Cahaya Sang Pencipta
oleh: Aji Muhammad Said
via unsplash
ٱللَّهُ
نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشْكَوٰةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ
ۖ ٱلْمِصْبَاحُ فِى زُجَاجَةٍ ۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّىٌّ يُوقَدُ
مِن شَجَرَةٍ مُّبَٰرَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ
زَيْتُهَا يُضِىٓءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِى
ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُ ۚ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَٰلَ لِلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ
بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Arab-Latin:
Allāhu nụrus-samāwāti wal-arḍ, maṡalu nụrihī kamisykātin fīhā miṣbāḥ, al-miṣbāḥu
fī zujājah, az-zujājatu ka`annahā kaukabun durriyyuy yụqadu min syajaratim
mubārakatin zaitụnatil lā syarqiyyatiw wa lā garbiyyatiy yakādu zaituhā yuḍī`u
walau lam tamsas-hu nār, nụrun 'alā nụr, yahdillāhu linụrihī may yasyā`, wa yaḍribullāhul-amṡāla
lin-nās, wallāhu bikulli syai`in 'alīm
Terjemah
Arti: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya
Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada
pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu)
dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.
Tafsir Quran Surat An-Nur Ayat 35 35. Allah adalah cahaya
langit dan bumi, pemberi petunjuk kepada semua makhluk yang tinggal pada
keduanya. Perumpamaan cahaya Allah dalam hati seorang mukmin adalah seperti
satu lubang yang tak tembus di suatu dinding,yang di dalamnya ada pelita.
Pelita itu ditempatkan dalam kaca bening seakan-akan bintang yang bercahaya
seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak yang berasal dari pohon yang
berkah, yaitu pohon zaitun yang tumbuh di tempat yang tidak dihalangi oleh
sesuatupun dari sinar matahari, baik di pagi atau sore hari. Lantaran kemurnian
minyaknya, maka ia hampir saja bercahaya dan menerangi walaupun tidak disentuh
api, lalu bagaimana bila disentuh oleh api?! Cahaya lampu berada dalam cahaya
kaca (cahaya yang berlapis-lapis). Beginilah perumpamaan hati seorang mukmin
bila di dalamnya bersinar cahaya petunjuk. Allah membimbing kepada cahaya-Nya,
yaitu Al-Qur`ān, siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Dan Allah
menjelaskan banyak perkara dengan membuat perumpamaan-perumpamaan. Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari-Nya.
Dalam
bertaqwa memanglah berat, karena itu wallahu a'lam Allah berfirman,
"fattaqullaha mastatha'atum!" (maka bertakwalah semampu kalian) (Qs.
64: 16). K.H. Mustofa Bisri mengibaratkan takwa seperti atlet yang ingin
mendapatkan piala juara, memang berat. Maka dari itu haruslah memiliki niat,
berlatih dengan tekun, dan mengerahkan segenap tenaga. Jadi semampunya ternyata
juga bukan berarti seenaknya. Apabila dalam perjalanan hidup ini, kita tidak
bisa istiqomah dalam menghadap Allah, maka sepanjang perjalanan hingga akhir
kita akan senantiasa sulit menepiskan rasa khawatir dan susah di hati.
Sebaliknya apabila kita dapat, maka kita akan seperti Rasulullah yang mendapat
jaminan Allah memperoleh kedamaian hati sepanjang perjalanan.
Kegelapan
yang mengantarkan kita pada cahaya. Warna hitam tidak pernah ada, yang ada hanya
warna putih yang beredar dan memudar menjadi berbagai butiran warna. Pada hidup
kita senantiasa berjalan pada kegelapan. Sedemikian itu hidup adalah kegelapan,
maka kita akan senantiasa merindukan cahaya. Setiap kejadian itu ada ketidak
pastian, dan kepastian, melangkahlah, dan hanya kepada Allahlah kita berharap.
Andalkanlah selalu nama Muhammad, agar Allah senantiasa cinta dan tidak tega
terhadap kita, namanya selalu menjadikan cahaya yang dituju kepada Allah. Jadilah
orang yang senantiasa, memiliki ilmu, cinta, kebijaksanaan, dan kesetiyaan. Urusan
cinta apapun asalkan kaitannya dengan Nabi Muhammad dan Allah, maka cinta itu
menjadi baik. Kalau kita mengungkapkan cinta, kita tidak bergantung pada orang
lain, tapi bagaimana mengungkapkan cinta sesuai nilai yang kita punya. Sholawat
itu merupakan media perantara. Melalui sholawat menjadikan cinta segitiga
antara manusia, Nabi Muhammad, dan Allah.
Pengakuan
seseorang bertuhan kepada Allah belumlah dianggap sah sebelum mengakui
ke-Rasulan Nabi Muhammad saw sebagaimana telah digariskan oleh konsep dua
kalimat syahadat. Orang yang tidak mengucap Dua kalimat syahadat adalah orang
yang tidak beriman, sebab mereka menolak kebenaran Nabi Muhammad saw sebagai
utusan Allah. Keyakinan
umat Islam disebutkan bahwa nama Nabi Muhammad saw terhitung amal mulia sebagai
do'a yang digubah dalam bentuk sholawat. Mengucapkan sholawat kepada Nabi
Muhammad saw menjadi suatu amal shalih, karena Allah didalam Al-Qur'an surat
Al-Ahzab 56 memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk membaca sholawat
kepada Nabi Muhammad.
Pada titik
ini kita akan mulai paham bahwa manusia tidak akan mampu menjamin apapun pada diri
kita pada hidup kita. Posisi manusia adalah pada posisi berdoa, dan berharap,
posisi memohon kepada Allah. Mudah-mudahan Allah tidak memalingkan kita dari
garis lurus shirathal mustakim, walapun sebagai manusia sulit untuk
mempresisikan diri. Selain itu kita juga harus paham, kita sebagai manusia adalah ciptaan dan Allah adalah pencipta kita, pencipta seluruh alam semesta.
Sang Pencipta
mintalah
fatwa kepada hati nuranimu
"minhaisu
ala tafshin"
'segala
sesuatu itu ada rohaninya, percayakan sesuatu pada Allah'
وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ
إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا
wa yarzuq-hu
min ḥaiṡu lā yaḥtasib, wa may yatawakkal 'alallāhi fa huwa ḥasbuh, innallāha
bāligu amrih, qad ja'alallāhu likulli syai`ing qadrā
Dan
memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. — Quran Surat At-Talaq
Ayat 3.
Tiga Tingkatan
Allah Sebagai Sang Pencipta
1. Khalik,
yang dimaksud dengan Khalik sendiri
adalah Allah SWT. Al-Khalik merupakan salah satu asmaul husna dari Allah
SWT yang wajib diketahui. Pada manusia keadaan makna katanya
menjadi membuat. Ini berarti menciptakan, bagi manusia bisa menjadi perantara
dalam membuat kreasi. Ini
berarti Allah hadir menjadi Pencipta.
2. Al-Bar`u,
yakni (yang darinya diambil kata Al-Bari`) memiliki makna Al-Faryu, yaitu
melaksanakan dan memunculkan atau mengadakan apa yang, Allah tetapkan menuju ke
alam nyata. Dan tidak semua yang bisa menetapkan sesuatu dan mengaturnya mampu
untuk melaksanakan dan mewujudkannya, selain Allah. Makna Al-Bari` adalah yang menciptakan tanpa meniru, dan
mewujudkan ke alam nyata apa yang Allah tetapkan. Ini berarti mewujudkan, mengadakan, melaksanakan, bagi manusia bisa
menjadi menghasilkan menjadi ada. Ini berarti Allah hadir menjadi Zat yang
dapat mewujudkan sesuatu.
3. Bentuk
mashdar dari al-Mushawwir adalah al-Tashwir. Sesuatu yang mempunyai panjang,
lebar, besar, kecil, dan apa saja yang melengkapinya, untuk menjadikan sempurna
dan sesuatu yang berbentuk. Jadi, Allah tidak sekedar menciptakan segala
sesuatu dan memberi ukuran dan bentuk yang berbeda-beda, tetapi juga dengan
rupa yang indah.
Sehingga, sifat Al-Mushawwir melengkapi sifat yang lainnya, yakni sifat Al-Khâliq dan Al Bâri’. Allah
adalah Al-Khâliq, karena Dia yang mengukur kadar ciptaannya. Allah Al-Bâri`,
karena Allah yang mengadakan sesuatu dari ketiadaan. Sedangkan Allah
Al-Mushawwir, karena Dia-lah yang memberi bentuk, citra, ciri, dan karakter
untuk setiap ciptaan-Nya, sehingga semua tampak serasi, sempurna, dan penuh
keindahan. Semua makhluk Allah ciptakan tanpa ada contoh sebelumnya, tetapi
semua sesuai dengan kehendak, ilmu, dan hikmah Allah (Rahmad Ramadhan
al-Banjari: 164).
Seorang
hamba yang bermunajat dan berzikir dengan nama Allah Al-Mushawwir dan
meneladaninya, akan hadir dalam dirinya kemampuan untuk memaksimalkan kemampuan, potensi-potensi yang telah Allah berikan kepadanya. Potensi tersebut harus
terus dilatih dan dikembangkan, sehingga lahir sebuah karya yang memberikan
manfaat kepada sesama.
Referensi
:
·
Dr.
Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014
·
Abd
Rahman R, Memahami esensi asmaul husna dalam alqur’an (Implementasinya Sebagai
Ibadah dalam Kehidupan), UIN Alauddin.
*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.
*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar