Rabu, 15 Juli 2015

Review - Waktu sebagai Budaya Komunikasi



Ragam Budaya
Monochronic (M-time) dan Polychronic (P-time).

Oleh: Aji Muhammad Said

Menururt Antropolog Edward T.Hall mengklasifikasi waktu sebagai suatu bentuk komunikasi. Hall menyatakan bahwa budaya mengatur waktu dalam satu atau dua cara: monochronic (M-time)dan polychronic (P-time). Klasifikasi Hall menggambarkan dua pendekatan berbeda dalam melihat dan menggunakan waktu.
Konsep monochronic-polychronic pertama kali diperkenalkan pada tahun 1959, istilah "polychronic" dan "monochronic" pertama kali digunakan untuk menggambarkan seluruh kebudayaan dan bukan individu. Dimensi ini menunjukkan bahwa budaya yang berbeda memiliki persepsi waktu yang berbeda, dimana monochron dan polychron harus dilakukan dengan pengertian waktu artinya bagaimana kita memandang dan mengelola waktu. Pada intinya kedua budaya tersebut menekan kan bagaimana perbedaan dimensi waktu dan penggunaan waktu pada kebudayaan yang berbeda.
Philip R. Cateora dan John L. Graham Pemasaran Internasional edisi Pascasarjana. mendefinisikan klasifikasi perspektif waktu ke Monochronic dan waktu Polychronic. M-waktu atau persepsi waktu monochronic budaya menyiratkan bahwa orang cenderung untuk berkonsentrasi pada satu hal pada suatu waktu. Ini adalah khas budaya konteks rendah seperti Amerika Utara Swiss dan Skandinavia. Mereka membagi waktu dalam unit-unit kecil dan prihatin dengan ketepatan. M-waktu digunakan dalam cara linier dan berpengalaman sebagai nyata bahwa kami menghemat waktu menghabiskan waktu atau waktu limbah. Konsep waktu polychronic atau P-waktu ditandai dengan terjadinya simultan dari banyak hal dan oleh keterlibatan besar dengan orang-orang . Waktu-P memungkinkan untuk hubungan untuk membangun dan konteks untuk diserap sebagai bagian dari budaya konteks tinggi seperti India dan negara-negara Asia Selatan. Penyelesaian transaksi manusia dianggap lebih penting daripada memegang jadwal.
Hal yang melatarbelakangi monochronic-polychronic adalah pandangan yang berbeda terhadap waktu pada suatu kebudayaan. Seseorang menggunakann waktu dan menggelola waktu mempunyai konteks dan olahan yang berbeda dengan orang lain. Ada yang mengerjakan satu pekerjaan dalam satu waktu, ada pula yang mengerjakan beberapa pekerjaan dalam waktu yang sama. Ada yang menggunakan jadwal untuk menggatur waktu, dan ada pula yang tidak harus terikat dengan jadwal dalam mengelola waktu (fleksibel).
Jika di definisikan Monochronic merupakan sebuah konsep yang menjelaskan waktu sebagai hal yang linear dan terbagi. Lebih spesifik lagi, pandangan monochronic terhadap waktu adalah bahwa waktu merupakan hal yang harus diatur dan dibagi pengelolaannya dengan menggunakan penjadwalan dan perjanjian dan cenderung melakukan satu hal dalam satu waktu, kegiatan pun terstruktur dan dijadwalkan secara linear, berdasarkan kejelasan tujuan, efisiensi pelaksanaan dan kemajuan ekonomi.  Budaya monochronic menilai bahwa keteraturan waktu akan meperbaiki segalanya, istilah monochron digunakan bagi orang yang menganut budaya monochronic.
Sehingga lebih detailnya lagi monochroni ini menjelaskan bahwa waktu itu disusun sedemikian rupa (terbagi/ terjadwal) dalam mengatur pekerjaan ataupun kegiatan seseorang. Kegiatan ataupun pekerjaan seseorang ini teroganisir dan terencanakan menurut pandangan monochronic ini, dan juga secara tidak langsung pandangan monochronic ini juga menuntut seserang untuk tepat waktu, disiplin terhadap apa yang sudah direncanakan, dan waktu yang sudah ditetapkan.
Contoh nyata dari budaya monochronic adalah di tempat kerja monochron akan lebih tepat waktu sehingga mereka tidak dapat mentolerir orang yang tidak dapat menghargai waktu dalam arti kata seperti terlambat, mereka juga hanya mengerjakan satu tugas pada satu waktu, jadi mereka tidak mengerjakan tugas yang lain pada saat bersamaan dan waktu yang sama, lebih kepada bagaimana mereka menjadwal kan kegiatan lain pada waktu yang berbeda pada sebuah penjadwalan yang teratur. Budaya monocronic ini biasanya lebih dominan berkembang di Negara seperti Jerman.
Monochronic Time. Seperti arti yang dimiliki oleh kata monochronic, konsep ini menjelaskan waktu sebagai hal yang linear dan terbagi menjadi lebih spesifik lagi, ”pandangan monochronic terhadap waktu memercayai bahwa waktu merupakan sumber yang langka yang harus dibagi dan diatur melalui penggunaan jadwal dan janji temu,dan melalui tujuan hanya mengerjakan satu hal dalam satu waktu. Novinger menyimpulkan karakteristik budaya yang monochronic dengan menyatakan,” Budaya yang monochronic memiliki pendekatan yang sebagian besar linear dan berurutan terhadap waktu yang rasional,menekankan spontanitas, dan cenderung berfokus pada satu aktivitas pada suatu waktu.Budaya dengan orientasi seperti ini melihat waktu sebagai hal yang nyata.Ketika berbicara mengenai pengalaman M-time Hall menyatakan, “Orang-orang berbicara mengenai waktu seolah-olah waktu itu adalah uang,sesuatu yang dapat ‘dihabiskan’, ’disimpan’, ‘dibuang’, dan ‘dihilangkan’. Melakukan orientasi ini berarti menilai ketepatan waktu, mengorganisir, dan menggunakan waktu dengan bijaksana. Pengikut aliran naturalis Inggris Charles Darwin menyimpulkan pandangan ini dalam tulisannya, “Seseorang yang berani untuk menghabiskan satu jam belum menemukan nilai hidup”. Waktu merekam berapa jam anda bekerja, bel sekolah membuat anda berpindah dari kelas ke kelas, dan kalender menandai hari dan peristiwa penting dalam hidup anda. 
Budaya yang termasuk dalam M-time adalah Jerman, Austria, Swiss, dan budaya dominan di Amerika Serikat. Seperti yang dijelaskan oleh Hall, ”Orang-orang di dunia Barat, terutama orang Amerika, cenderung menganggap waktu sebagai sesuatu hal yang tetap ada di alam ini, sesuatu yang ada di sekitar kita, dan yang tidak dapat kita hindari, bagian dari lingkungan yang selalu hadir, sama seperti udara yang kita hirup.
Dalam konteks ataupun situasi bisnis, budaya M-time menjadwalkan janji ketemu sebelumnya, tidak datang terlambat, dan cenderung mengikuti rencana awal.  Sebagai tambahan, ketika berbisnis, orang dengan orientasi M-time cenderung menekankan pada menandatangani kontrak dan berpindah kepada pengusaha yang baru.
Lalu budaya polychronic, polychron atau penganut budaya polychronic menyatakan bahwa kecepatan budaya mereka lebih santai, pandangan budaya polychronic terhadap waktu adalah bahwa mempertahankan hubungan yang harmonis merupakan agenda yang penting, sehingga waktu digunakan lebih fleksibel supaya hubungan kita dengan orang lain baik ( Smith dan bond: 254 ).  Intinya sebagaimana mungki para penganut polycronic dapat menggunakan waktu se efisien dan se fleksibel namun tetap memperhatikan hubungan dan suasana hati, sehingga para ponochorn lebih santai dan segala sesuatu hal kurang terstruktur.
Berbeda dengan monochronic yang menekankan pada sesuatu yang terencanakan, polichronic ini menjelaskan bahwa dalam penggunaan waktunya bersifat santai ataupun fleksibel terhadap segala pekerjaan atau kegiatan seseorang. Sehingga tidak perlu jadwal dalam mengaturnya dan tidak tersetuktur. Polichronic ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang mempertahankan hubungan yang harmonis dengan orang lain, dan juga bagaimana seseorang mampu menggunakan waktu secara efektif dan efisien.
Polychronic Time. Orang dari budaya yang berorientasi pada polychronic menghidupi hidup mereka berbeda dengan mereka yang berpindah ke jam monochronic. Kecepatan dalam budaya P-time (Arab,Afrika,India,Amerika Latin,Asia Selatan,dan Asia Tenggara) lebih santai dibandingkan yang ditemukan dalam budaya M-time. Salah satu alasannya adalah bahwa hubungan antarmanusia merupakan inti dari budaya polychronic. Seperti yang dinyatakan oleh Smith dan Bond, “Pandangan polychronic terhadap waktu adalah bahwa mempertahankan hubugan yang harmonis merupakan agenda yang penting, sehingga waktu digunakan lebih fleksibel supaya hubungan kita dengan orang lain baik. Budaya ini biasanya kolektif dan berhubungan dengan kehidupan dalam perilaku holistik. Bagi budaya P-time waktu tidak begitu nyata, sehingga perasaan membuang-buang waktu tidak sebesar dalam budaya M-time. Anggota-anggotanya dapat berinteraksi dengan lebih dari satu orang atau melakukan satu hal dalam satu waktu.
Gannon memberikan contoh dari budaya multidimensi P-time ketika ia berbicara mengenai budaya turki, “polikronisme” dapat dilihat dengan jelas pada kemampuan orang Turki untuk berkonsentrasi pada hal-hal yang berbeda secara bersamaan di tempat kerja, di rumah atau di kedai kopi. Karena ciri P-time adalah aktivitas yang banyak dan fleksibilitas,  Dresser percaya hal tersebut menjelaskan mengapa percakapan sering dipotong dalam budaya Arab, Asia, dan Amerika Latin.
Seperti contoh orang polychronic dalam dunia kerja, mereka dapat mengerjakan satu hal dalam waktu yang bersamaan dan lebih santai dalam menanggapi sesuatu yang tidak bisa ditolerir oleh penganut budaya monochronic seperti terlambat dan tidak menghargai ketepatan waktu. Banyak Negara Negara yang di cap sebagai Negara penganut polychronic seperti diantaranya Arab, Afrika, India, Amerika Latin, Asia Selatan, dan Asia tenggara termasuk Indonesia. Namun tidak semuanya orang yang terdapat di dalam Negara tersebut menganut kebudayaan tersebut, ada sedikit dari sebagian orang di Negara-negara tersebut yang lebih condong kearah monochronic.
Implikasi dari perbedaan dalam persepsi waktu dalam budaya yang berbeda dapat organisasi luas diarahkan individu atau sentris tugas.
Pengaruh pada Organisasi. Isu-isu yang mempengaruhi perencanaan penjadwalan dan buruhisme memiliki efek luas organisasi dan pada gilirannya dipengaruhi oleh persepsi budaya berdasarkan waktu. P – Budaya Jenis mengambil pandangan jangka pendek dan tujuan organisasi sedangkan budaya waktu-M mengambil pandangan jangka panjang dan menekankan perencanaan organisasi jangka panjang. Untuk sebuah organisasi yang berencana untuk mendirikan operasi di P-jenis budaya itu akan untuk memperkenalkan para karyawan dengan yang lama-istilah tujuan dan menyelaraskan mereka dengan tujuan pribadi mereka untuk memperkenalkan visi jangka panjang.
Ulang sistem reward untuk penekanan pada pencapaian tujuan perencanaan jangka panjang juga akan memperkuat yang sama. Sebuah budaya yang memiliki campuran P dan perilaku tipe M menunjukkan perencanaan jangka panjang dan peran strategis SDM dalam perencanaan. Aturan dikodifikasi dan pengambilan keputusan diperbolehkan waktu yang cukup.
Informasi tentang unionisme umum adalah penggunaan untuk kedua karyawan dan manajemen karena ini mendefinisikan interaksi mereka dan tingkat partisipasi pekerja dalam manajemen.
Pengaruh pada individu. Aspek seperti penilaian kinerja penghargaan individu dan perspektif kepada pekerjaan beberapa masalah yang dipengaruhi oleh budaya berbasis persepsi waktu.
Penilaian kinerja dapat didasarkan pada prestasi individu atau dapat penekanan kinerja kelompok. Seorang individu dalam budaya M-jenis berkonsentrasi pada kinerja sendiri sejak prestasi kelompok bukan tujuan utama sementara dalam campuran P dan budaya M jenis kinerja kelompok adalah kriteria penting untuk penilaian kinerja. Dalam masalah ini organisasi dapat dituntun oleh norma-norma sosial dan nilai-nilai. Interval antara penilaian kinerja juga tergantung pada persepsi waktu dan budaya dengan keputusan jangka membuat siklus mungkin memerlukan siklus penilaian kinerja lagi.
Pengaruh pada Tugas. Tugas definisi dan pengembangan keterampilan tugas terkait juga dipengaruhi oleh persepsi budaya terkait waktu. Tugas dalam P-jenis budaya yang longgar didefinisikan memberikan fleksibilitas kepada karyawan sementara M-tipe budaya memiliki definisi yang kaku dari tugas. Dalam campuran P dan M jenis definisi budaya kerja adalah sederhana dan luas. Perbedaan ini bisa berarti ketidakpuasan kerja dalam organisasi yang beroperasi di budaya yang berbeda tetapi mengikuti definisi pekerjaan seragam.
Di Indonesia juga mungkin sebagian besar orang menggunakan polychronic, karena sifat orang indonesia yang santai dan lebih menekankan hubungan. Namun apabila terlalu santai, mengakibatkan segala sesuatunya tidak berjalan sebagaimana mestinya, bahkan bisa berantakan. Karena kecenderungan bahwa sifat santai bisa mengakibatkan kemalasan pada diri seseorang, dengan alasan segala sesuatunya tidak tersetruktur dan tertata dengan baik.
Letak perbedaan kedua kebudayaan monochronic dan polychronic tersebut, sepertinya sudah dapat jelas terlihat pada definisi dan pandangan dari masing masing kebudayaan yang telah di jabarakan.Pembahasan secara spesifik  tentang perbedaan dari kedua kebudayaan tersebut adalah dalam budaya monochronic mereka selalu berkomitmen dengan waktu dalam arti kata mereka selalu memikirkan tenggat waktu dan penjadwalan, berbeda dengan ploychronic yang selalu mempertimbangkan komitmen waktu dengan melihat hal-halyang dapat mempengaruhi atau yang dicapai, jika itu semua memungkin kan. Perbedaan selanjutnya terletak dari keterikatan yaitu para monochron lebih terikat dengan pekerjaan sedangkan polychron lebih terikat dengan manusia dan hubungan antarsesama, dari segi konteks orang dari budaya monochronic memiliki konteks yang rendah dan memerlukan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berbudaya polychronic yang sudah berkonteks tinggi dan sudah memiliki informasi yang jauh kebih banyak. Konsentrasi pun menjadi masalah bagi seorang polychron karena mudah terganggu dan diinterupsi disebabkan oleh banyak hal seperti melakukan berbagai hal dalam satu waktu, berbeda dengan monochronic yang jau lebih dapat berkonsentrasi karena mereka fokus dan mengerjakan satu hal dalam satu waktu.
Dari segi perencanaan monochronic selalu mengikut rencana yang telah diatur dan di jadwalkan berbeda dengan polychronic yang sering dan mudah menggantikan rencana yang telah di rancang dan dibuat. Dalam aspek berhubungan pun terdapat perbedaaan yang signifikan dari kedua kebudayaan tersebut, monochronic lebih kepada peduli untuk tidak mengganggu orang lain  dengan kata lain seperti menghargai privasi sedangkan polychronic lebih peduli pada orang yang dekat dengan dengan mereka seperti keluarga, teman, dan rekan bisnis dibandingkan dengan privasi. Tidak hanya itu monochronic juga menghargai hak milik pribadi, jarang meminjamkan atau meminjamkan berbeda dengan polychronic yang sering dan mudah meminjam dan meminjamkan barang barang. Satu lagi perbedaan dalam segi hubungan yangv terdapat dalam kedua kebudayaan tersebut adalah terletak dari jangka waktu hubungan, dalam budaya monochronic terbiasa dalam hubungan untuk jangka pendek sedangkan dalam kebudayaan polychronic bkecendrungan nya rendah untuk membangun kembali hubungan seumur hidup.
Dua point penting yang terdapat dalam perbedaan polychronic dan monochronic. Pertama, ketika berbicara mengenai monochronic dan polychronic sebagai dua kategori yang berbeda , bahwa akan lebih reaisltis jika melihat dua klasifikasi Hall sebagai suatu rangkaian. Karena ada banyak budaya yang tidak persis termasuk pada salah satu dari dua kategori ata kebudayaan tersebut, namun mengandung nilai – nilai baik dari monochronic dan polychronic. Lalu yang kedua adalah pentingnya untuk diingat bahwa bagaimana seseorang “menyikapi” karakter  monochronic dan polychronic merupakan hal yang kontekstual. Dalam suatu situasi, anda mungkin sangat cepat dalam arti kata monochronic, di situasi lain anda mungkin memutuskan bahwa apa yang sedang anda kerjakan sekarang adalah ppenting dan menunda janji anda berikutnya yang kali ini bertindak sepert polychronic.
Jadi kesimpulannyadari dua poin penting yang menyangkut M-time dan P-time yaitu, pertama, ketika berbicara mengenai M-time dan P-time sebagai dua kategori yang berbeda, kami menyarankan bahwa akan lebih realistis melihat dua klasifikasi yang dipaparkan Hall sebagai suatu rangkaian. Ada banyak budaya yang tidak persis termasuk pada salah satu dari dua kategori tersebut, namun mengandung nilai-nilai dari baik M-time maupun P-time. Kedua, penting untuk dingat bahwa bagaimana seseorang menyikapi karakter M-time dan P-time merupakan hal yang kontekstual. Dalam suatu situasi, anda mugkin sangat cepat (M-time). Di situasi lain, anda mungkin  memutuskan bahwa apa yang sedang anda kerjakan sekarang adalah penting dan menunda janji anda berikutnya (P-time).
            Seperti satu contoh ada seseorang yanh hidupnya selalu menghargai ketepatan waktu yang dalam hal ini seperti bekerja, orang tersebut selalu tepat waktu pada saat bekerja, namun di saat terjadi pendesakan waktu atau kejadian yang mengahalangi kegaiatan  pekerjaan anda orang tersebut tidak dapat memaksakan sikap monochron yang di miliki, denga mentolerir keterlamabatannya dan mengubah suasana hati nya secara tidak langsung irang tersebut telah berubah kearah kebudayaan polychronic. Begitu lah contoh kasu dari yang di terangkan oleh kedua point di atas.
Selain itu juga  Monochronic atau M-Time berarti melakukan sesuatu satu persatu dengan selalu mengasumsikan segala sesuatunya harus di atur dan di schedule dengan baik (Kebanyakkan orang western memiliki kultur M-Time ini). Oleh karena itu kebanyakan orang Monochronic juga adalah orang-orang yang memiliki Low-Context Culture.
Polychronic time atau P-Time berarti interaksi antar manusia lebih dihargai daripada waktu itu sendiri ataupun materi. Bukannya berarti hal-hal yang dikerjakan tidak diselesaikan, semuanya pasti selesai tapi tergantung waktunya sendiri. Orang-orang yang Polychronic juga biasanya memiliki High context Culture.
Perbandingan dan perbedaan yang terdapat dalam kedua kebudayaan tersebut dari segi sifat dan kebiasaan, namun ada beberapa perbedaan pandangan di dalam kebudayaan monochronic dan polychronic yaitu, bagi budaya polychronic waktu itu tidak begitu nyata sehingga, perasaan membuang buang waktu tidak sebesar dalam budaya monochronic, juga orang dari budaya yang berorientasi polychronic menghidupi hidup mereka berbeda dangan mereka yang berpindah ke jam monochronic.


Perbedaan mendasar dari kedua waktu ini adalah:
1. M-Time melakukan sesuatu satu persatu sedangkan P-Time melakukan banyak hal bersamaan.
2. M-Time berkonsentrasi penuh pada saat melakukan segala sesatu sedangkan P-Time sangat mudah ter-distract oleh hal lain.
3. M-Time selalu memikirkan kapan hal yang dikerjakannya selesai sedangkan P-Time selalu memikirkan apa dicapai ketika hal yang dia kerjakan diselesaikan.
4. M-Time selalu mementingkan pekerjaan yang dia kerjakan sekarang sedangkan P-Time lebih mementingkan interaksi / hubungan antar manusia ketika mengerjakan sesuatu.
5. M-Time jarang sekali meminjam barang kepunyaan orang lain sedangkan P-Time meminjam dan meminjamkan barang-barangnya dengan bebas.
6. M-Time selalu tepat waktu sedangkan P-Time mendasarkan ketepatan waktunya berdasarkan faktor hubungan antar manusia. Semoga post ini menjawab kenapa orang Indonesia selalu telat














Daftar Pustaka

Samovar, Larry A.,Porter,Richard E.,McDaniel,Edwin R.Komunikasi Lintas Budaya.Vol.7.Jakarta:Salemba Humanika,2010.
Budaya monochronic dan polychronic, http://humas-virtual.blogspot.com/2013/02/budaya-monochronic-dan-polychronic-time.html, diakses pukul 21.00, 1 desember 2013.
Persepsi waktu dan prioritas monchronic vs polychronic, http://penxpower.wordpress.com/2008/05/22/persepsi-waktu-dan-prioritas-monochronic-vs-polychronic/, diakses pukul 10.45, 2 desember 2013.
Perbedaan zona waktu yang berbeda (bagian 1), http://rukobatiktulis.wordpress.com/2011/12/29/budaya-perbedaan-budaya-zona-waktu-yang-berbeda-bagian-1/, diakses 10.45, 2 desember 2013.





*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.

Tidak ada komentar: