Minggu, 13 Oktober 2019

Opini_Memelihara Keluarga


Memelihara Keluarga
Oleh: Aji Muhammad Said

dok. pribadi 

Surat Al-Mu’minun Ayat 115
 أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Arab-Latin: A fa ḥasibtum annamā khalaqnākum 'abaṡaw wa annakum ilainā lā turja'ụn
Terjemah Arti: Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?

Surat Al-An’am Ayat 103
 لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ۖ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Arab-Latin: Lā tudrikuhul-abṣāru wa huwa yudrikul-abṣār, wa huwal-laṭīful-khabīr
Terjemah Arti: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Dasar berkeluarga adalah ilmu (mengaji). Manusia jangan sampai berpegangan pada dunia. Bepeganglah dengan ilmu terutama dalam mengalah. Allah itu senantiasa memberikan petunjuk dan jalan. Usahakan membaca Al-quran, kitab dan hadits karena itu isi tata cara perilaku Kanjeng Nabi, itu memberikan manfaat dan tuntunan. Ada amalan yang senantiasa bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ahlak terjaga, kita terhindar dari kegiatan zolim. Kemudian dapat membangun ilmu yang bermanfaat, jangan hanya membangun hal-hal yang bersifat materil. Kegiatan duniawi akan berakibat konflik duniawi.

Menikah itu sunah, ada kesiapan yang matang tapi juga bergantung pada ilmu dan keseimbangan pada hawa nafsunya. Mencari pasangan dilihat dari agamanya, secara lahiriah, secara dohir terlihat. Orang yang paham agama senantiasa bisa memahami halal, haram, sunah, mubah, makruh dalam segala sesuatunya. Mencari jodoh ada dengan kenalan, ada dengan  perjodohan itu diperbolehkan, taaruf pun diperbolehkan.  Namun harus diamati yang mudah dalam melihatnya adalah dengan melihat cara ibadah orang secara dohir dan ahlak dalam perilakunya sehari-hari. Ketika Allah memperlihatkan baik maka itu baik buat kamu. Lihat keperawakannya, 'litaskunu illaiha', karena menikah itu sunahnya Kanjeng Nabi. Tirakat seseorang yang belum menikah menyertakan doa untuk dirinya, istrinya kelak, anaknya kelak, hingga cucunya kelak itu akan menjadikan baik untuk dirinya. Perbanyak berzikir untuk kita, agar senantiasa ingat pada Allah. Setiap kita berdzikir, insyaaah doa-doa diijabahi, diberikan jalan.

Dalam pendekatan ada cara untuk mengamati calon pasangan. Kanjeng Nabi mengajarkan, bahwa dalam memilih perempuan, dilihat dari agama, nasab, dan hartanya. Ketika yang lain sulit, tapi agamanya baik maka bisa menjadi jalan pertimbangan. Agama bergantung pada istri. Pendidikan anak pertama sebelum masuk dunia adalah ibu, dimana ibu yang mengajari itu semua. Ketika mencari pasangan bisa dilihat dari ibunya, karena buah tidak lepas dari pohonnya. Perhatikan juga nasab, bahwa seseorang berketurunan dari siapa, perilakunya kemungkinan akan sama. Menikah niatkan dengan ibadah (seseorang menikah separuh agamanya sempurna). Itu ada dasaranya, ketika sudah menikah pahala meningkat dari 1 menjadi 27 derajat. Cara mengetahuinya bagaimana ? yakni setelah menikah apakah pribadinya menjadi lebih baik dari sebelumnya ataukah menjadi lebih buruk.

Berkaitan dengan itu semua ada kitab qurotul uyun bisa dibaca setelah menikah. Selain itu Kanjeng nabi mengajarkan sholat istiharoh dalam memilih sesuatu. Apabila sudah berniat maka insyaallah ada jalan. Posisi laki-laki dalam keluarga itu adalah kepala keluarga. Jangan sampai aturan apapun yang menggerakkan adalah perempuan, kecuali adalah urusan pengelolaan sandang-pangan.

Laki-laki memiliki tanggung jawab besar. Ketika berkeluarga tetapi yang diutamakan adalah ibu kandungnya. Ajarkan bahwa dalam hidup bekeluarga seorang istri mendukung suami untuk berbakti kepada orang tua, dan seorang suami harus mengajarkan istri untuk taat kepadanya. Hidup itu tetap berjalan, insyaallah ada jalannya. Sudah menikah usahakan miliki rumah sendiri, ini meredam konflik. Saling mengisi dibangun dengan berjalan. Cara mendidik Istri, yakni setelah menjadi suami istri ada tanggung jawab mengajak sholat, mulang ngaji. Mintakan petunjuk pada Allah, ketika itu semua terjadi maka hanya Allah yang memberi pertolongan. Waspada itu boleh, tapi keadaan was-was dalam keragu-raguan harap ditinggalkan, itulah ajaran Kanjeng Nabi.

Kewajiban nafkah, itu double yakni kepada orang tua dan istri. Istri dinafkahi itu wajib sifatnya, sedangkan orang tua itu sunah. Segala sesuatunya itu akan terlatih seiring berjalannya waktu. Kamu akan menjadi baik, kalau kamu niatkan segala sesuatunya baik. Memilahara keluarga itu menjaga agama. Ada keluarga diberikan fasilitas duniawi, namun tidak bisa menyeimbangkan secara agama. Segala sesuatu itu ada ilmunya. Maka setiap tindakan ada tuntunannya bukan sekedar ilmunya saja. Jangan sampai keluarga kita buta agama, itulah dalam Al-quran diajarkan untuk memilihara keluarga. Orang yang berpegang pada Agama maka kegiatan apapun akan selamat dunia dan akhirat.

Mertua dan orang tua itu cara memperlakukannya berbeda. Ada istilah anak aran, yakni apabila tidak menikah dengan anaknya maka tidak akan menjadi orang tua (mertuanya). Perbandingannya adalah orang tua kandung yang utama, kemudian orang tua guru, kemudian mertua. Selain orang tua dalam golongan itu hanya wajib dihormati, diberikan bakti saja.

Menikah itu membukakan pintu rizki. Ada orang setelah menikah dimudahkan dalam rejekinya. Kesiapan diri itu penting, terutama siap dalam menerima kehidupan  bersama. Tanggung jawab itu amanah, Gusti Allah menguji seseorang dalam berkeluarga dengan suami-istri, orang tua, mertua, Allah mengujinya dalam lingkaran itu saat kita memiliki masalah pada saat itu juga Allah memberikan solusinya. Semua ada masalahnya, namun ada ilmu untuk mengatasinya. Kehidupan manusia akan dianggap berhasil, apabila mampu mengatasi itu semua. Ilmu yang dimaksud disini adalah mengaji agama secara terus-menerus tidak ada batasan usianya.

Sebelum berkeluarga, tempatkan diri dalam keluarga batih seperti apa. Menjaga keluarga, itu memelihara keluarga, bukan sekedar transaksi duniawi. Tanggung jawab terbesar itu pada orang tua, banyak orang tua memberikan tuntutan, jarang memberikan tuntunan. Solusinya itu dengan komunikasi duduk bersama. Dimana ujung muaranya adalah bagaimana memperlakukan keluarganya dengan baik. Percuma sholat lima waktu, jikalau ahlaknya saja tidak dibangun dengan baik.

Selain itu, ada persiapan ke dalam ada persiapan ke luar. Ada yang harus disiapkan dalam diri yakni fisik (jasadiah) penyempurnaan jasad secara fisik, Persiapan nafsiah, yakni kesiapan mental. Siap memakan sesuatu yang tidak suka, dan siap tidak memakan sesuatu yang ia suka. Ada persiapan sepiritual ruhiah, yakni kesiapan apa yang ia percayai, yakni iman. Kemudian ada aqliyah, yakni memahami akal intelektual, dalam kehidupan ada strategi dalam bertahan hidup. Dalam ketidak pastian bergantunglah sesuatu hanya pada Allah. Musuh utama manusia adalah keinginannya. Jangan terikat oleh ikatan materi tapi terikatlah oleh ikatan rohani. Pada hakekatnya anda akan menyatu pada Allah.

Puncak pengetahuan adalah segala hal yang tidak berkaitan dengan pengetahuan itu sendiri. "Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). Mengapa mereka tidak mau beriman? (Qs.al-Insyiqaq: 19-20). Derita akan menimpa setiap manusia, apapun pekerjaannya. Sebab ketika seseorang tidak menderita, tidak gila, dan tidak merindukan sesuatu, niscaya ia tidak akan pernah sampai kepadaNya. Sesuatu tidak akan didapat dengan mudah tanpa adanya derita, entah itu kesuksesan di dunia maupun kesuksesan di akhirat, kekayaan maupun kekuasaan, maupun ilmu atau bintang gemintang. Seandainya Maryam tak merasakan derita saat melahirkan, maka ia tak akan pernah sampai pada pohon yang penuh berkah.

Dijadikanlah indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."(Qs.Ali 'Imran: 14). Kata-kata "dijadikan indah" Dalam firman Allah diatas mengindikasikan bahwa semua hal tersebut tidaklah indah, sebab segala keindahan yang tersimpan di dalam semua itu berasal dari tempat yang lain. Laksana uang palsu yang disepuh dengan emas; dunia merupakan gelembung buih ini adalah uang palsu yang tak berharga dan tak bernilai, sementara kitalah yang menyepuh uang palsu itu dengan emas, dan kemudian kita jadikan perhiasan yang tampak indah di mata manusia.

Sesungguhnya kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tapi semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan menghianatinnya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (Qs.al-ahzab:72).

Istikomah itu seperti tongkat musa, dan godaannya seperti penyihir fir'aun: ketika istiqomah muncul, ia akan menelan segala tipu daya firaun itu. Jika kamu teguh pada jalan lurus ini, maka kamu sama saja menyelamatkan dirimu sendiri.Sebab dengan keteguhan itu kamu sampai kepada Allah.

Renungkankah hal ini baik-baik, akan kalian dapati bahwa asal segala sesuatu adalah diri kalian sendiri, dan segala sesuatu yang lain adalah tadi adalah cabang dari diri kalian sendiri. Jika cabang itu memiliki banyak perincian, keajaiban , dan bentuk-bentuk luar biasa yang tak berujung, maka renungkanlah apa yang kalian miliki karena kalian adalah asal dari segala sesuatu itu.

Ketika cabang-cabang itu mengalami ketimpangan, kemerosotan, kebahagiaan, dan ketidak beruntungan, renungkanlah dirimu yang menjadi asal dari semua itu; apa saja yang membuat dunia spiritual (roh) kalian mengalami semua itu. Roh seseorang memiliki karakteristik seperti itu, dan akan melahirkan hal-hal seperti itu juga. Karena memang pada dasarnya seorang manusia suda seharusnya seperti ini.


  *Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.






Kamis, 03 Oktober 2019

Opini_Hidup Kembali


Hidup Kembali

Oleh Aji Muhammad Said

dok. foto pribadi

Setelah hidup terus mati, setelah mati terus hidup, kehidupan manusia prosesnya seperti ini. Memahami kematian dengan mata mautun, yang berarti mati itu adalah momentum. Karena pada dasarnya Kholidina fiha abada, kita hidup abadi tapi kita harus siap perubahannnya, transformasinya. Melalui kematian kita bisa hidup kembali, menjalani proses yang memang benar-benar Allah gariskan kepada kita.

Persiapan dalam kematian tentunya tidak luput dari pengolahan kehidupan. Sebagaimana manusia harus senantias tafakur, tadabur, dan dzikir. Dimana tafakur itu merupakan, olah pikir ke dalam atas ketauhidan, tadabur adalah pengejawantahan Al-quran dalam hidup, dan dzikir adalah olah pikir ke luar dalam diri manusia. Karena pada dasarnya, hidup itu keluar masuk, keluar masuk. Hal ini dimaksudkan agar terjadi keseimbangan. Manusia harus seimbang dalam kehidupannya kalau tidak hidupnya bisa kacau, hidup dengan keragu-raguan, ketidak jelasan.

Dalam hidup ini, manusia menemui berbagai proses, yang tidak luput dari sesuatu yang buruk. Beberapa hal yang sering kita sebut negatif, sebagai contoh : gagal, kemudorotan, keapesan, kerugian. Itu menjadi sumber energi, apabila kita syukuri momentumnya, ada istilah ‘alhamdulillahi’, yang berarti itu merupakan wujud penerimaan atas apa yang Allah kehendaki. Itu akan menjadi sumber cahaya bagi kehidupan kita. Sebagai momentum bagaimana kita bermesraan kepada Allah. Momen kita mengenal tajali Allah.Karena sesungguhnya kehidupan ini merupakan proses yang tak berkesudahan, pencarian terus-menerus, sampai kembali kepada Allah (Magrifatullah).

Awali semuanya dengan sudut pandang milik Allah, posisi anda disebuah tempat pun karena Allah. Kata kematian jangan jadikan sebagai kata untuk memutus segalanya. Jangan jadikan sebagai kata informasi yang kaku. Kematian harus kita terima dengan sudut pandang informatif. Sehingga ketika kita menerima informasi, tidak terpaku pada teknisnya saja, kata bakunya saja. Hal ini dikarenakan setiap kata memiliki rasa, dan makna, bergantung keadaan, yakni situasi dan momentumnya. Jangan dilihat literal, jangan dianggap secara teknis tapi harus logis. Semuanya berkaitan, jadi jangan ambil satu sisi saja dalam sebuah ilmu, tapi ambilah ilmu dari lingkar pandang, bukan sudut pandang. Hal ini sama konsepnya ketika tawaf, kita tidak berdiri pada satu posisi saja, melainkan mengelilinginya memutarinya. Hal ini untuk memperoleh sudut yang tak terhingga, sisi yang tak terhingga. Itulah hakekat kehidupan.

Perumpamaan selanjutnya adalah kakbah, setelah kakbah anda kelilingi itu menjadi puncak energi yang akan kita dapatkan, puncak kehidupan yang kita dapatkan. Kakbah secara administrasi Tuhan letaknya adalah di Makkah dan Madinah, namun secara spiritual, kabah letaknya berada di dalam hati dan kesadaran diri.  Kakbah yang sejati adalah kabah yang kau dirikan didalam hidup kita, karena sejatinya Allah berada di dalam dirimu, dalam cintamu, ada dalam jiwamu.

Jangan melihat sesuatu itu dengan mata sendiri melihatlah sesuatu karena Allah, dengan mata Allah. Manusia akan hidup rukun karena memiliki tujuan yang sama untuk Allah. Manusia itu hanya sebatas tahu saja tentang kebenaran, yang tahu kebenaran pastinya hanyalah Allah. Kebenaran ada tempatnya dan kejujuran ada tempatnya, semua itu ada hitungannya.Yakinlah pada keyakinanmu, tanpa menyalahkan orang lain. Aurotkanlah sesuatu yang harus kamu aurotkan, benar belum tentu bagus, dan bagus belum tentu benar. Hidup itu ada yang cair ada juga yang padat. Posisi manusia hanya pada ia merasakan semuanya. Setelah ia merasa ia akan tahu ilmu apa yang akan ia dapat. Ilmu itu adalah jawaban dari apa yang kita percaya, dan yakini. Kunci itu semua adalah bagaimana kita meletekkan kebenaran, sama seperti kejujuran. Kunci kesehatan adalah pada kejujuran, dan ketulusan hati.

Namnu zaman ini mulai muncul sebuah kehidupan hologram. Kehidupan yang tidan mencerminkan kehidupan aslinya. Kehidupan yang dipenuhi kepura-puraan. Kehidupan yang dibangun dengan tema kesenangan duniawi. Tataran yang menjebak manusia. Zaman ini, mulai dibuat bentuk-bentuk kepalsuan. Nomor satunya adalah pencitraan. Seperti halnya, contoh bahwa, di dunia ini yang terpenting bukan ayam, tapi rasa ayam. Kita direkayasa untuk ditutupi disembunyikan. Kepalsuan itulah, yang menjadi makna aslinya, misal apabila ada satu, kemudian penyebutannya dijadikan dua.

Manusia dalam mencari kebenaran dibekali ilmu-ilmu, pada proses pengalaman qolbu dan sepiritualnya, diantarkan pada istilah taqwa dan bekal keyakinan. Dalam filosofi hidup orang jawa, ada ilmu yang dapat membaca hal-hal demikian. Ilmu katuranggan menjadi, ilmu dalam melihat sebuah keadaan. Di mana pada intinya manusia diajarkan untuk jangan tertipu oleh barang yang terlihat. Jangan dibohongi oleh hal yang tampak. Lihatlah sorot matanya, lihatlah urat-urat wajahnya. Wajah yang mencerminkan momentum, wajah yang mencerminkan keadaan, bagaimana karakter suasana, hingga mimik ekspresi yang ditampilkan.  Setiap keadaan memiliki makna, dan setiap kata memiliki rasa.

Sebagai contoh adalah orang yang takut tapi berkata-kata bahwa dirinya tidak takut. Orang yang demikian sebenarnya adalah orang yang membesar-mbesarkan dirinya supaya, ia tidak takut. Ia membesar-besarkan hatinya. Padahal di dalam dirinya terdapat ketakutan. Hal ini sama seperti menipu daya diri. Orang yang berani bukan berarti ia tidak takut, tapi ia tidak sadar ia berani.  Apabila kita paham, ketakutan itu wajar, apabila ketakutan tersebut ditujukkan pada tempatnya. Setiap manusia pun akan diuji dengan dua hal, pertama yakni kerinduan yang dahsyat atas harapan nikmat yang diberikan. Kedua yakni, dengan ancaman yang keras melalui siksa yang mengerikan. Hidup-hiduplah setelah mati, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.” ―QS. 3:173.


 *Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.