Minggu, 15 Maret 2020

Opini_Samudra Hikmah Dibalik Keluhan Dunia


Samudra Hikmah Dibalik Keluhan Dunia
Oleh: Aji Muhammad Said

via unsplash


Jadi apabila sesuatu telah ditentukan bagimu, tentu sesuatu itu akan datang padamu, suka atau tidak suka. Maka dari itu, sungguh tidak patut, kekuranglayakan dan kerasukan terwujud padamu, kedua-duanya tertolak oleh akal dan ilmu. Jika sesuatu itu ditakdirkannya bagi orang lain, mengapa kita bersusah payah meraih sesuatu yang tidak bisa kita raih? Jika sesuatu tidak diturunkannya kepada siapa pun, hanya sebagai cobaan, bagaimana mungkin seorang arif menyukainya dan berupaya keras meraih itu? Terbuktilah bahwa seluruh kebaikan dan keselamatan terletak pada menghargai keadaan yang ada. Memaksa diri untuk bahagia adalah cara mengimani qadha dan qadar. Jangan sampai karena terlalu sering mengeluh menyebabkan kita tidak percaya takdir. Terpaksa bahagia juga merupakan sebuah keberkahan, karena kita mampu menerima keadaan, ridha dengan apa yang Allah kasih dan apa yang Allah berikan pada kita pada keadaan kita.

Jangan berupaya menjarah suatu rahmat dan jangan pula berupaya menangkis datangnya suatu bencana. Rahmat Allah akan datang kepada kita jika ia sudah ditakdirkan bagi kita, baik kita suka ataupun tidak suka. Bencana akan menimpa kita jika itu takdir bagi kita, tangkislah semuanya dengan doa atau menghadapinya dengan kesabaran dan keteguhan hati demi mendapatkan keridaan-Nya. Coba rasakanlah rahmat-Nya di dalam bencana atau menyatulah sedapat mungkin dengan-Nya, lewat segala sarana spiritual yang kita miliki. Sebuah bencana yang menimpa seseorang bukanlah untuk menghancurkannya, tetapi itu adalah cobaan untuk kita. Cobaan untuk mengukuhkan iman kita. Menguatkan pilar-pilar keyakninan yang kita miliki, dan memberikan kabar baik secara rohani kabar baik dari-Nya tentang kehendak-Nya atasmu. Allah berfirman;
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian, agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antaramu; dan agar Kami nyatakan hal ihwal kalian.” (QS. Muhammad : 31).

Kita adalah korban segala yang kita lihat. Jadilah orang yang terlepas dari ciptaan, nafsu duniawi, dan kedirian. Dengan demikian mereka jadikan taat dan pemujaan sebagai kewajiban mereka dan kukuh dalam keduanya dengan bantuan-Nya tanpa mengalami kesulitan. Kepatuhan dapat dikatakan menjadi jiwa dan keseharian orang-orang yang saleh. Akhirnya dunia menjadi rahmat dan menyenangkan bagi mereka. Sebab, bila mereka melihat sesuatu, mereka melihat di balik sesuatu itu penciptaan-Nya. Maka, orang-orang ini memberi daya kepada bumi dan langit untuk menyenangkan bagi yang mati dan yang hidup.

Apabila ilmu hikmah kita tinggi, keyakinan kita teguh, hati kita tercerahkan, maqam hati kita makin dekat dengan-Nya, kita diberiNya kemampuan “melihat ke depan”, sebagai tanda kerelaan dan sebagai penghargaan atas harkat kita. Ini hanyalah sebagian dari keridaan-Nya sebagai rahmat dan petunjuk-Nya.

Ketahuilah, bahwa para guru amal dan guru ilmu akan menunjukkan engkau jalan menuju Allah. Langkah tahap pertama yaitu dengan perkataan. Pada tahap kedua, yaitu dengan mengamalkannya. Dengan cara ini, engkau akan bertemu dengan Allah. Jangan mengharapkan balas meskipun itu Pahala, tapi fokuskan hati kita pada Allah. Pahala yang sebenarnya adalah keridaan-Nya kepadamu dan kedekatanmu kepada-Nya dunia dan akhirat.

Barang siapa di antara manusia yang ingin menghidupkan hatinya, hendaklah dia membiasakan berzikir kepada Allah di dalam hatinya itu dan hendaklah dia merasakan ketentraman bersama-Nya. Wahai hamba, berdzikirlah engkau kepada Allah dengan hatimu sebanyak seribu kali dan dengan lisanmu sekali. Zikir adalah zikir hati dan zikir batin, kemudian zikir lisan. Berzikirlah, sehingga itu bisa melebur dosa-dosa kita. Dengan demikian, dosa sama sekali.

Janganlah kita sebagai manusia mengeluh tentang sesuatu bencana yang menimpa kita kepada siapapun, baik pada kawan maupun kepada lawan. Jangan pula menyalahkan Tuhanmu atas semua takdir-Nya kepadamu, dan atas ujian yang ditimpakan-Nya atasmu. Berikanlah semua kebaikan yang dilimpahkan-Nya kepadamu dan segala puji syukurmu atas semua itu. Kedustaanmu menyatakan puji syukurmu atas suatu rahmat yang sesungguhnya belum datang kepadamu lebih baik ketimbang cerita-ceritamu perihal kepedihan hidup. “Dan jika kamu hitung nikmat-nikmat Allah, kamu tidak akan sanggup menghitungnya.”(QS. Ibrahim: 34).

Betapa banyak nikmat yang telah kita terima dan tidak kita sadari. Jangan merasa senang dengan ciptaan, jangan menyenanganginya, dan jangan menceritakan hal ihwalmu kepada siapa pun. Cintamu harus kita tujukan hanya kepada-Nya, merasa senanglah dengan-Nya, dan mengeluhlah hanya kepada-Nya. Jika Allah berkehendak menimpakan keburukan untukmu, tidak seorangpun sanggup mencegahnya, selain ia sendiri. Jika ia berniat melimpahkan kebaikan, tidak seorang pun sanggup menahan turunnya rahmat-Nya.

Jika kita mengeluh terhadap-Nya, padahal kita nimati rahmat-Nya, kita tamak, dan menutup mata atas yang apapun yang kita milik, Allah murka kepada kita, mencabut kembali nikmat-Nya dari kita. Mewujudkan segala keluhan kita, melipatgandakan kesusahan kita, dan memperhebat hukuman, kemurkaan, dan kebencian-Nya kepada kita.

Sesungguhnya sebagian besar musibah yang menimpa anak Adam dikarenakan oleh keluhan-keluhan mereka terhadapNya. Kenapa menyalahkan-Nya. Padahal ia Maha Pengasih, Maha Adil, Maha Sabar, Maha Penyayang, dan yang lemah lembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dapatkah kita temui suatu kesalahan pada diri seorang ayah atau ibu yang berhati mulia? Nabi Muhammad bersabda: “Allah lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya ketimbang seorang ibu terhadap anaknya.”

Nabi Muhammad saw. bersabda: “Campakanlah segala yang menimbulkan keraguan di benakmu, tentang yang halal dan yang haram, ambilah segala yang tak menimbulkan keraguan pada dirimu.” Bila sesuatu yang meragukan berbaur dengan segala sesuatu yang tidak meragukan, ambilah jalan yang didalamnya tidak ada sedikitpun keraguan. Nabi bersabda: “Dosa menciptakan kekacauan dalam hati.” Tunggulah bila dalam keadaan begini perintah batin. Bila kau diperintahkan untuk mengambilnya, lakukanlah sesukamu. Apabila dilarang, jauhilah, anggaplah itu tidak pernah terwujud (maujud) dan berpalinglah ke pintu Allah, serta mintalah pertolongan dari Tuhanmu.

*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.


Tidak ada komentar: