Ragam
Budaya
Monochronic (M-time) dan Polychronic (P-time).
Monochronic (M-time) dan Polychronic (P-time).
Oleh: Aji Muhammad Said
Menururt Antropolog
Edward T.Hall mengklasifikasi waktu sebagai suatu bentuk komunikasi. Hall
menyatakan bahwa budaya mengatur waktu dalam satu atau dua cara: monochronic (M-time)dan polychronic (P-time). Klasifikasi Hall
menggambarkan dua pendekatan berbeda dalam melihat dan menggunakan waktu.
Konsep
monochronic-polychronic pertama kali diperkenalkan pada tahun 1959, istilah
"polychronic" dan "monochronic" pertama kali digunakan
untuk menggambarkan seluruh kebudayaan dan bukan individu. Dimensi ini
menunjukkan bahwa budaya yang berbeda memiliki persepsi waktu yang berbeda,
dimana monochron dan polychron harus dilakukan dengan pengertian waktu artinya
bagaimana kita memandang dan mengelola waktu. Pada intinya kedua budaya
tersebut menekan kan bagaimana perbedaan dimensi waktu dan penggunaan waktu
pada kebudayaan yang berbeda.
Philip R. Cateora dan
John L. Graham Pemasaran Internasional edisi Pascasarjana. mendefinisikan
klasifikasi perspektif waktu ke Monochronic dan waktu Polychronic. M-waktu atau
persepsi waktu monochronic budaya
menyiratkan bahwa orang cenderung untuk berkonsentrasi pada satu hal pada suatu
waktu. Ini adalah khas budaya
konteks rendah seperti Amerika Utara Swiss dan Skandinavia. Mereka membagi
waktu dalam unit-unit kecil dan prihatin dengan ketepatan. M-waktu digunakan
dalam cara linier dan berpengalaman sebagai nyata bahwa kami menghemat waktu
menghabiskan waktu atau waktu limbah. Konsep waktu polychronic atau P-waktu
ditandai dengan terjadinya simultan dari banyak hal dan oleh keterlibatan besar
dengan orang-orang . Waktu-P memungkinkan untuk hubungan untuk membangun dan
konteks untuk diserap sebagai bagian dari budaya konteks tinggi seperti India dan negara-negara Asia
Selatan. Penyelesaian transaksi manusia dianggap lebih penting daripada
memegang jadwal.
Hal yang melatarbelakangi
monochronic-polychronic adalah pandangan yang berbeda terhadap waktu pada suatu
kebudayaan. Seseorang menggunakann waktu dan menggelola waktu mempunyai konteks
dan olahan yang berbeda dengan orang lain. Ada yang mengerjakan satu pekerjaan
dalam satu waktu, ada pula yang mengerjakan beberapa pekerjaan dalam waktu yang
sama. Ada yang menggunakan jadwal untuk menggatur waktu, dan ada pula yang
tidak harus terikat dengan jadwal dalam mengelola waktu (fleksibel).
Jika di definisikan
Monochronic merupakan sebuah konsep yang menjelaskan waktu sebagai hal yang
linear dan terbagi. Lebih spesifik lagi, pandangan monochronic terhadap waktu
adalah bahwa waktu merupakan hal yang harus diatur dan dibagi pengelolaannya
dengan menggunakan penjadwalan dan perjanjian dan cenderung melakukan satu hal
dalam satu waktu, kegiatan pun terstruktur dan dijadwalkan secara linear,
berdasarkan kejelasan tujuan, efisiensi pelaksanaan dan kemajuan ekonomi.
Budaya monochronic menilai bahwa keteraturan waktu akan meperbaiki
segalanya, istilah monochron digunakan bagi orang yang menganut budaya
monochronic.
Sehingga lebih detailnya
lagi monochroni ini menjelaskan bahwa waktu itu disusun sedemikian rupa
(terbagi/ terjadwal) dalam mengatur pekerjaan ataupun kegiatan seseorang.
Kegiatan ataupun pekerjaan seseorang ini teroganisir dan terencanakan menurut
pandangan monochronic ini, dan juga secara tidak langsung pandangan monochronic
ini juga menuntut seserang untuk tepat waktu, disiplin terhadap apa yang sudah
direncanakan, dan waktu yang sudah ditetapkan.
Contoh nyata dari budaya
monochronic adalah di tempat kerja monochron akan lebih tepat waktu sehingga
mereka tidak dapat mentolerir orang yang tidak dapat menghargai waktu dalam
arti kata seperti terlambat, mereka juga hanya mengerjakan satu tugas pada satu
waktu, jadi mereka tidak mengerjakan tugas yang lain pada saat bersamaan dan waktu
yang sama, lebih kepada bagaimana mereka menjadwal kan kegiatan lain pada waktu
yang berbeda pada sebuah penjadwalan yang teratur. Budaya monocronic ini
biasanya lebih dominan berkembang di Negara seperti Jerman.
Monochronic Time. Seperti
arti yang dimiliki oleh kata monochronic, konsep ini menjelaskan waktu sebagai
hal yang linear dan terbagi menjadi lebih spesifik lagi, ”pandangan monochronic
terhadap waktu memercayai bahwa waktu merupakan sumber yang langka yang harus
dibagi dan diatur melalui penggunaan jadwal dan janji temu,dan melalui tujuan
hanya mengerjakan satu hal dalam satu waktu. Novinger menyimpulkan
karakteristik budaya yang monochronic dengan menyatakan,” Budaya yang
monochronic memiliki pendekatan yang sebagian besar linear dan berurutan terhadap
waktu yang rasional,menekankan spontanitas, dan cenderung berfokus pada satu
aktivitas pada suatu waktu.Budaya dengan orientasi seperti ini melihat waktu
sebagai hal yang nyata.Ketika berbicara mengenai pengalaman M-time Hall
menyatakan, “Orang-orang berbicara mengenai waktu seolah-olah waktu itu adalah
uang,sesuatu yang dapat ‘dihabiskan’, ’disimpan’, ‘dibuang’, dan ‘dihilangkan’.
Melakukan orientasi ini berarti menilai ketepatan waktu, mengorganisir, dan
menggunakan waktu dengan bijaksana. Pengikut aliran naturalis Inggris Charles
Darwin menyimpulkan pandangan ini dalam tulisannya, “Seseorang yang berani
untuk menghabiskan satu jam belum menemukan nilai hidup”. Waktu merekam berapa
jam anda bekerja, bel sekolah membuat anda berpindah dari kelas ke kelas, dan
kalender menandai hari dan peristiwa penting dalam hidup anda.
Budaya yang termasuk
dalam M-time adalah Jerman, Austria, Swiss, dan budaya dominan di Amerika
Serikat. Seperti yang dijelaskan oleh Hall, ”Orang-orang di dunia Barat,
terutama orang Amerika, cenderung menganggap waktu sebagai sesuatu hal yang
tetap ada di alam ini, sesuatu yang ada di sekitar kita, dan yang tidak dapat
kita hindari, bagian dari lingkungan yang selalu hadir, sama seperti udara yang
kita hirup.
Dalam konteks ataupun situasi
bisnis, budaya M-time menjadwalkan janji ketemu sebelumnya, tidak datang
terlambat, dan cenderung mengikuti rencana awal. Sebagai tambahan, ketika berbisnis, orang
dengan orientasi M-time cenderung menekankan pada menandatangani kontrak dan
berpindah kepada pengusaha yang baru.
Lalu budaya polychronic,
polychron atau penganut budaya polychronic menyatakan bahwa kecepatan budaya
mereka lebih santai, pandangan budaya polychronic terhadap waktu adalah bahwa
mempertahankan hubungan yang harmonis merupakan agenda yang penting, sehingga
waktu digunakan lebih fleksibel supaya hubungan kita dengan orang lain baik (
Smith dan bond: 254 ). Intinya sebagaimana mungki para penganut
polycronic dapat menggunakan waktu se efisien dan se fleksibel namun tetap memperhatikan
hubungan dan suasana hati, sehingga para ponochorn lebih santai dan segala
sesuatu hal kurang terstruktur.
Berbeda dengan
monochronic yang menekankan pada sesuatu yang terencanakan, polichronic ini
menjelaskan bahwa dalam penggunaan waktunya bersifat santai ataupun fleksibel
terhadap segala pekerjaan atau kegiatan seseorang. Sehingga tidak perlu jadwal
dalam mengaturnya dan tidak tersetuktur. Polichronic ini lebih menekankan pada
bagaimana seseorang mempertahankan hubungan yang harmonis dengan orang lain,
dan juga bagaimana seseorang mampu menggunakan waktu secara efektif dan
efisien.
Polychronic Time. Orang dari budaya yang berorientasi
pada polychronic menghidupi hidup mereka berbeda dengan mereka yang berpindah
ke jam monochronic. Kecepatan dalam budaya P-time (Arab,Afrika,India,Amerika
Latin,Asia Selatan,dan Asia Tenggara) lebih santai dibandingkan yang ditemukan
dalam budaya M-time. Salah satu alasannya adalah bahwa hubungan antarmanusia
merupakan inti dari budaya polychronic. Seperti yang dinyatakan oleh Smith dan
Bond, “Pandangan polychronic terhadap waktu adalah bahwa mempertahankan hubugan
yang harmonis merupakan agenda yang penting, sehingga waktu digunakan lebih
fleksibel supaya hubungan kita dengan orang lain baik. Budaya ini biasanya kolektif
dan berhubungan dengan kehidupan dalam perilaku holistik. Bagi budaya P-time
waktu tidak begitu nyata, sehingga perasaan membuang-buang waktu tidak sebesar
dalam budaya M-time. Anggota-anggotanya dapat berinteraksi dengan lebih dari
satu orang atau melakukan satu hal dalam satu waktu.
Gannon memberikan contoh
dari budaya multidimensi P-time ketika ia berbicara mengenai budaya turki,
“polikronisme” dapat dilihat dengan jelas pada kemampuan orang Turki untuk
berkonsentrasi pada hal-hal yang berbeda secara bersamaan di tempat kerja, di
rumah atau di kedai kopi. Karena ciri P-time adalah aktivitas yang banyak dan
fleksibilitas, Dresser percaya hal
tersebut menjelaskan mengapa percakapan sering dipotong dalam budaya Arab,
Asia, dan Amerika Latin.
Seperti contoh orang
polychronic dalam dunia kerja, mereka dapat mengerjakan satu hal dalam waktu
yang bersamaan dan lebih santai dalam menanggapi sesuatu yang tidak bisa
ditolerir oleh penganut budaya monochronic seperti terlambat dan tidak
menghargai ketepatan waktu. Banyak Negara Negara yang di cap sebagai Negara penganut
polychronic seperti diantaranya Arab, Afrika, India, Amerika Latin, Asia
Selatan, dan Asia tenggara termasuk Indonesia. Namun tidak semuanya orang yang
terdapat di dalam Negara tersebut menganut kebudayaan tersebut, ada sedikit
dari sebagian orang di Negara-negara tersebut yang lebih condong kearah
monochronic.
Implikasi dari perbedaan
dalam persepsi waktu dalam budaya
yang berbeda dapat organisasi luas diarahkan individu atau sentris tugas.
Pengaruh pada Organisasi.
Isu-isu yang mempengaruhi perencanaan penjadwalan dan buruhisme memiliki efek
luas organisasi dan pada gilirannya dipengaruhi oleh persepsi budaya berdasarkan waktu. P – Budaya
Jenis mengambil pandangan jangka pendek dan tujuan organisasi sedangkan budaya waktu-M mengambil pandangan
jangka panjang dan menekankan perencanaan organisasi jangka panjang. Untuk
sebuah organisasi yang berencana untuk mendirikan operasi di P-jenis budaya itu akan untuk memperkenalkan
para karyawan dengan yang lama-istilah tujuan dan menyelaraskan mereka dengan
tujuan pribadi mereka untuk memperkenalkan visi jangka panjang.
Ulang sistem reward untuk
penekanan pada pencapaian tujuan perencanaan jangka panjang juga akan
memperkuat yang sama. Sebuah budaya
yang memiliki campuran P dan perilaku tipe M menunjukkan perencanaan jangka
panjang dan peran strategis SDM dalam perencanaan. Aturan dikodifikasi dan
pengambilan keputusan diperbolehkan waktu yang cukup.
Informasi tentang
unionisme umum adalah penggunaan untuk kedua karyawan dan manajemen karena ini
mendefinisikan interaksi mereka dan tingkat partisipasi pekerja dalam
manajemen.
Pengaruh pada individu.
Aspek seperti penilaian kinerja penghargaan individu dan perspektif kepada
pekerjaan beberapa masalah yang dipengaruhi oleh budaya berbasis persepsi waktu.
Penilaian kinerja dapat
didasarkan pada prestasi individu atau dapat penekanan kinerja kelompok.
Seorang individu dalam budaya
M-jenis berkonsentrasi pada kinerja sendiri sejak prestasi kelompok bukan
tujuan utama sementara dalam campuran P dan budaya M jenis kinerja kelompok adalah kriteria penting untuk
penilaian kinerja. Dalam masalah ini organisasi dapat dituntun oleh norma-norma
sosial dan nilai-nilai. Interval antara penilaian kinerja juga tergantung pada
persepsi waktu dan budaya dengan
keputusan jangka membuat siklus mungkin memerlukan siklus penilaian kinerja
lagi.
Pengaruh pada Tugas.
Tugas definisi dan pengembangan keterampilan tugas terkait juga dipengaruhi
oleh persepsi budaya terkait
waktu. Tugas dalam P-jenis budaya
yang longgar didefinisikan memberikan fleksibilitas kepada karyawan sementara
M-tipe budaya memiliki definisi
yang kaku dari tugas. Dalam campuran P dan M jenis definisi budaya kerja adalah sederhana dan
luas. Perbedaan ini bisa berarti ketidakpuasan kerja dalam organisasi yang
beroperasi di budaya yang
berbeda tetapi mengikuti definisi pekerjaan seragam.
Di Indonesia juga mungkin
sebagian besar orang menggunakan polychronic, karena sifat orang indonesia yang
santai dan lebih menekankan hubungan. Namun apabila terlalu santai,
mengakibatkan segala sesuatunya tidak berjalan sebagaimana mestinya, bahkan
bisa berantakan. Karena kecenderungan bahwa sifat santai bisa mengakibatkan
kemalasan pada diri seseorang, dengan alasan segala sesuatunya tidak
tersetruktur dan tertata dengan baik.
Letak perbedaan kedua
kebudayaan monochronic dan polychronic tersebut, sepertinya sudah dapat jelas
terlihat pada definisi dan pandangan dari masing masing kebudayaan yang telah
di jabarakan.Pembahasan secara spesifik tentang perbedaan dari kedua
kebudayaan tersebut adalah dalam budaya monochronic mereka selalu berkomitmen
dengan waktu dalam arti kata mereka selalu memikirkan tenggat waktu dan
penjadwalan, berbeda dengan ploychronic yang selalu mempertimbangkan komitmen
waktu dengan melihat hal-halyang dapat mempengaruhi atau yang dicapai, jika itu
semua memungkin kan. Perbedaan selanjutnya terletak dari keterikatan yaitu para
monochron lebih terikat dengan pekerjaan sedangkan polychron lebih terikat
dengan manusia dan hubungan antarsesama, dari segi konteks orang dari budaya
monochronic memiliki konteks yang rendah dan memerlukan informasi yang lebih
banyak dibandingkan dengan orang yang berbudaya polychronic yang sudah
berkonteks tinggi dan sudah memiliki informasi yang jauh kebih banyak.
Konsentrasi pun menjadi masalah bagi seorang polychron karena mudah terganggu
dan diinterupsi disebabkan oleh banyak hal seperti melakukan berbagai hal dalam
satu waktu, berbeda dengan monochronic yang jau lebih dapat berkonsentrasi
karena mereka fokus dan mengerjakan satu hal dalam satu waktu.
Dari segi perencanaan
monochronic selalu mengikut rencana yang telah diatur dan di jadwalkan berbeda
dengan polychronic yang sering dan mudah menggantikan rencana yang telah di
rancang dan dibuat. Dalam aspek berhubungan pun terdapat perbedaaan yang
signifikan dari kedua kebudayaan tersebut, monochronic lebih kepada peduli
untuk tidak mengganggu orang lain dengan kata lain seperti menghargai
privasi sedangkan polychronic lebih peduli pada orang yang dekat dengan dengan
mereka seperti keluarga, teman, dan rekan bisnis dibandingkan dengan privasi.
Tidak hanya itu monochronic juga menghargai hak milik pribadi, jarang
meminjamkan atau meminjamkan berbeda dengan polychronic yang sering dan mudah
meminjam dan meminjamkan barang barang. Satu lagi perbedaan dalam segi hubungan
yangv terdapat dalam kedua kebudayaan tersebut adalah terletak dari jangka
waktu hubungan, dalam budaya monochronic terbiasa dalam hubungan untuk jangka
pendek sedangkan dalam kebudayaan polychronic bkecendrungan nya rendah untuk
membangun kembali hubungan seumur hidup.
Dua point penting yang
terdapat dalam perbedaan polychronic dan monochronic. Pertama, ketika berbicara
mengenai monochronic dan polychronic sebagai dua kategori yang berbeda , bahwa
akan lebih reaisltis jika melihat dua klasifikasi Hall sebagai suatu rangkaian.
Karena ada banyak budaya yang tidak persis termasuk pada salah satu dari dua
kategori ata kebudayaan tersebut, namun mengandung nilai – nilai baik dari monochronic
dan polychronic. Lalu yang kedua adalah pentingnya untuk diingat bahwa
bagaimana seseorang “menyikapi” karakter monochronic dan polychronic
merupakan hal yang kontekstual. Dalam suatu situasi, anda mungkin sangat cepat
dalam arti kata monochronic, di situasi lain anda mungkin memutuskan bahwa apa
yang sedang anda kerjakan sekarang adalah ppenting dan menunda janji anda
berikutnya yang kali ini bertindak sepert polychronic.
Jadi kesimpulannyadari
dua poin penting yang menyangkut M-time dan P-time yaitu, pertama, ketika
berbicara mengenai M-time dan P-time sebagai dua kategori yang berbeda, kami
menyarankan bahwa akan lebih realistis melihat dua klasifikasi yang dipaparkan
Hall sebagai suatu rangkaian. Ada banyak budaya yang tidak persis termasuk pada
salah satu dari dua kategori tersebut, namun mengandung nilai-nilai dari baik
M-time maupun P-time. Kedua, penting untuk dingat bahwa bagaimana seseorang
menyikapi karakter M-time dan P-time merupakan hal yang kontekstual. Dalam
suatu situasi, anda mugkin sangat cepat (M-time). Di situasi lain, anda
mungkin memutuskan bahwa apa yang sedang
anda kerjakan sekarang adalah penting dan menunda janji anda berikutnya
(P-time).
Seperti satu contoh ada seseorang yanh hidupnya selalu menghargai ketepatan
waktu yang dalam hal ini seperti bekerja, orang tersebut selalu tepat waktu
pada saat bekerja, namun di saat terjadi pendesakan waktu atau kejadian yang
mengahalangi kegaiatan pekerjaan anda orang tersebut tidak dapat
memaksakan sikap monochron yang di miliki, denga mentolerir keterlamabatannya
dan mengubah suasana hati nya secara tidak langsung irang tersebut telah
berubah kearah kebudayaan polychronic. Begitu lah contoh kasu dari yang di
terangkan oleh kedua point di atas.
Selain itu
juga Monochronic atau M-Time berarti
melakukan sesuatu satu persatu dengan selalu mengasumsikan segala sesuatunya
harus di atur dan di schedule dengan baik (Kebanyakkan orang western memiliki
kultur M-Time ini). Oleh karena itu kebanyakan orang Monochronic juga adalah orang-orang
yang memiliki Low-Context Culture.
Polychronic time atau P-Time berarti interaksi antar manusia lebih dihargai daripada waktu itu sendiri ataupun materi. Bukannya berarti hal-hal yang dikerjakan tidak diselesaikan, semuanya pasti selesai tapi tergantung waktunya sendiri. Orang-orang yang Polychronic juga biasanya memiliki High context Culture.
Polychronic time atau P-Time berarti interaksi antar manusia lebih dihargai daripada waktu itu sendiri ataupun materi. Bukannya berarti hal-hal yang dikerjakan tidak diselesaikan, semuanya pasti selesai tapi tergantung waktunya sendiri. Orang-orang yang Polychronic juga biasanya memiliki High context Culture.
Perbandingan
dan perbedaan yang terdapat dalam kedua kebudayaan tersebut dari segi sifat dan
kebiasaan, namun ada beberapa perbedaan pandangan di dalam kebudayaan
monochronic dan polychronic yaitu, bagi budaya polychronic waktu itu tidak
begitu nyata sehingga, perasaan membuang buang waktu tidak sebesar dalam budaya
monochronic, juga orang dari budaya yang berorientasi polychronic menghidupi
hidup mereka berbeda dangan mereka yang berpindah ke jam monochronic.
Perbedaan mendasar dari kedua waktu ini adalah:
1.
M-Time melakukan sesuatu satu persatu sedangkan P-Time melakukan banyak hal
bersamaan.
2.
M-Time berkonsentrasi penuh pada saat melakukan segala sesatu sedangkan P-Time
sangat mudah ter-distract oleh hal lain.
3.
M-Time selalu memikirkan kapan hal yang dikerjakannya selesai sedangkan P-Time
selalu memikirkan apa dicapai ketika hal yang dia kerjakan diselesaikan.
4.
M-Time selalu mementingkan pekerjaan yang dia kerjakan sekarang sedangkan
P-Time lebih mementingkan interaksi / hubungan antar manusia ketika mengerjakan
sesuatu.
5.
M-Time jarang sekali meminjam barang kepunyaan orang lain sedangkan P-Time
meminjam dan meminjamkan barang-barangnya dengan bebas.
6.
M-Time selalu tepat waktu sedangkan P-Time mendasarkan ketepatan waktunya
berdasarkan faktor hubungan antar manusia. Semoga post ini menjawab kenapa
orang Indonesia selalu telat
Daftar Pustaka
Samovar,
Larry A.,Porter,Richard E.,McDaniel,Edwin R.Komunikasi
Lintas Budaya.Vol.7.Jakarta:Salemba Humanika,2010.
Budaya
monochronic dan polychronic, http://humas-virtual.blogspot.com/2013/02/budaya-monochronic-dan-polychronic-time.html,
diakses pukul 21.00, 1 desember 2013.
Persepsi
waktu dan prioritas monchronic vs polychronic, http://penxpower.wordpress.com/2008/05/22/persepsi-waktu-dan-prioritas-monochronic-vs-polychronic/,
diakses pukul 10.45, 2 desember 2013.
Perbedaan
zona waktu yang berbeda (bagian 1), http://rukobatiktulis.wordpress.com/2011/12/29/budaya-perbedaan-budaya-zona-waktu-yang-berbeda-bagian-1/, diakses 10.45, 2 desember 2013.
*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar