Jumat, 22 Mei 2020

Opini_Ramadhan dan 30 Hari Puasa


Ramadhan dan 30 Hari Puasa
Oleh: Aji Muhammad Said

via: unsplash

#Ramadha1: Puasa dan Makanan Thoyyib
Apa saja yang dilakukan manusia adalah berpuasa. Adapun orang yang tidak mau melakukannya sama saja dengan ia bunuh diri. Sama halnya kita hidup ingin memenuhi segala bentuk hasrat dan keinginan kita, namun dengan adanya puasa kita paham kadar yang kita miliki, kecukupan yang kita rasa, dan menjadikan akibat rasa syukur dari apa yang Allah berikan. Puasa itu merupakan pekerjaan sehari-hari manusia, dan itu merupakan hakekat hidup bagi tiap manusia. Barang siapa paham dan melakukannya maka ia akan jaya dan selamat, dan barang siapa tidak paham dan tidak melakukannya, semakin cepat ia hancur dan semakin cepat dia tidak akan selamat. Maka dari itu setiap apa yang manusia lakukan ada sekala, waktu, dan ruangnya.
Menahan lapar tentunya penting dalam berpuasa, sama halnya memperhatikan makanan yang thoyib untuk berbuka puasa. Seperti yang dikatakan Al-Ghazali mengatakan : "Amma ba'du fainna maqshada dzawil albab... " Tujuan orang yang memilki pikiran adalah bertemu Allah, tidak ada jalan yang lain kecuali dengan ilmu dan amal. Sedangkan untuk mendapatkan ilmu dan melakukan amal, tidak mungkin tanpa kewarasan tubuh. Dan kewarasan tubuh tidak sempurna tanpa makanan dan memakannya dengan takaran yang cukup berulang-ulang. Oleh karena itu, ulama salaf menyampaikan: "Inna al-akla min ad-din". Sesungguhnya makanan itu termasuk agama. Terhadap ini Tuhan semesta alam telah mengingatkan dengan firmanNya; "Kulu min ath-thayyibathi wa'malu shalihan" Yang berarti "Makanlah dari makanan-makanan yang baik dan beramal salehlah".
Makanan yang baik yang menunjang-sempurnakan amal saleh, tentu tidak asal halal. Yang dianjurkan Al-qur'an sendiri adalah makanan yang halal dan yang thayyib. Yang paling tahu seluk-beluk halal-haram makanan mungkin ahli fiqih dan yang paling tahu seluk-beluk thayyib atau tidaknya mungkin ahli gizi, tapi kedua-duanya jelas adalah urusan dunia-akhirat. Adilnya kedua-duanya perlu mendapat perhatian yang sama. Sama-sama masuk kajian dan pengajian. 

#Ramadhan2: Puasa Tugas Manusia
Puasa Ramadhan merupakan sebuah kewajiban, yang sesuai dengan syariat dan rukun Islam. Maknanya manusia tidak bisa masuk surga dengan tiket berupa makan, tidur, dan berdoa. Ia adalah khalifah. Ia harus bekerja, mengolah hati akal dan pikiran, berpuasa. Ia harus sanggup memformulasikan dataran-dataran pekerjaan yang mana menjadi tugasnya, yang mana menjadi tugas alam, yang mana menjadi tugas binatang, serta tugas malaikat dan tugas Tuhan sendiri. Allah menugasi diriNya untuk menumbuhkan padi, dan kita sebagai manusia mengolahnya menjadi beras, kemudian beras kita olah menjadi nasi, nasi kita hidangkan pada waktunya kita makan, kita makan pada waktu berbuka puasa, kita menahan diri demi ketaatan kita kepada Tuhan.

#Ramadhan3: Beda Puasa
Berbeda dengan sholat maupun zakat, ibadah puasa lebih bersifat ‘revolusioner’, radikal, dan frontal. Pada orang sholat, dunia dibelakangnya. Pada orang berzakat dunia di sisinya, tetapi sebagian ia pilih untuk dibuang. Sementara pada orang yang berpuasa, dunia ada di hadapannya, tetapi tidak boleh dikenyamnya.

#Ramadhan4: Distorsi Rasa Puasa
Berpuasa tidak hanya menahan lapar dan haus, namun puasa memiliki makna yang dalam yakni melawan diri sendiri menahan nafsu yang bergejolak di dalam dada, keinginan yang kuat di dalam diri. Namun keinginan dan nafsu seperti distorsi bagi manusia. Manusia, pada dirinya masing-masing, tidak punya waktu untuk mengenali presisi batas antara kebutuhan dan keinginan, antara semangat dan nafsu, antara cinta dan rasa magnetik, antara cita-cita dan khayalan, antara waspada dengan curiga, antara hati-hati dengan paranoid, antara optimisme dengan terburu-buru, antara sabar dengan lemah, antara arif dengan lembek, antara progresivitas dengan keserakahan, antara zuhud dengan kemalasan, Bahkan dari semua kata yang disampaikan juga tidak benar-benar dipahami, atau setidaknya dicari kejelasan dari setiap satuan-satuannya.

#Ramadhan5: Puasa Berarti Sabar
Ibadah Puasa menjadi lantaran doa yang dilakukan untuk melatih kesabaran. Sama halnya seperti wujud sebuah doa yang dimunajatkan kepada Allah, sebagai manusia harus bisa membaca pahami doa kepada Sang pencipta, dengan menyisipkan sikap sabar. Kesabaran itu ada dua macam: sabar atas sesuatu yang tidak kita ingin dan sabar dari sesuatu yang kita ingini.
Sesudah sabar tentu saja ikhlas. Ikhlas adalah asal muasal kata yang memiliki makna dalam hidup bahwa apa yang ada, kita miliki sekarang kita terima apa adanya, bukan berpikir dan menghawatirkan esok, berharap sama seperti angan kita, dimana sebab akibatnya menyamakan apa yang kita pijak di masa yang lalu. Karena pada dasarnya hidup selalu dinamis, cuman hati dan raga kita juga harus siap menghadapi perubahan. Man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu, barang siapa mengenal dirinya, kelak akan mengenal Tuhannya. 

#Ramadhan6: Sebenar-benarnya Puasa itu Bukan Ilusi
Puasa menjadi wujud ketaatan kepada Tuhan, dengan puasa artinya kita memangkas ego kita sendiri untuk ketawaduan kepada Allah. Banyak orang mengetahu tapi tidak memahami. Seperti Makna membaca di mana membaca bukan hanya sekedar membaca (melafalkan) saja, melainkan membaca dengan mengamati, mencermati, menafisirkan, mencaci fakta, menganalisis, baru kemudian menyimpulkan apa yang ia baca. Namun kebanyakan manusia zaman sekarang sering kali lengah. Manusia zaman ini mudah sekali untuk mengagumi, mudah menjatuhkan. Cepat mencintai dan dengan  segera membenci. “Viral” secara instan, lalu menghilang dengan tiba-tiba. Entah mengapa, menebak isi hati manusia belakangan ini begitu sulit. Padahal orang-orang dengan gegap gempita membagikan cerita kesehariannya pada ruang-ruang publik. Semua yang kita kira transparan dan nyata, bisa jadi semu belaka. Begitu juga sebaliknya. Maka temukanlah bunyi, rasa, dan kesadaran sejati. Sebab kita hidup di tengah gemilang kepalsuan yang luar biasa menenggelamkan kita.

#Ramadhan7: Puasa itu Mengenali Batas
Puasa memberikan batasan menahan nafsu dan memberikan kebebasan tertentu saat berbuka. Seringkali kita merasa tidak sadar bahwa batasan dalam berpuasa itu mempunyai pengaruh dalam kadar iman. Kita seringkali ingin berusaha lepas dari batasan atas ketentuan Allah dengan melepaskan segala bentuk nafsu yang kita miliki, mulai dari keinginan yang berlebihan, syahwat yang gencar diglorakan, makan semua makanan yang enak-enak, melakukan segala hal yang disenangi, melakukan kegiatan keduniawian, tapi ingatlah itu semua tidaklah bernilai baik, karena segala sesuatunya itu memiliki batasan. Batasan sengaja dibuat oleh Allah sebagai pencipta kita, agar kita tidak hancur atau bahkan menjadi berantakan. Batasan mengajarkan bahwa berlebihan itu tidak baik. Batasan pula yang mengajarkan untuk senantiasa cukup dan bersyukur, sehingga hidup harus senantiasa seimbang, ada porsi dan waktunya, dan yang utama senantiasa mengikuti perintah Tuhan bersama ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad, mengenali halal-haram, mubah-makruh, wajib-sunah. Esensi hidup yang sebenarnya adalah keterbatasan. Dan keselamatan adalah kemampuan untuk mengelola keterbatasan.

#Ramadhan8: Puasa Itu Momen Puitik Dalam Hidup
Puasa Ramadhan itu moment 30 hari istimewa dalam satu tahun Hijriah. Adanya puasa melanggengkan momen sakral orang-orang terpilih yang terseleksi karena imannya. Kita harus senantiasa memahami mengenai getaran hati ketika kita mengingat ataupun menjalankan perintah Allah. Itu sebenar-benarnya menjadi momen puitik dalam hidup. Itu menjadi tanda-tanda Tuhan hadir bersama kita. Itu juga merupakan suatu kewajaran ketika kita menghadapi keputusan sakral. Momen tersebut bisa jadi merupakan peristiwa dalam keadaan yang bisa kita syukuri. Berpuasa itu merupakan seni dalam hidup.

#Ramadhan9: Puasa Mengenali Maksud Tuhan
Puasa mengajarkan banyak sekali ilmu yang memang diperuntukkan bagi manusia, tidak hanya menahan nafsu tapi bagaimana menahan diri, melawan diri sendiri,  memberikan ketegasan dengan menguatkan kepercayaan bahwa dunia itu hanyalah tipu daya atas kelezatan dunia (bersifat ilusi), di mana sebenar-benarnya kehidupan adalah di akhirat. Apa pun yang terjadi di dunia sifatnya sementara, baik rasa sedih maupun rasa senang. Tuhan senantiasa memberikan tajalinya kepada kita melalui kejadian maupun peristiwa. Sebagai mana contoh pelajaran, bahwa saat kita terjatuh. Tuhan mengajari kita untuk berhati-hati.  Mungkin saat kita gagal,  tuhan ingin kita sukses di belakang. Jangan hanya sabar, tapi khusnudzonlah. Sebagaimana kita paham maksud Tuhan.

#Ramadhan10: Berpuasa di Dunia dan Berbuka di Akhirat
In kuntum tuhibul naullaha fatabhiunni, bahwa sesungguhnya kedermawanan itu lahir dari rasa sayang, dan rasa sayang itu terlahir dari cinta. Seorang manusia memiliki hak tawar kepada Allah, dan perantaranya melalui kemesraan dengan doa, dan sholawat kepada nabi. Kekuatan manusia sebagai khalifah ia bisa mengalahkan waktu dan mengalahkan ruang. Kuncinya adalah jangan membebankan segala sesuatunya pada dunia, buat dunia ringan di tangan kita, berpuasa pada dunia, dan berbukalah di akhirat.

#Ramadhan11: Segala Sesuatu Itu Ada Rohaninya
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya, Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)
Pada titik ini kita akan mulai paham bahwa manusia tidak akan mampu menjamin apapun pada dirinya. Posisi manusia adalah pada posisi berdoa, dan berharap, posisi memohon kepada Allah. Mudah-mudahan Allah tidak memalingkan kita dari garis lurus shirathal mustakim, walapun sebagai manusia sulit untuk mempresisikan diri, yang bisa manusia lakukan adalah berusaha, berdoa, dan menjaga dirinya dengan berpuasa agar seimbang hidupnya.

#Ramadhan12: Nilai Sebuah Puasa

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Terjemah Surat Al Baqarah Ayat 183)
Puasa itu memiliki nilai luhur. Barang siapa mampu menjalaninya ia akan menjadi seorang mukmin, dan barang siapa meninggalkannya dengan sengaja, ia menghancurkan dirinya sendiri. Jatuh bangunnya nilai, gelap terangnya keadaan, jauh dan dekatnya para hamba kepada Allah, naik dan turunnya keadaan, jauh dan dekatnya seorang hamba kepada Allah, berlangsung tidak pada ruang dan waktu yang bisa kita perhitungkan. Selalu saja Allah menanamkan sesuatu yang tidak pernah kita duga-duga, tidak pernah bisa kita tebak secara pasti, “Innaka la tahdi man ahbata, wa la kinallaha yahdi man-yasya”.

#Ramadhan13: Puasa dan Kesengajaan
Puasa merupakan bentuk kesengajaan yang diniatkan kita sebagai mukmin. Tapi pernahkah terlintas bahwa di setiap kesengajaan yang kita lakukan, Allah juga melakukan kesengajaan kepada kita. Ketika hati kita berdzikir dan melakukan konsentrasi penuh, pada fungsi kesengajaan Allah memenuhinya dengan kasih dan sayang atas nasib kita. Insyaallah yang terjadi selanjutnya adalah kita senantiasa diberikan bimbimngan untuk senantiasa berada di dalam atau dekat dengan kasih sayang-Nya. Setiap pikiran yang kita miliki dituntunnya untuk memasuki ide-ide berupa gagasan-gagasan dalam mengendalikan arah jalan yang akan kita tempuh, sesuai dengan kasih dan sayang-Nya. Baik kaki, tangan, alam pikiran, perasaan dan jiwa kita ikuti menyatu, insyaallah akan senantiasa masuk dalam cinta-Nya.
Jadilah seseorang yang mampu mengamati dengan baik. Melakukan penelitian, mengingat-ingat apa peran kesengajaan Allah atas hidup kita, kita akan menemukan berbagai “kebetulan” yang menjadikan pemaknaan yang bisa kita pahami sebagai sebuah kebenaran.

#Ramadhan14: Puasa itu Mendidik Manusia
Katakanlah: “Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri sendiri, jangan berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. 39:53)
Puasa merupakan perintah Allah kepada manusia, namun itu juga merupakan cara agar manusia terdidik. Allah mendidik manusia dengan dua cara, yang pertama dengan kerinduan yang dahsyat atas harapan dan nikmat yang diberikan. Lalu kemudian yang kedua, adalah dengan ancaman yang keras melalui siksa yang mengerikan. Sedangkan orang berpuasa pada bulan ramadhan punya pilihan kedua-duanya, dan yang mampu berpuasa dengan cukup baik ia adalah mukmin pilihan.

#Ramadhan15: Bagian dari Kesungguh-sungguhan
Kehidupan yang kita jalani ini begitu luas, tidak membutuhkan kita untuk menjadi orang yang kuat, terkenal, pintar, melainkan membutuhkan kualitas kemanusiaan yang kita miliki, kualitas dari ahlak yang kita bangun kepada sesama. Melalui tambahan yang diperkaya dengan kenikmatan, keindahan, dan kesungguh-sungguhan dalam ber-Tuhan, bekerja mencari nafkah, berpuasa dari segala yang kita ingin, mengelola peradaban serta kejernihan hati nurani.

#Ramadhan16: Puasa Bukan Dunia yang Dicari
“Sibuk mencari dunia, sampai lupa mencari akhirat, hidup tidak hanya singgah untuk minum, tapi berbagi disaat haus”

#Ramadhan17: Puasa itu Istiqomah
Puasa menjadi laku ibadah yang senantiasa harus istiqomah. Ini menjadikan manusia tahan terhadap berbagai kondisi dan kesulitan yang dilaluinya. Seperti perumpamaan bahwa badai pasti berlalu, tapi hari yang cerah juga pasti berlalu. Intinya bukan mencari hari yang cerah terus-menerus, tapi menjaga ketangguhan badan, pikiran, dan hati untuk menghadapi cuaca apa pun.

#Ramadhan18: Bekerjasama dengan Allah
Seringkali pilihan Tuhan untuk kita tidak seperti yang kita inginkan. Baru kemudian kita ketahui bahwa pilihanNya lah yang terbaik. Kita sebagai manusia memiliki keinginan, namun di sisi lain Allah juga punya keinginan atas hidup kita. Cara menempuh hidup terbaik adalah memper kerjasamakan keduanya menjadi satu. Kita berpuasa untuk Allah, dilain sisi Allah menjaga kita karena puasa kita. Bersenang-senanglah dengan kesenangan yang disenangi Tuhanmu. Jangan tinggalkan puasa dan jam-jam untuk berdoa, meskipun keadaan yang nyaman/membaik, sebab segala sesuatunya terjadi karena Tuhan. Pahamilah bahwa, takdir merupakan apa yang sudah diputuskan kepada kita. Nasib adalah bagaimana keputusan kita menggunakan waktu.
Jika kita tidak mampu menahan lelahnya kesendirian, maka berpuasalah, karena dengan berpuasa kita menjadi tahu betapa nikmatnya sabar atas apa yang ingin kita miliki.

#Ramadhan19: Puasa itu Mengambil Jeda
Puasa memberikan jeda kepada kita dalam mengatur pola hidup, pola makan, dan mengatur nafsu kehidupan sehari-hari. Melalui puasa kehidupan kita dipaksa berhenti sejenak. Rutinitas makan sehari-hari memberhentikan kinerja metabolisme dan tubuh sejenak. Jeda ini menjadi penting, dan kita sebagai manusia membutuhkannya untuk mengatur dan menata kembali cara pandang kita, cara berpikir kita, keseimbangan diri kita dalam memantapkan hati sebelum memulai kembali kehidupan normal seperti sedia kala. Ketika kita tidak mampu mengambil jeda, maka tubuh kita akan dengan sendirinya berhenti atau memaksa mengambil jeda, semisal dengan sakit atau semisal dengan istirahat karena kelelahan. Tidak hanya pada tubuh manusia, ketika manusia tidak mampu mengambil jeda, maka alam pun mengambil sikap untuk memaksa manusia agar jeda sejenak.

#Ramadhan20: Fermentasi Hati 
Kita berpuasa memiliki tujuan untuk Allah, semakin sering kita berpuasa semakin kuat iman dan ketaqwaan kita kepada Allah. Puasa sebenar-benarnya adalah bentuk fermentasi mental dan hati. Jika kita sering berpuasa, maka yang ada dan hadir pada diri kita adalah kenyamanan, keluesan, kelembutan, kepresisian yang menjadikan kehidupan kita menjadi seimbang. Ketika kita berpuasa kita menjadi tidak gampang tertekan, tidak mudah untuk mengeluh, kehidupan kita menjadi lembut, ahlak kita semakin baik, dan membuat hati tidak keras, atau susah karena urusan dunia. Puasa menjadikan hidup untuk tidak pernah berputus asa, sekali pun hidup susah, kita harus senantiasai berusaha dengan baik.

#Ramadhan21: Wujud Terima Kasih
Puasa menjadi wujud tindakan syukur atas rahmat Allah yang tak terhingga. Kita berpuasa tentunya menyadari betul bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk berpuasa, masih diberikan nikmat untuk hidup, masih diberikan rasa untuk memaknai ibadah kepada Tuhan. Berterimakasihlah kepada Allah yang masih mengizinkan kita untuk merasakan cinta, untuk berpuasa kepadaNya. Meski terkadang kita mengaharapkan pahala, kebaikan, dan doa-doa atas keinginan yang panjang terhadap kita, dan berbagai hal yang baik kita harapkan, tanpa disadari nikmat Allah lebih dari apa yang kita semogakan. Maka sebagai manusia kita jangan berlebihan mengharap kembalian, tapi yang kita lakukan adalah mengharap keridhoan.

#Ramadhan22: Bukan Sekedar Perintah
Kebanyakan manusia termasuk para muslim mungkin berpendapat bahwa hakikat dari puasa adalah perintah dan aturan yang harus ditaati, yang merupakan bagian dari rukun Islam. Karena melihat perintah bagi manusia secara umum, mempunyai kemungkinan untuk dilanggar. Allah memberikan jalan keluar “ Barang siapa yang mempercayai dan menjalankanNya, percayailah dan jalanilah. Barang siapa yang membangkang, membangkanglah”. Kita sebagai manusia jarang mengingat bahwa puasa itu merupakan prinsip menejemen manusia dalam mengelola kehidupan dan keselamatannya. Prinsip tersebut merupakan konsep Allah dalam menciptakan manusia. Tidak ada pilihan lain dari Allah, manusia tinggal menjalaninya menuju keselamatan dan ridha Allah. Atau menolak menuju kehancuran karena tidak akan sampai kepadaNya. Dilain sisi manusia pun mustahil, apabila membangkang dari pengendalian dan batasan, sepeti halnya sebuah perumpamaan bahwa, “wanita berpuasa dari seribu suami untuk menjadi istri, dan suami mengenakan satu saja dari seratus pakainnya.”

#Ramadhan23: Meninggalkan Dunia
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan hanyalah satu ilusi saja." (Qs. Al-Adid [57:20)". Sesungguhnya, jika seseorang itu dapat melihat kebenaran melalui mata hatinya, sama dengan yang dilihatnya masih hidup ataupun sudah mati, maka kebenaran itu tetap tidak akan hilang.
Syekh Abdul Qadir Jaelani berwasiat bahwa “apabila kamu belum bisa menjadi musuh terhadap kesendirianmu, janganlah kamu berharap menjadi orang yang saleh. Yang dimaksud dengan menjadi musuh terhadap kesendirianmu, yaitu bahwa kamu benar-benar melepas segala kemaujudan, baik gerak-gerikmu, diammu, pendengaranmu, pembicaraanmu, perilakumu, pikiranmu, dan segala sesuatu yang muncul dari dalam dirimu”.
Aji orang yang mencari derajat tertinggi dihadapan Allah. Dari kata kaji menjadi mengkaji. Hidup adalah bagaimana kamu memperlakukannya, bagaimana kamu menghadapinya. Take for granted, Allah senantiasa memberikan rahmat, tapi jangan jadikan itu otomatis, jika tidak diimbangi dengan baik. Jangan menunggu rahmat, tapi siapkan diri bahwa setiap kesempatan dan keadaan yang ada adalah rahmat, itulah yang disebut kesadaran rahmat. Puasa juga termasuk rahmat Allah.

#Ramadhan24: Membiasakan Puasa
Berbagai warna cahaya di dunia ini berasal dari cahaya matahari sebagai pusat cahaya dunia, sedangkan cahaya di dalam diri manusia itu berpusat di hati. Perhatikanlah dengan sungguh-sungguh bahwa kehormatan seseorang itu terletak pada ucapannya dan kebaikan raganya itu terletak pada kesopanannya dalam berbusana. Puasa tanpa sadar melatih itu semua, maka biasakanlah dengan baik.

#Ramadhan25: Mencari Nomor 
Hidup ada sekala prioritas, puasa pun demikian, kita menjadi kalah penting dari apa yang Allah inginkan, tentu saja perintah Allah yang utama. Puasa menjadi salah satunya, di mana puasa menjadi suatu proses seleksi pendewasaan pikiran agar kita menemukan perbedaan antara yang nomor satu dan yang bukan nomor satu, atau prioritas primer, sekunder, dan seterusnya.

#Ramadhan26: Puasa dan Keadaan
Adanya puasa manusia menjadi tersadar akan hakekatnya, puasa mengajari manusia untuk menghayati bahwa dalam kehidupan ini kita tidak hanya bergaul dengan hak, tapi juga dengan kewajiban. Manusia menjadi mengenal adanya Halal-Haram, Wajib-Sunnah, Makruh-Mubah, dan lain sebagainya.
Semesta dan hidup menyadarkan keadaan yang kita punya. Pada sekala yang luas, kita berpuasa dari hak untuk punya uang sebanyak-banyaknya. Kita membatasi tingkat kepemilikan, lalu kita memberikan bagian yang kita miliki kepada yang berhak, kepada yang kekurangan. Sebaliknya, kita juga bisa melakukan puasa dari kemelaratan, sehingga kita menjadi manusia yang rajin mencari rizki dan uang sebanyak mungkin. Karena bagaimana pun ketika kemelaratan melanda maka akan berkembang menjadi kefakiran, akan membahayakan iman, mental, serta kepercayaan terhadap diri. Jalan tengahnya jadilah kalifah yang seimbang mampu berada di tengah keseimbangan, melakukan perannya dengan baik.

#Ramdhan27: Ramadhan
Bulan untuk tidak memiliki dunia, ketika dunia di hadapan kita. Ramadhan merupakan bulan untuk mempuasai dunia. Bulan dimana kita mengambil jarak untuk berpuasa dari gemerlapnya dunia, menjauhi dunia. Adanya puasa membuat kita untuk tidak pernah kalah oleh dunia dan segala isinya. Ramadhan menghadirkan bagian untuk memperoleh kemenangan atas nafsu-nafsu dunia, nafsu yang ada dalam diri kita, yang memperbudak untuk menyembah dunia.

#Ramadhan28: Mengislamkan Diri
Ramadhan menjadi bulan yang suci untuk menunjukkan eksistensi diri sebagai seorang muslim. Bulan yang memang ada untuk berlomba-lomba menunjukkan kepada dunia sebagai mukmin yang terpilih. Seleksi yang terpilih dengan kategori iman karena mampu untuk melawan diri, lebih dekat kepada Tuhan. Semuanya serba Islami, menunjukkan rajin-rajinnya beribadah, rajin-rajinnya bersodaqoh, rajin-rajinnya berpuasa. Namun Puasa tidak sekedar perlombaan yang dilihat secara mata, tapi kenikmatan sebagai muslim untuk berpuasa.

#Ramadhan29: Tharikat Laku 
Puasa menjadi langkah dan tata cara model (tharikat) yang menentukan bagi manusia untuk keselamatan bagi dirinya, selamat atau tidak dirinya di dunia maupun di akhirat. Kadar keberhasilan dalam menjalankan puasa bukan pada saat ia berpuasa, melainkan setelah ia tidak berpuasa, karena bisa jadi iman seseorang semakin membaik, atau malah sebaliknya.

#Ramadhan30: Wujud Penerimaan atas Kemenangan
Tidak ada kemenangan yang lebih Indah dari kata ‘Lebaran’ suka cita yang diharapkan ketika sebulan penuh berpuasa. Puasa menjadikan penerimaan bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki batasan, dan memiliki kelemahan. Manusia tidak serta merta superior ketika berpuasa maupun tidak berpuasa. Puasa menjadi cermin bagi manusia, untuk tahu diri sebagai mahluk Allah, bahwa ia tidak pernah kuat, dan betah menahan nafsu. Maka dari itu yang manusia lakukan adalah berpuasa dan menerima dirinya bagian dari Allah, dan itu wujud kemenangan yang nyata.

*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.

Tidak ada komentar: