Selasa, 17 Oktober 2017

Opini_Berdiskusi



Mencoba Berdiskusi
Oleh: Aji Muhammad Said


via unsplash



Dalam diskusi kata-kata seperti ini sering terdengarkan atau bahkan kalimat seperti ini “saya belum paham” atau “coba jelaskan lagi,” juga sering muncul. Ya penting bagi seseorang berpendepat dan memberi penjelasan yang baik dalam berdiskusi. Lalu bagaimana cara berdiskusi yang baik ketika dalam diskusi kita menemui problem berupa perbedaan. Apakah sikap tegas bisa diterapkan, atau sikap acuh tak acuh yang ditekankan, atau penggunaan sikap sepemahaman? Ketika mencari sebuah jawaban atas pertanyaan tentunya harus ada dasar yang menjadi pondasi. Dasar yang baik dan relevan akan membuat diskusi lebih terarah dan kesepahaman akan solusi bersama.
Dalam sudut pandang Islam terdapat etika dalam berdiskusi; seseorang haruslah melihat bagaimana cakupan ide yang sedang didiskusikan. Ini merupakan tindakan seseorang dalam membangun pendapat atau argumentasinya. Langkahnya adalah melihat dulu argument atau pendapat yang salah (belum benar), lalu meluruskannya pada titik yang benar. Berdiskusi atau berdebat mengandung dua sifat yang alami, membangun sebuah pendapat, atau merobohkan sebuah pendapat. Apabila menganalisis lebih lanjut, dalam Al-qur’an QS. Al-Baqarah  [2]: 258 telah diterangkan (bagaimana berdebat), Nabi Ibrahim berdebat dengan orang-orang kafir, bahwa Allah dapat menghidupkan dan mematikan manusia, namun orang-orang kafir menyangkalnya dengan bisa melakukan hal yang sama. Tentunya Nabi Ibrahim mendebat mereka dengan baik, melalui penyataan bahwa, Allah menerbitkan matahari dari timur, dan mencoba menyuruh orang-orang kafir menerbitkannya dari barat, hal yang tidak mungkin mereka bisa melakukannya, dan ini pun membuat mereka terdiam.
Seperti yang sudah dijelaskan pada awal paragraph, ketika berdebat tentunya harus menggunakan cara-cara yang baik (beretika). Ini mempunyai arti bahwa berpendapat pun haruslah mempunyai patokan yang jelas. Lalu, apa yang bisa kita jadikan patokan? Tentunya yang sudah terbutki dan menjadi dasar pedoman bersama, bagi muslim ini adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Bukan berdasar pada subjektivitas pribadi (“pokoknya”), “kata”-nya, atau akal pikiran. Adapun menggunakan pemikiran yang logis, tentunya haruslah rasional, sesuai fakta, bukan sekedar sangka-prasangka, ataupun berfilsafat. Bahkan ada hadist yang menganjurkan dengan tegas, apabila belum tahu secara pasti, maka cukuplah dengan berdiam diri. Berikut adalah haditsnya, “ Barang siapa yang beriman  pada Allah dan hari ahkir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam” (HR. Bukhari Muslim).
Selanjutnya adalah memperhatikan lawan yang menjadi teman diskusi yang kita lakukan. Sungguhlah penting melihat siapa yang menjadi partner diskusi, hal ini memiliki alasan bahwa teman diskusi harusnya seseorang yang menginginkan dan mencari kebenaran, tidak sekedar mendebat, atau bahkan menjadikan diskusi ini tindakan dalam memperolok-olok. Allah berfirman “Tidak ada satu kaum yang tersesat setelah mendapatkan petunjuk, melainkan karena mereka suka berdebat” Rasullulah Saw, kemudian membacakan ayat yang isinya, “Mereka tidak memberikn perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (QS. Az-Zukhruf [43]:58), (HR.Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Perhatikan dengan seksama apa yang menjadi topik pembicaraan. Tentunya ketika berdiskusi dengan mendebatkan sesuatu yang tidak dianjurkan, lebih baik meninggalkannya, ini memiliki titik poin penting pada sesuatu yang tidak ada manfaatnya, atau perkara-perkara yang tidak meningkatkan keimanan sama sekali, penting bagi kita untuk konsisten, dan tidak keluar jalur. Sedikit tambahan tips ketika berdiskusi yakni berpikir dengan mengikuti zaman dengan logis, rasional, ilmiah, berreferensi, dan universal. Akan menjadi nilai plus adalah mempunyai etika yang baik (sopan-santun).



*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.

Tidak ada komentar: