Minggu, 12 Juli 2015

Review - 7 Tradisi dalam Ilmu Komunikasi





7 Tradisi dalam Dunia Ilmu Komunikasi
oleh: Aji Muhammad Said






BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
          Dalam Teori Komunikasi dijelaskan mengenai beberapa tradisi, menurut Robert Craig mencoba menyebut adanya tujuh tradisi dalam kajian komunikasi yaitu semiotik, fenomenologi, cybernetik, psikologi sosial,  sosial budaya, kritis, dan retorika. Beberapa tradisi komunikasi ini bertentangan dengan yang lainnya, sementara yang lainnya saling melengkapi. Sebagai sebuah kelompok tradisi-tradisi tersebut memberikan hubungan yang cukup untuk memperkenankan kita melihat teori-teori secara bersamaan serta memahami persamaan dan perbedaan mendasar mereka.Kajian Komunikasi tersebut akan dibahas dalam Makalah ini.

B. Tujuan
Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan yang bermanfaat bagi kita semua.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
              Komunikasi merupakan sebuah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterprestasikan makna dalam sebuah lingkungan. Melalui sebuah teori, komunikasi berusaha dijelaskan dan dipahami.
              Suatu bentuk komunikasi memerlukan beberapa elemen dalam pengertian komunikasi.  Ini akan tercipta melalui makna, lingkungan, proses, sosial, dan simbol. Suatu bentuk komunikasi yang efektik akan dipengaruhi oleh pemahaman dasar akan proses komunikasi, dan bagaimana teori komunikasi berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara kita berkomunikasi dengan orang lain yang akan membuat pengalaman yang berbeda dalam kehidupan kita.
              Menurut Robert Craig mencoba menyebut adanya tujuh tradisi dalam kajian komunikasi yaitu semiotik, fenomenologi, cybernetik, psikologi sosial,  sosial budaya, kritis, dan retorika.
B. Isi Materi
1. Retorika
              Istilah retorika dari bahasa Latin rhetorica yang berarti ilmu bicara atau ilmu pidato. Yaitu suatu penggetahuan untuk meingkatkan kemampuan berbicara didepan umum, orang yang mahir pidato disebut orator.  
              Georgias yang dianggap sebagai guru Retorika pertama menyatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Sedangkan Protagoras menentang pendapat tersebut, ia berpendapat bahwa kemahiran berbicara bukan demi kemenangan, melainkan demi keindahan bahasa. Penentang lainnya adalah Socrates yang menyatakan Retorika adalah demi kebenaran.
Dalam berpidato perlu berpegang pada ethos, pathos dan logos. Ethos artinya kredibilitas sumber, yang ditunjukkan oleh orator yang pakar dalam bidangnya sehingga patut dipercaya. Pathos adalah imbaun emosional, yang ditunjukkan orator membuat khalayak bergairah dengan semangat yang berkobar. Logos berarti imbauan logis, yang ditunjukan oleh orator bahwa uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan.
              Pada abad ke-17 tercatat orator atau tokoh retorika dari inggris Oliver Cromwell dan Lord Bollingbroke. Ketika mengajarkan teknik retorika Cromwell mengatakan bahwa dalam melaksanakan retorika harus menggulangi hal-hal penting, menyesuaikan diri pada sikap lawan, membiarkan hadirin menarik kesimpulan sendiri dan menunggu reaksi khalayak.
Aplikasi retorika
a. Gaya Pidato
Khalayak Mikro, homogen menggunakan sifat yang rasional (ditujukan kognisial/pikirannya) agar dapat diterima, Khalayak Makro, heterogen menggunakan sifat afeksional(kasih sayang).
b. Kenalilah Khalayak
bukan namanya namun field of experience atau frame of reference (status sosial, norma kehidupan).
c. Binalah kontak pribadi
dengan cara menatap hadirin sesering mungkin.
2. Fenomenologi
              “Dunia Kehidupan (lebenswelt) adalah dasar makna yang dilupakan oleh ilmu pengetahuan”, begitulah ujar hussrel, pencetus filsafat fenomenologi. Maka Fenomenologi menyerukan zuruck zu de sachen selbst (kembali kepada benda-benda itu sendiri), yaitu upaya untuk menemukan kembali dunia kehidupan.
              Pertama dan prinsip paling dasar dari fenomenologi-yang secara jelas dihubungkan dengan idealisme Jerman dalam bab ini- adalah bahwa pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam pengalaman eksternal tetapi dalam kesadaran individu. Jadi fenomenologi ini lebih mengitari penelitian untuk pemahaman subjektif ketimbang mencari objektivitas sebab akibat dan penjelasan universal. Kedua, makan adalah deriviasi potensialitas sebuah objek atau pengalaman yang khusus dalam kehidupan pribadi. Esensinya, makna yang berasal dari suatu objek atau pengalaman akan bergantung pada latar belakang individu dan kejadian tertentu dalam hidup. Ketiga kalangan fenomenolog percaya bahwa duniadialami-dan makan dibangun-melalui bahasa.
                 Pembahasan mengenai Fenomenologi meliputi dua garis besar, yaitu fenomenologi transedental (oleh Edmund Hurssel 1859-1938) fokus perhatiannya adalah tesis bahwa dalam keseharian hidup kita, esenis dari objek dan pengalaman menjadi kabur dengan konsep yang diterima begitu saja (taken for granted) yang kemudian menjadi sebuah kebenaran umum. Misalnya makan malam, kita melakukannya tapi tidak tahu arti dar makan malam itu sendiri. Hurssel percaya “Inti usaha feneomenologi adalah untuk memurnikan sikap alamiah kehidupan sehari-hari dengan tujuan menerjemahkan sebagai sebuah objek untuk penelitian filsafat secara cermat dan dalam rangka menggambarkan serta memperhitungkan struktur esensialnya”(Natanson; 1966, hal.3). Sedangkan Fenomenologi Sosioal  menurut Alferd Schutz (1899-1959) lebih menitik beratkanpada itensitas pembelajaran tentang lebenswelt, bukan pada prinsip pemberian tanda kurung atasnya (penundaan makna dan definsi kita atas realitas). Menurut Schutz, keseharian kehidupan dunia ini dapat dipahami dalam term term yang kemudian disebutnya sebagai perlambangan/penipean (typications) yang digunakan untuk mengorganisasikan dunia sosial.
3. Kritis
              Teori Kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun isntitusional. Analisis teori kritis tidak dapat dipusatkan pada kebenaran/ketidak benaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada konstruktivisme. Analisis kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, Karena sanggat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada di masyarakat. Bahasa komunikasi tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi di dalamnya. Oleh karena itu, analisis dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses komunikasi: batasan-batasan yang diperkenankan, perspektif yan mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan.
Teori Kritis dapat dianggap sama dengan paradigma kontruktivisme dengan alasan:
1.      Teori ini meyakini bahwa ilmu penggetahuan dikonstruksikan atas dasar kepentingan manusiawi.
2.      Dalam praksis peneltian dibuat berdasarkan nilai-nilai peneliti
3.      Standar penilaian ilmiah berdasarkan konteks sosial historis serta kerangka pemikiran yang digunakan ilmuwan.
4. Simiotik
              Konsep dasar yang menentukan tradisi ini adalah tanda yang didefenisikan sebagai stimulus yang menandakan atau menunjukkan beberapa kondisi lain- seperti asap menandakan adanya api. Konsep dasar kedua adalah simbol yang biasanya menandakan tanda yang komplek dengan banyak arti, termasuk arti yang sanggat khusus. Beberapa ahli memberikan perbedaan yang kuat antara tanda dan simbol-tanda dalam realitasnya memiliki referensi yang jelas terhadap sesuatu, sedangkan simbol tidak.  Para ahli lainnya melihatnya sebagai tingkat-tingkat istilah yang berbeda dalam kategori yang sama. Dengan perhatian tanda dan simbol. Simiotik menyatukan kumpulan teori-teori yang sanggat luas yang berkaitan dengan bahasa, wacana, dan tindakan nonverbal.
              Kebanayakan pemikiran semiotik melibatkan ide dasar triad of something yang menegasakn bahwa arti muncul dari hubungan di antara tiga hal: benda (atau yang dituju), manusia (penafsir), dan tanda. Charles Saunders Pierce, ahli semiotik modern pertama, dapat dikatakan pula sebagai pelopor ide ini. Pierce mendefenisikan ide ini sebagia hubungan di antara tanda, benda, dan arti. Tanda tersebut mempresentasikan benda atau yang ditunjuk di dalam pikiran si penafsir. Sebagai contoh, diasosiasikan di dalam pikiran anda dengan binatang tertentu. Kata itu bukanlah binatang, tetapi sebagai ganti dari pemikiran, asosiasi, atau interprestasi yang menghubungkan kata dengan benda yang nyata menurut anda. Seseorang yang mencintai anjing dan memilikinya sebagai bintang peliharaan akan mendapatkan pengalaman yang berbeda dengan orang yang pernah digigit anjing. Ketiga elemen tersebut membentuk elemen segitiga semiotik, seperti yang telah diberi nama C.K Ogden dan Richard.

5. Sibernetika
              Sibernetika merupakan tradisi sistem-sistem kompleks yang di dalamnya banyak orang saling berinteraksi, mempengaruhi satu sama lainnya. Teori-teori sibernetika menjelaskan bagaimana proses fisik, biologis, sosial, dan perilaku bekerja. Dalam sibernetika, komunikasi dipahami sebagai sistem bagian-bagian atau variabel-variabel yang mempengaruhi satu sama lain, membentuk, serta mengontrol karakter keseluruhan sistem dan layaknya organisme, menerima keseimbangan dan perubahan.
              Ide sistem membentuk pemikiran sibernetika. Sistem merupakan seperangkat komponen-komponen yang saling berinteraksi, yang bersama-sama membentuk sesuatu yang lebih dari sekedar sejumlah bagian-bagian. Kompleksitas keluarga yang telah kita bahas sebelumnya menjadi contoh ideal sistem komunikasi.Anggota keluarga tidak terpisah satu dengan yang lainnya dan hubungan mereka harus diperhitungkan, supaya keluarga dapat dipahami dengan baik sebagai sebuah sistem. Layaknya keluarga, semua sistem adalah unik, yang kesemuanya diberi ciri oleh sebuah bentuk hubungan. Bagian apapun dari sebuah sistem selalu dipaksa oleh ketergantungan bagian-bagian yang lainnya dan bentuk ketergantungan inilah yang mengatur sistem. Namun sistem tidak akan bertahan tanpa mendatangkan asupan-asupan baru yang berbentuk input. Oleh karena itu, sebuah sistem mendapatkan input dari lingkungan, memproses dan menciptakan timbal balik berupa hasil kepada lingkungan. Input dan Output terkadang berupa materi-materi nyata: atau dapat berupa energi dan informasi.     

6. Sosiopsikologis
              Bagian yang masih populer dari pendekatan Sosiopsikologis adalah teori sifat, yang mengidentifikasikan variabel kepribadian serta kecenderungan-kecenderungan perilaku komunikasi yang mempengaruhi bagaimana individu bertindak dan berinteraksi.
              Saat ini, kebanyakan teori komunikasi sosiopisikologis lebih berorientasi pada sisi kognitif, yaitu memberikan pemahaman bagaimana manusia memproses informasi. Dalam area ini, tradisi sibernetika dan sosiopsikologis bersama-sama menjelaskan sistem pemrosesan informasi individu manusia. Input (Informasi) informasi merupakan bagian dari perhatian khusus, sedangkan output (rencana dan perilaku) merupakan bagian dari sistem kognitif. Pertanyaan-pertanyaan penting dalam peneleitian area ini, termasuk bagaimana persepsi dipresentasikan secara kognitif serta bagaimana representasinya diproses melalui mekanisme yang memberikan perhatian, ingatan, campur tangan seleksi motivasi, perencanaan, dan pengorganisasian.
              Banyak karya dari tradisi ini berasumsi bahwa mekanisme-mekanisme pemrosesan informasi manusia berada diluar kesadaran kita. Sebagai pelaku komunikasi, kita mungkin disadarkan akan aspek-aspek sepesifik dari proses, seperti perhatian dan ingatan kita akan sangat sadar akan output tertentu, seperti rencana dan perilaku, tetapi proses internal tersebut berada di belakang layar. Para ahli berusaha mencari dan menjelaskan sistem-sistem ini.

7. Sosiokultural
              Pendekatan sosiokultural terhadap teori komunikasi menunjukan cara pemahaman kita terhadap makna, norma, peran, dan peraturan yang dijalankan secara interaktif dalam komunikasi. Teori tersebut mengeksplorasi dunia interaksi yang dihuni oleh manusia, menjelaskna bahwa realitas bukanlah seperangkat susunan di luar kita, tetapi dibentuk melalui interaksi di dalam kelompok maupun komunitas, dan budaya. 
              Tradisi ini memfokuskan pada bentuk-bentuk interaksi antar manusia dari pada karakteristik individu atau model mental. Interaksi merupakan proses dan tempat makna, peran, pertuaran serta nilai budaya yang dijalankan. Meskipun Individu meproses informasi secara kognitif, tradisi ini kurang tertarik pada komunikasi tingkat individu. Malahan, para peneliti dalam tradisi ini ingin memahami cara-cara yang di dalamnya manusia berusaha menciptakan realitas kelompok sosial mereka, organisasi, dan budaya, Tentu saja, kategori yang digunakan oleh individu dalam memproses informasi diciptakan secara sosial dalam komunikasi, berdasarkan tradisi sosiokultural.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konteks-konteks komunikasi-dari pelaku komunikasi hingga masyarakat-saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, hubungan kita didefinisikan (melaluin 7 tradisi komunikasi) diatur dalam pertukaran pesan dalam percakapan. Para pelaku komunikasi mengambil keputusan mengenai pesan, tetapi pesan disusun kedalam percakapan, mempengaruhi pelaku komunikasi. Kebudayaan dibangun melalui komunikasi, tetapi jenis-jenis pesan yang kita kirimkan, bagaimana kita memahami pesan-pesan tersebut, dan hasil dari hubungan tersebut ditentukan dalam banyak cara oleh kebudayaan dan masyarakat tempat kita hidup.




Daftar Pustaka

Richard West, Lynn H. Turner. 2008.  Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi (Buku 1) . Jakarta: Salemba Humanika.  

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya. 

Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 

Effendy, Onong Uchjana. 1994. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya. 

Ardianto, Elvinaro & Q. Annes, Bambang. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. 
Sri Sanityastuti, Marfuah. 1997. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta : Gunung Pesagi.

W. Stephen, Littlejohn & A. FossAll, Keren. 2009. Teori Komunikasi : Theories of Human Communication, edisi 9. Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta : Salemba Humanika.








*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.

Tidak ada komentar: