Citra Perempuan Dalam Iklan
Oleh: Aji Muhammad Said
Sumber ilustrasi: http://cdn-media.viva.id/thumbs2/2008/11/14/58729_foto_ilustrasi_gosip_663_382.jpg
Perempuan
memang hampir selalu ada dalam setiap iklan. Baik sebagai tokoh sentral produk
yang berkaitan dengan perempuan, bahkan sekadar jadi pelengkap dalam iklan
produk laki-laki. Perempuan selalu ada di sana, mengambil sebuah peran.
Seberapa tidak pentingnya peran tersebut.
Peran
ini yang sarat bias. Tentu saja bias gender, karena ini berkaitan dengan
penggambaran atau representasi perilaku yang bisa memperkuat stereotip yang
melekat pada peran, fungsi dan tanggung jawab perempuan. Satu yang paling
gampang terlihat adalah eksploitasi perempuan. Eksploitasi ini bisa dalam
bentuk eksploitasi tubuh perempuan, bahkan untuk tingkat lebih tinggi
penggambaran perempuan sebagai objek seks.
Eksploitasi dan penggambaran
perempuan sebagai pelengkap bagi pria ini cukup sering kita jumpai. Bias gender
lain yang tak kalah banyak di layar kaca adalah pengukuhan stereotip perempuan
sebagai pelaku pekerjaan domestik. Perempuan selalu ada dalam iklan kebutuhan
rumah tangga. Iklan pembersih lantai, karbol kamar mandi, bumbu dapur, pelicin
pakaian, mi instan, dan lain-lain. Bahkan untuk iklan produk anak dan kesehatan
keluarga. Perempuan seolah punya tanggung jawab penuh atas apa yang terjadi di
dalam rumah.
Televisi masih mengkonstruksi bahwa
perempuan merupakan pekerja domestik. Kebanyakan wanita merasa bangga akan
predikatnya sebagai ibu rumah tangga semata serta berpikir bahwa menjadi wanita
yang mandiri dan berkarir dapat mengancam ketentraman rumah tangga, yang adalah
tanggung jawab utama kaum wanita tersebut (Munandar dalam Widyastuti Purbani,
1999). Padahal, peran dan fungsi di rumah tangga dalam kehidupan nyata bisa
dibagi dengan figur ayah. Tetap saja, yang didapat dari televisi sejalan dengan
yang kita dapat kala belajar membaca di bangku sekolah dasar: ayah pergi
bekerja, ibu memasak di dapur, Ani mencuci piring dan Budi bermain bola.
Sama seperti iklan produk kecantikan
lain, iklan ini menggunakan silogisme yang sudah awam. Perempuan merasa tidak
sempurna, ia minder. Perempuan itu menggunakan produk yang diiklankan, masalah
hidupnya teratasi, dia pun percaya diri dan mendapat perhatian yang diinginkan.
Sekian. Untuk hal ini, sepertinya pemirsa sudah hafal betul.
Namun yang tidak semua orang bisa
menyadari adalah motivasi perempuan yang dicitrakan di iklan ini. Dia ingin
menyampaikan idenya hanya agar jadi pusat perhatian dan agar temannya ingin
keluar bersamanya. Itu saja. Tidak ada keinginan agar karirnya pesat, atau pun
untuk kemajuan pekerjaan yang dia kerjakan. Perempuan, meski sudah di ruang
publik, sudah dicitrakan sebagai orang yang berpendidikan, tetap saja
digambarkan dangkal secara pemikiran.
Masih dengan citra dangkal
perempuan, masih pula dengan produknya Vaseline, iklan Vaseline Healthy White
Perfect 10 juga menampilkan perempuan yang motivasi dia mempercantik diri hanya
untuk memikat lawan jenis. Sedikit mengingatkan, iklan ini dijalin dengan
pertanyaan, “Kamu ingin sempurna untuk siapa?” dari narator. Iklan dengan
konsep testimonial ini menampilkan beberapa perempuan yang menyebutkan
sederetan nama laki-laki.
Perempuan sering sekali digambarkan
sebagai makhluk yang tidak rasional, cepat panik, lemah, emosional dan
sebagainya. Bandingkan dengan pencitraan laki-laki yang senantiasa digambarkan
sebagai makhluk yang maskulin, pelindung, kuat, berwibawa dan rasional.
Perempuan melulu digambarkan sebagai manusia yang selalu peduli dengan rumah
tangga dan penampilan fisik, sementara kepedulian pria ada pada pekerjaan,
bisnis, urusan publik, olahraga, otomotif dan sebagainya. Ironisnya, banyak di
antara kaum wanita sendiri tidak menyadari bias iklan tersebut, bahkan
menganggapnya sebagai suatu hal yang wajar dan tidak perlu mempersoalkannya
lagi (Deddy Mulyana: 1997).
Standar perempuan cantik juga dibentuk
oleh televisi. Tinggi, putih, ramping, rambut lurus panjang. Seolah-olah, kalau
tidak seperti ini, perempuan tidak cantik, dan masih kurang. Mereka yang tidak
memenuhi kriteria ini pasti digambarkan tidak percaya diri dan melihat temannya
yang memenuhi kriteria ini dengan iri. Standar seperti ini yang membawa para
remaja putri berbondong-bondong membeli produk pemutih kulit dan penghilang
jerawat agar kulit mereka halus mulus. Padahal cantik tidaklah sedangkal dan
sesempit itu.
Sudah selayaknya masyarakat sadar
bahwa semua yang ada di televisi merupakan hasil konstruksi untuk mencapai
hasil tertentu. Pembuat iklan punya tujuan agar iklan mereka melekat di benak
pemirsa, agar kemudian bisa memengaruhi pemirsa untuk membeli produk yang
diiklankan. Ini kenapa iklan selalu tampil hiperbol. Bahkan untuk iklan yang
paling halus sekalipun, pasti sudah melewati proses bentukan tertentu.
Televisi memiliki sifat audio
visual. Ini memungkinkan apa yang dilihat dan didengar dari televisi lebih
gampang melekat dalam benak kita. Jika terus-terusan dijejali dengan hal yang
bias, pandangan kita terhadap realitas tentu juga akan bias. Perlu disadari
bahwa dampak iklan dapat mengukuhkan pemahaman yang ada di masyarakat atau pun
mampu membuat kecenderungan baru (Ashadi Siregar, 2000).
Kita yang terus dijejali bahwa
cantik itu rambut lurus panjang, pasti akan meluruskan rambut keriting kita.
Kita yang berkulit sawo matang, pasti setengah mati menggunakan produk pemutih,
yang mungkin bisa berefek negatif pada kulit dalam jangka panjang. Begitu juga
dengan pemikiran bahwa posisi perempuan inferior dibanding laki-laki. Padahal
perempuan dan laki-laki punya peran yang tak bisa diukur secara hierarki.
Kesadaran masyarakat dalam
meliterasi media sebenarnya sangat diperlukan sesuai dengan meningkatnya
kuantitas masyarakat mengkonsumsi media. Tanpa literasi media, masyarakat akan
menelan apa yang diberikan media. Padahal pesan dari apa-apa yang tidak
terlihat di televisi jauh lebih berbahaya dari pesan yang terlihat. Pesan yang
laten inilah yang bisa mengubah cara pandang, hingga menggeser nilai-nilai yang
ada dalam suatu masyarakat. Jika kita belum bisa berharap pada insan
pertelevisian untuk menyajikan tayangan sehat, setidaknya kita bisa memilih
mana yang sehat untuk kita konsumsi.
Representasi Ideologi Peran Perempuan dalam Film “Demi Ucok”
Sumber Ilustrasi: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/c/c2/DEMIUCOKPOSTERFILM.jpg/230px-DEMIUCOKPOSTERFILM.jpg
Film berjudul Demi Ucok karya Sammaria Simanjuntak menghadirkan cerita yang unik mengenai kehidupan perempuan-perempuan yang memiliki ideologi yang kuat. Film ini mengisahkan kehidupan seorang ibu dan anaknya yang bersuku batak. Karakter Utama dalam film ini digambarkan adalah seorang ibu bernama Mak Gondut dan anaknya yang bernama Gloria Sinaga. Kisahnya berawal ketika keinginan Ibu dari Glo (nama panggilan bagi Gloria Sinaga) menjodohkannya dengan laki-laki bersuku batak, agar hidupnya mapan. Namun dilain pihak Glo sendiri tidak pernah mau untuk dijodohkan, alasannya Glo ingin mengejar cita-citanya, sukses dalam dunia film. Alasan lain yaitu, ukuran permpuan mapan atau sukses itu tidak digambarkan hanya sebatas menikah saja. Sehingga terjadilah perbedaan keinginan antara Glo dengan Ibunya.
Ibu Glo yaitu Mak Gondut beranggapan bahwa ketika Glo menikah maka hidupnya akan serba berkecukupan karena segala sesuatunya sudah ada yang menanggung. Peran perempuan digambarkan tidak untuk mencari uang, tetapi cukup menikah dan menjadi pendamping laki-laki. Mak Gondut juga mempunyai pandangan bahwa ketika Glo menikah,maka segala urusannya terkait dengan ekonomi dapat tercukupi, tanpa harus bersusah payah membuat film.
Akan tetapi Glo masih tetap bersihkeras terhadap pendiriannya untuk membuat film. Ia ingin membuktikan kepada orang tuanya baik itu Mak Gondut maupun almarhum bapaknya, bahwa ia bisa suskes dan menjadi kaya tanpa harus menikah atau pun di jodohkan terlebih dahulu. Ia mulai berinisatif untuk membuat film berdasarkan pengalamannya dan kehidupan yang dilaluinya. Bahkan demi mewujudkan mimpi-mimpinya ia sampai bertengkar dengan Ibunya dan pergi meninggalkan rumah. Glo mulai mencari dana sendiri untuk mendanai pembuatan filmnya mulai dari menjual mobil, penggalanggan dana melalui dunia online, hingga medekati ibunya kembali agar filmnya terselesaikan.
Dalam film ini digambarkan kehidupan keluarga mereka bergantung pada Mak Gondut. Mak Gondut ini merupakan perempuan pekerja keras, mulai dari bisnis MLM, kemudian caleg pada 3 parpol, hingga bisnis asuransi. Perempuan pada film ini digambarkan sebagai sosok yang lemah, bergantung pada hubungannya dengan lingkungannya dan orang-orang terdekat. Ketergantungan perempuan pada aspek persahabatan, kemudian jaringan komunikasi, hingga pada kekuasaan politik pun disampaikan pada film. Sebagai contoh ketika Glo meminta bantuan dana dari Mak Gondut, kemudian Mak Gondut mengantarkan Glo kepada salah satu laki-laki kaya namun koruptor, hal ini menjadikan pengambaran budaya patriarki bahwa perempuan tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencari uang, mereka hanya bisa meminta uang pada orang yang berkuasa, disini pengambaran orang yang berkuasa tersebut adalah laki-laki koruptor tersebut.
Selain itu pada film digambarkan juga, Acun seorang teman laki-laki Glo yang berhasil meraih sukses sebagai penyanyi terkenal, yang berhasil menjuarai lomba menyanyi. Acun berhasil menjadi terkenal dan menjadi idola baru di Indonesia. Melihat dari adanya hal tersebut Mak Gondut tertarik untuk menjodohkan Acun dengan Glo. Hal yang mendasari tindakan Mak Gondut tersebut adalah karena kesuksesan Acun ini. Namun tetap saja Glo menolak apa yang keinginan Mak Gondut kepadanya. Tidak hanya sampai pada acun saja, Mak Gondut juga berusaha menjaodohkan Glo dengan putra temannya yang kaya raya, mapan sudah bekerja, tetapi tetap saja ditolak oleh Glo.
Ketika Glo mengahadapi permasalah tersebut ia selalu meminta pendapat atau pun saran kepada temannya yaitu Niki. Iya menjelaskan mengenai semua permasalahannya dengan orang tuanya. Niki memberi masukan dan bantuan kepada Glo dalam usahanya untuk membuat film. Dalam hal ini digambarkan bahwa perempuan dalam film ini masih belum bisa mandiri, bergantung pada orang lain, aspek persahabatan sanggat ditekankan. Perempuan dalam hal ini menjadi aspek yang di nomor duakan, dari pada laki-laki yang bisa mandiri, seperti acun yang sukses menjadi penyanyi, tanpa digambarkan bagaimana proses ia menjadi suskes.
Sejalan dengan hal ini menurut Barker (2015: 238) menjelaskan bahwa feminisme memberi perhatian pada jenis kelamin kemudian juga prinsip penataan kehidupan sosial yang dipengaruhi hubungan dengan kekuasaan. Kehidupan perempuan terjadi di semua lingkup dan praktik sosial yang ada di masyarakat, sifatnya adalah struktural. Subordinasi struktural yang menimpa perempuan ini disebut sebagai feminis dengan patriarki, dengan penekanan peran laki-laki lebih besar dari pada peran perempuan, baik itu pada aspek kekuasaan, superioritas, maupun stereotype.Sehingga kesimpulan yang diambil bahwa perempuan sangat berperan dalam segala bidang dan penempatannya masih menjadi objek utama, namun perempuan yang digambarkan dalam film ini masih dipengaruh dominasi laki-laki. Terbukti mengenai pandangan Mak Gondut mengenai perjodohan, pengambaran peran teman Glo yaitu Acun sebagai orang yang suskes, perjodohan Glo dengan putra teman Mak Gondut yang kaya- raya, hingga koruptor yang ingin memberi bantuan dana.
*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar