Pesan dalam Pesan
Oleh: Aji Muhammad Said
via dok.pribadi; Masjid Agung Palembang
Ada banyak pemahaman dalam
berpendapat berkaitan dengan sesuatu yang kita lakukan. Dasar itu semua adalah
ilmu dan iman (taqwa). Setiap orang punya niat masing-masing dalam hidupnya.
Niat ini ditujukan untuk mencapai tujuan masing-masing. Namun beda kata apabila
sebuah tindakan ditujukan untuk mendapat imbalan itu namanya pamrih. Berbanding
sebaliknya, apabila menghargai suatu hal, artinya kita menghargai hal atau
tindakan yang orang lain lakukan kepada kita, ini seperti ucapan terima kasih
untuk apa yang orang beri kepada kita, niat kita mengapresiasi apa yang orang
lain lakukan. Apabila bertemu niat seseorang untuk mendapat pamrih dan niat
orang mengapresiasi, maka melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, orang
yang berbeda, terutama pada niatnya. Ada istilah ikhlas dan tulus, artinya kita
melakukan sesuatu tidak mengharapkan sesuatu, murni tujuan adalah berbuat baik.
Melandasi sesuatu atas dasar Allah.
Jangan berikan
kebijaksanaan pada orang yang tidak layak untuk menerimanya, karena ia kelak
akan menzalimimu. Jangan kamu simpan kebijaksanaan dari orang yang layak
menerimanya, itu berarti kamu telah menzaliminya. Kami meneguk minuman yang
baik milik orang baik---ternyata beginilah manisnya minuman untuk orang-orang
yang baik. Kami minum lalu sisanya kami tuangkan ke bumi---Dalam cangkir
kedermawanan, terdapat porsi untuk bumi.
Maulana Rumi mengatakan;
"Demi Allah, sudah sepatutnya bagi manusia untuk selalu memiliki harapan.
Iman itu sendiri terdiri atas rasa takut dan harapan." Prinsip rahasia dari
segala sesuatu adalah ucapan dan kata-kata. Kamu belum benar-benar mengetahui
ucapan dan kata-kata itu, dan karenanya kamu menganggapnya tidak penting.
Bagaimanapun ucapan adalah buah dari pohon tindakan. Karena kata-kata
dilahirkan dari tindakan. Allah SWT menciptakan dunia dengan kata-kata
"jadi, maka jadilah."
Sebagai contoh, jika
seseorang menanam benih gandum, tentu ia berharap bahwa suatu saat ia akan
memanen gandum itu. Di saat yang bersamaan, ia juga takut penyakit dan hama
yang mengakibatkan dirinya gagal panen. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa
tidak ada harapan tanpa adanya rasa takut. Kita bahkan tidak mungkin
membayangkan harapan tanpa rasa takut, atau bahkan sebaliknya. Jika seseorang
memupuk harapan akan balasan atas kebaikan yang dilakukannya, bukan tidak
mungkin ia akan menjadi lebih giat dan rajin dalam bekerja. Harapan seperti
menjadi sayap baginya. Di mana semakin kuat lambaian sayapnya maka akan semakin
tinggi. Sementara jika ia berputus asa, ia akan menjadi malas. Ia tak akan
melakukan apa-apa lagi. Seperti orang sakit yang meneguk obat yang pahit dan
meninggalkan puluhan makanan lezat; jika ia tidak mengharapkan sehat, bagaimana
bisa ia tahan meneguk obat yang pahit ?
Allah akan menganugrahkan
apa yang kamu minta. Sejauh mana semangatmu, sejauh itulah kamu akan
mendapatkan apa yang kamu minta. "Burung terbang dengan kedua sayapnya,
dan orang mukmin terbang dengan semangat yang dimilikinya." Sebagian anak adam memilih
mengikuti akalnya ketimbang hawa nafsunya, sehingga mereka sampai pada tingkat
malaikat dan cahaya murni. Mereka ini
adalah para nabi dan wali. Mereka telah terbebas dari rasa takut dan harapan,
karena itulah "Maka tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati" ( Qs. Al-Baqarah: 38).
Adapun sebagian yang lain,
lebih memenangkan hawa nafsunya ketimbang akal, sehingga mereka benar-benar
menjadi seperti binatang. Sedangkan sisanya masih dalam pergulatan hawa nafsu
dan akal. Mereka adalah sekelompok orang yang dalam diri mereka berbaur dengan
perasaan, sedih, gelisah, sakit, menderita dengan kehidupan yang mereka jalani.
Mereka adalah orang-orang mukmin ditunggu para wali untuk dibawa ke tempat asal
mereka, untuk membuat mereka seperti para wali. Di tempat lain mereka juga ditunggu
oleh para setan untuk diseret, untuk dibawa ketempat yang paling rendah untuk
dijadikan teman mereka.
Marilah kita beristigfar karena pikiran
dan paradigmamu itu, kita tidak akan menyangka bahwa impian kita tidak terwujud dengan
tangan dan kakimu, ternyata Allah-lah yang mewujudkan impian itu. Sekarang, setelah kamu
menyadari bahwa Allah yang mewujudkan impian itu. Sekarang setelah kamu menyadari
bahwa Allah yang
mewujudkan semua itu, bersitigfarlah.
Hikmah
Hikmah itu seperti hujan.
Di tempat penyimpanannya ia tak pernah habis, tapi ia turun sesuai kebutuhan;
di musim dingin dan musim semi, di musim kemarau dan musim gugur, selalu dalam
kadar yang sesuai dengan kebutuhan di musim itu kadang bertambah kadang
berkurang jumlahnya. Tapi yang jelas, hujan tidak memiliki batasan tempat di
mana ia akan turun.
"Tidak ada sesuatu,
yang baik atau buruk, kecuali Kami memiliki ruang penyimpanannya yang tak
memiliki batas, akan tetapi sesuatu itu Kami berikan sesuai kebutuhan" Satu kepastian itu lebih
utama dibandingkan Seratus keraguan. Mereka yang belum sampai kepada tujuannya
itu masih memiliki harapan untuk sampai juga. Semua yang dikerjakan oleh
manusia akan dinilai oleh Allah SWT. Bahkan jika kedua matanya tertutup, usaha
mereka tidak akan hilang. "Tak seorang pun mengetahui
berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka
atas apa yang mereka kerjakan." (Qs. Al-Sajdah: 17).
Dari sini dapat kita lihat
bahwa pikiran memiliki pengaruh yang sanggat besar. Segala bentuk yang ada di
dunia ini hanya mengikuti dan menjadi alat bagi pikiran; yang mana tanpa
pikiran, bentuk-bentuk itu akan mati dan kaku. Mereka yang hanya mementingkan
bentuk dan hanya menyibukkan dirinya dengannya juga akan mati; mereka tidak
mampu menembus makna. Mereka adalah anak-anak dan belum dewasa. Sekalipun
penampilan mereka seperti seseorang yang bisa dianggap sebagai panutan.
"Kita telah kembali
dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar", artinya kita sedang
bertempur melawan bentuk dan berusaha mengalahkan para shuwariyyin (orang-orang yang memperhatikan bentuk) ini.
Selanjutnya kita juga harus berhadapan dengan tentara-tentara pikiran, sehingga
pikiran yang baik dapat menghancurkan pikiran yang buruk dan mengusirnya dari
kerajaan tubuh kita. Inilah yang disebut Jihad besar, pertempuran yang Agung.
Kamu adalah esensi,
sementara dua dunia itu adalah aksiden (tampilan luar) bagimu, Dan esensi yang
kamu cari dari aksiden sama sekali tak berharga. Tangisilah orang yang mencari
ilmu dalam hati. Dan tertawalah pada orang yang mencari akal dalam jiwa. Dan adapun orang-orang
yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya. (Qs. al Nazi'at:
40-41).
Allah berkata; "
Semua sifat yang aku miliki tidak terbatas, dan kami mengirimnya kepadamu
dengan kadar tertentu". Rasulullah Saw, senantiasa bertindak atas nama jemaah. Hal ini dikarenakan berkumpulnya
jiwa-jiwa akan memberikan pengaruh yang sangat besar dan penting, yang tidak
bisa dihasilkan oleh satu jiwa. Inilah alasan mengapa masjid dibangun, agar
orang sekitar bisa berkumpul sehingga rahmat serta manfaat menjadi berlipat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar