Kamis, 14 November 2019

Opini_Pesan dalam Pesan


Pesan dalam Pesan
Oleh: Aji Muhammad Said


via dok.pribadi; Masjid Agung Palembang



Ada banyak pemahaman dalam berpendapat berkaitan dengan sesuatu yang kita lakukan. Dasar itu semua adalah ilmu dan iman (taqwa). Setiap orang punya niat masing-masing dalam hidupnya. Niat ini ditujukan untuk mencapai tujuan masing-masing. Namun beda kata apabila sebuah tindakan ditujukan untuk mendapat imbalan itu namanya pamrih. Berbanding sebaliknya, apabila menghargai suatu hal, artinya kita menghargai hal atau tindakan yang orang lain lakukan kepada kita, ini seperti ucapan terima kasih untuk apa yang orang beri kepada kita, niat kita mengapresiasi apa yang orang lain lakukan. Apabila bertemu niat seseorang untuk mendapat pamrih dan niat orang mengapresiasi, maka melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, orang yang berbeda, terutama pada niatnya. Ada istilah ikhlas dan tulus, artinya kita melakukan sesuatu tidak mengharapkan sesuatu, murni tujuan adalah berbuat baik. Melandasi sesuatu atas dasar Allah.

Jangan berikan kebijaksanaan pada orang yang tidak layak untuk menerimanya, karena ia kelak akan menzalimimu. Jangan kamu simpan kebijaksanaan dari orang yang layak menerimanya, itu berarti kamu telah menzaliminya. Kami meneguk minuman yang baik milik orang baik---ternyata beginilah manisnya minuman untuk orang-orang yang baik. Kami minum lalu sisanya kami tuangkan ke bumi---Dalam cangkir kedermawanan, terdapat porsi untuk bumi.

Maulana Rumi mengatakan; "Demi Allah, sudah sepatutnya bagi manusia untuk selalu memiliki harapan. Iman itu sendiri terdiri atas rasa takut dan harapan." Prinsip rahasia dari segala sesuatu adalah ucapan dan kata-kata. Kamu belum benar-benar mengetahui ucapan dan kata-kata itu, dan karenanya kamu menganggapnya tidak penting. Bagaimanapun ucapan adalah buah dari pohon tindakan. Karena kata-kata dilahirkan dari tindakan. Allah SWT menciptakan dunia dengan kata-kata "jadi, maka jadilah."

Sebagai contoh, jika seseorang menanam benih gandum, tentu ia berharap bahwa suatu saat ia akan memanen gandum itu. Di saat yang bersamaan, ia juga takut penyakit dan hama yang mengakibatkan dirinya gagal panen. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa tidak ada harapan tanpa adanya rasa takut. Kita bahkan tidak mungkin membayangkan harapan tanpa rasa takut, atau bahkan sebaliknya. Jika seseorang memupuk harapan akan balasan atas kebaikan yang dilakukannya, bukan tidak mungkin ia akan menjadi lebih giat dan rajin dalam bekerja. Harapan seperti menjadi sayap baginya. Di mana semakin kuat lambaian sayapnya maka akan semakin tinggi. Sementara jika ia berputus asa, ia akan menjadi malas. Ia tak akan melakukan apa-apa lagi. Seperti orang sakit yang meneguk obat yang pahit dan meninggalkan puluhan makanan lezat; jika ia tidak mengharapkan sehat, bagaimana bisa ia tahan meneguk obat yang pahit ?

Allah akan menganugrahkan apa yang kamu minta. Sejauh mana semangatmu, sejauh itulah kamu akan mendapatkan apa yang kamu minta. "Burung terbang dengan kedua sayapnya, dan orang mukmin terbang dengan semangat yang dimilikinya." Sebagian anak adam memilih mengikuti akalnya ketimbang hawa nafsunya, sehingga mereka sampai pada tingkat malaikat dan cahaya murni.  Mereka ini adalah para nabi dan wali. Mereka telah terbebas dari rasa takut dan harapan, karena itulah "Maka tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati" ( Qs. Al-Baqarah: 38).

Adapun sebagian yang lain, lebih memenangkan hawa nafsunya ketimbang akal, sehingga mereka benar-benar menjadi seperti binatang. Sedangkan sisanya masih dalam pergulatan hawa nafsu dan akal. Mereka adalah sekelompok orang yang dalam diri mereka berbaur dengan perasaan, sedih, gelisah, sakit, menderita dengan kehidupan yang mereka jalani. Mereka adalah orang-orang mukmin ditunggu para wali untuk dibawa ke tempat asal mereka, untuk membuat mereka seperti para wali. Di tempat lain mereka juga ditunggu oleh para setan untuk diseret, untuk dibawa ketempat yang paling rendah untuk dijadikan teman mereka.

Marilah kita beristigfar karena pikiran dan paradigmamu itu, kita tidak akan menyangka bahwa impian kita tidak terwujud dengan tangan dan kakimu, ternyata Allah-lah yang mewujudkan impian itu. Sekarang, setelah kamu menyadari bahwa Allah yang mewujudkan impian itu. Sekarang setelah kamu menyadari bahwa Allah yang mewujudkan semua itu, bersitigfarlah.

Hikmah

Hikmah itu seperti hujan. Di tempat penyimpanannya ia tak pernah habis, tapi ia turun sesuai kebutuhan; di musim dingin dan musim semi, di musim kemarau dan musim gugur, selalu dalam kadar yang sesuai dengan kebutuhan di musim itu kadang bertambah kadang berkurang jumlahnya. Tapi yang jelas, hujan tidak memiliki batasan tempat di mana ia akan turun.

"Tidak ada sesuatu, yang baik atau buruk, kecuali Kami memiliki ruang penyimpanannya yang tak memiliki batas, akan tetapi sesuatu itu Kami berikan sesuai kebutuhan" Satu kepastian itu lebih utama dibandingkan Seratus keraguan. Mereka yang belum sampai kepada tujuannya itu masih memiliki harapan untuk sampai juga. Semua yang dikerjakan oleh manusia akan dinilai oleh Allah SWT. Bahkan jika kedua matanya tertutup, usaha mereka tidak akan hilang. "Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka atas apa yang mereka kerjakan." (Qs. Al-Sajdah: 17).

Dari sini dapat kita lihat bahwa pikiran memiliki pengaruh yang sanggat besar. Segala bentuk yang ada di dunia ini hanya mengikuti dan menjadi alat bagi pikiran; yang mana tanpa pikiran, bentuk-bentuk itu akan mati dan kaku. Mereka yang hanya mementingkan bentuk dan hanya menyibukkan dirinya dengannya juga akan mati; mereka tidak mampu menembus makna. Mereka adalah anak-anak dan belum dewasa. Sekalipun penampilan mereka seperti seseorang yang bisa dianggap sebagai panutan.

"Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar", artinya kita sedang bertempur melawan bentuk dan berusaha mengalahkan para shuwariyyin (orang-orang yang memperhatikan bentuk) ini. Selanjutnya kita juga harus berhadapan dengan tentara-tentara pikiran, sehingga pikiran yang baik dapat menghancurkan pikiran yang buruk dan mengusirnya dari kerajaan tubuh kita. Inilah yang disebut Jihad besar, pertempuran yang Agung.

Kamu adalah esensi, sementara dua dunia itu adalah aksiden (tampilan luar) bagimu, Dan esensi yang kamu cari dari aksiden sama sekali tak berharga. Tangisilah orang yang mencari ilmu dalam hati. Dan tertawalah pada orang yang mencari akal dalam jiwa. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya. (Qs. al Nazi'at: 40-41).

Allah berkata; " Semua sifat yang aku miliki tidak terbatas, dan kami mengirimnya kepadamu dengan kadar tertentu". Rasulullah Saw, senantiasa bertindak atas nama jemaah. Hal ini dikarenakan berkumpulnya jiwa-jiwa akan memberikan pengaruh yang sangat besar dan penting, yang tidak bisa dihasilkan oleh satu jiwa. Inilah alasan mengapa masjid dibangun, agar orang sekitar bisa berkumpul sehingga rahmat serta manfaat menjadi berlipat.

  *Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.





Tidak ada komentar: