalam bentuk apapun maka tolonglah
dengan ikhlas walaupun diri dalam keadaan fakir. Selain itu dengan sholat dan menginggat
Allah menjadi kunci dari setiap masalah. Hal ini sesuai dengan surat Al Ankubat ayat 45, yakni, " Bacalah apa yang
telah diwahyukan kepadamu, yaitu Alkitab (Alquran) dan dirikanlah salat.
Sesungguhnya, salat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.
Dan, sesungguhnya, mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya
dari ibadah-ibadah lain). Dan, Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Melalui jalan
menginggat Allah kita akan dengan mudah menahan dan menyingkirkan sifat-sifat
yang kurang baik. Adanya berzikir menjadikan ketentraman dan ketenangan hati, landasi setiap
hal dengan itu semua, insyaallah kemudahan yang kita dapat. Berdzikir menjadi
pintu rahmat, menjadikan diri mempunyai sikap yang terbuka pula. Maka kita
harus senantiasa sadar, mawas diri. Menutup kekurangan diri sendiri sama dengan menutup diri,
tidak mau menerima apa pun yang datang dari luar diri. Jika begitu,
kebodohanlah yang diperoleh. Sebaliknya sifat terbuka terhadap segala hal akan
membuka hal-hal yang tersembunyi, termasuk ilmu Allah.
Imam Al Ghazali menyebutkan
bahwa seandainya kita
memandang ke ara ilmu, niscaya kita
melihatnya begitu lezat sehingga mempelajarinya karena manfaatnya. Kitapun
niscaya mendapatkannya sebagai sarana menuju akhirat serta kebahagiaan juga
sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah swt., Hal yang tinggi peringkatnya, seagai
hak manusia, adalah kebahagiaan abadi. Sementara itu hal yang paling baik adalah sarana
ilmu tersebut, yakni amal yang mengantarkan kita pada kebahagiaan tersebut. Jadi,
kebahagiaan mustahil tercapai tanpa ilmu serta amal. Amal pun tidak akan
tercapai, kecuali dengan ilmu. Jadi, asal kebahagiaan dunia dan akhirat itu
sebenarnya adalah ilmu (Abu al Wafa':182).
Ilmu kita harus tepat
dengan hati kita dengan aqidah kita dengan ahlak kita. Untuk apa punya ilmu
tidak tepat dengan aqidah. Untuk apa dunia yang tidak menyatu dengan Allah di
dalam diri kita. Untuk apa kita beriman tapi tidak dapat mengolah dunia kita.
Beriman itu ada supaya diri kita punya pijakan punya pegangan, agar dunia ini
aman, itulah prinsip hidup manusia. Islam itu ya, mengamankan. Carilah temuilah
kuasailah dirimu lalu arantsementlah seluruh akal pikiran hati dan potensi
untuk hal-hal baik.
*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.