Bismillahirrahmanirrahim
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1.
KIDUNG
Kidung adalah
karya sastra Jawa zaman abad Pertengahan masa kerajaan Majapahit akhir, yang
banyak menggunakan bahasa Jawa Tengah berbentuk tembang, baik nama maupun
metrum yang dianut seperti halnya Tembang Macapat. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kidung berarti nyanyian, lagu (syair yang dinyanyikan), serta
puisi.
Kidung-kidung di
bawah ini diambil dari tradisi historis mengenai kerajaan Majapahit. Adapun
lingkupnya ialah: peristiwa-peristiwa yang menyebabkan jatuhnya kerajaan
Singasari serta didirikannya kerajaan baru untuk sebagian meneruskan kerajaan
sebelumnya.
Pertikaian-pertikaian
di dalam tubuh kerajaan baru selama puluhan tahun pertama sejak berdirinya
kerajaan Singasari. Informasi berikut menjadi pendapat dan analisis yang menyatakan
bahwa kisah-kisah-kisah ini berakar pada kenyataan sejarah. Sastra Kidung juga
merupakan sumber informasi penelitian sejarah kebudayaan bangsa. diantaranya
adalah; Kidung
Harsawijaya, Kidung
Ranggalawe, Cerita-cerita Panji, Kidung
Sorandaka, Kidung Waseng (Sari)
2.
SULUK
Sebuah
kitab bernama Kanzul Hum karya Ibnu Bathutah yang sekarang
disimpan di museum Istana Turki di Istanbul menyebutkan bahwa Walisongo datang
ke Indonesia atas perintah Sultan Muhammad I untuk menyebarkan agama Islam. Dalam
mengembangkan Agama Islam dan budaya Jawa, tercatat Sunan Giri, mengajarkan ke
orang dewasa tembang-tembang Jawa yang beliau ciptakan sendiri. Meliputi,
Asmarandana dan Pucung, dua tembang dari macapat. Yang pertama
berarti api asmara, biasanya untuk mengungkapkan rasa cinta kasih. Tembang ini
terdiri dari tujuh baris dan guru lagu (jumlah suku kata) dan guru
swara (bunyi akhir bait).
Untuk anak-anak,
beliau menciptakan beberapa permainan, seperti, “jentungan” atau permainan
bersama disertai lagu dolanan seperti, “jamuran”,”cublak
cublak suweng”,“jilumper,” dan, ”gula ganti” serta masih banyak lagi permainan
lainnya yang sebenarnya mempunyai makna tersirat, yaitu mengajarkan mencintai Allah,
tidak buta akan kecintaannya pada dunia. Alasan Sunan Giri berdakwah dengan
membuat dolanan dan tembang adalah karena pada zaman itu, di daerah jawa masih
kental denga pengaruh indu budha. Budaya yang terkenal adalah tembang dan
wayang, sehingga Sunan Giri memiliki inisiatif mrmbuat tembang macapat yang
kanugannya mengajarkan tentang ketauhidan dan nasihat – nasihat agar tidak terlalu
cinta terhadap dunia.
Tidak cukup
sampai di situ, Sunan Bonang pun membuat salah satu perangkat gamelan yang
merupakan perangkat krusial dalam gamelan, Bonang. Pada masa lampau, alat musik
mini sering diigunakan untuk gamelan pengiring pertunjukan wayang kulit,
juga digunakan oleh aparat desa untuk menyebarkan woro-woro (al amri, muhammad
wildan dalam Akulturasi Budaya Jawa dengan Islam).
Selain
itu, Maulana Malik Ibrahim menciptakan tembang suluk, gundul-gundul pacul, Sunan Drajat (Raden Qosim) dengan tembang
pangkur, sunan kalijaga (raden mas syahid); babad alas wonomerto, tembang
dandanggula, sunan kudus (jakfar sadiq); tembang maskumambang dan mijil,
dan sunan muria; tembang sinom dan kinanti. Wayang kulit dikembangkan sunan kalijaga sebagai pengganti wayang beber, wayang yang pada masa
Majapahit terbuat dari kertas yang lebar (portal kisah dunia). Dari gambaran
singkat di atas, kita bisa membayangkan bahwasanya budaya di tanah Jawa atau
pun nusantara tidak terlepas dari pengaruh Islam dan Kekhilafahan Islam
Utsmani. Hal ini datang dari spirit kewajiban untuk menyebarkan dakwah Islam ke
seluruh manusia.
Refrensi:
·
(al amri, muhammad wildan dalam Akulturasi
Budaya Jawa dengan Islam).
·
(portal kisah dunia).
· http://www.nu.or.id/post/read/91005/kidung-kawedar-sunan-kalijaga-kaji-asal-dan-tujuan-manusia
*Apabila
mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis,
dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.