Ramadhan
dan 30 Hari Puasa
Oleh: Aji
Muhammad Said
via: unsplash
#Ramadha1:
Puasa dan Makanan Thoyyib
Apa
saja yang dilakukan manusia adalah berpuasa. Adapun orang yang tidak mau
melakukannya sama saja dengan ia bunuh diri. Sama halnya kita hidup ingin
memenuhi segala bentuk hasrat dan keinginan kita, namun dengan adanya puasa
kita paham kadar yang kita miliki, kecukupan yang kita rasa, dan menjadikan
akibat rasa syukur dari apa yang Allah berikan. Puasa itu merupakan pekerjaan
sehari-hari manusia, dan itu merupakan hakekat hidup bagi tiap manusia. Barang
siapa paham dan melakukannya maka ia akan jaya dan selamat, dan barang siapa
tidak paham dan tidak melakukannya, semakin cepat ia hancur dan semakin cepat
dia tidak akan selamat. Maka dari itu setiap apa yang manusia lakukan ada
sekala, waktu, dan ruangnya.
Menahan
lapar tentunya penting dalam berpuasa, sama halnya memperhatikan makanan yang
thoyib untuk berbuka puasa. Seperti yang dikatakan Al-Ghazali mengatakan : "Amma ba'du fainna maqshada dzawil
albab... " Tujuan orang yang memilki pikiran adalah bertemu Allah,
tidak ada jalan yang lain kecuali dengan ilmu dan amal. Sedangkan untuk
mendapatkan ilmu dan melakukan amal, tidak mungkin tanpa kewarasan tubuh. Dan
kewarasan tubuh tidak sempurna tanpa makanan dan memakannya dengan takaran yang
cukup berulang-ulang. Oleh karena itu, ulama salaf menyampaikan: "Inna al-akla min ad-din".
Sesungguhnya makanan itu termasuk agama. Terhadap ini Tuhan semesta alam telah
mengingatkan dengan firmanNya; "Kulu
min ath-thayyibathi wa'malu shalihan" Yang berarti "Makanlah dari
makanan-makanan yang baik dan beramal salehlah".
Makanan
yang baik yang menunjang-sempurnakan amal saleh, tentu tidak asal halal. Yang
dianjurkan Al-qur'an sendiri adalah makanan yang halal dan yang thayyib. Yang paling tahu seluk-beluk
halal-haram makanan mungkin ahli fiqih dan yang paling tahu seluk-beluk thayyib
atau tidaknya mungkin ahli gizi, tapi kedua-duanya jelas adalah urusan
dunia-akhirat. Adilnya kedua-duanya perlu mendapat perhatian yang sama.
Sama-sama masuk kajian dan pengajian.
#Ramadhan2:
Puasa Tugas Manusia
Puasa
Ramadhan merupakan sebuah kewajiban, yang sesuai dengan syariat dan rukun
Islam. Maknanya manusia tidak bisa masuk surga dengan tiket berupa makan,
tidur, dan berdoa. Ia adalah khalifah. Ia harus bekerja, mengolah hati akal dan
pikiran, berpuasa. Ia harus sanggup memformulasikan dataran-dataran pekerjaan
yang mana menjadi tugasnya, yang mana menjadi tugas alam, yang mana menjadi
tugas binatang, serta tugas malaikat dan tugas Tuhan sendiri. Allah menugasi
diriNya untuk menumbuhkan padi, dan kita sebagai manusia mengolahnya menjadi beras,
kemudian beras kita olah menjadi nasi, nasi kita hidangkan pada waktunya kita
makan, kita makan pada waktu berbuka puasa, kita menahan diri demi ketaatan
kita kepada Tuhan.
#Ramadhan3:
Beda Puasa
Berbeda
dengan sholat maupun zakat, ibadah puasa lebih bersifat ‘revolusioner’, radikal, dan frontal. Pada orang sholat, dunia
dibelakangnya. Pada orang berzakat dunia di sisinya, tetapi sebagian ia pilih
untuk dibuang. Sementara pada orang yang berpuasa, dunia ada di hadapannya,
tetapi tidak boleh dikenyamnya.
#Ramadhan4:
Distorsi Rasa Puasa
Berpuasa
tidak hanya menahan lapar dan haus, namun puasa memiliki makna yang dalam yakni
melawan diri sendiri menahan nafsu yang bergejolak di dalam dada, keinginan
yang kuat di dalam diri. Namun keinginan dan nafsu seperti distorsi bagi
manusia. Manusia, pada dirinya masing-masing, tidak punya waktu untuk mengenali
presisi batas antara kebutuhan dan keinginan, antara semangat dan nafsu, antara
cinta dan rasa magnetik, antara cita-cita dan khayalan, antara waspada dengan
curiga, antara hati-hati dengan paranoid, antara optimisme dengan terburu-buru,
antara sabar dengan lemah, antara arif dengan lembek, antara progresivitas
dengan keserakahan, antara zuhud dengan kemalasan, Bahkan dari semua kata yang
disampaikan juga tidak benar-benar dipahami, atau setidaknya dicari kejelasan
dari setiap satuan-satuannya.
#Ramadhan5:
Puasa Berarti Sabar
Ibadah
Puasa menjadi lantaran doa yang dilakukan untuk melatih kesabaran. Sama halnya
seperti wujud sebuah doa yang dimunajatkan kepada Allah, sebagai manusia harus
bisa membaca pahami doa kepada Sang pencipta, dengan menyisipkan sikap sabar.
Kesabaran itu ada dua macam: sabar atas sesuatu yang tidak kita ingin dan sabar
dari sesuatu yang kita ingini.
Sesudah
sabar tentu saja ikhlas. Ikhlas adalah asal muasal kata yang memiliki makna
dalam hidup bahwa apa yang ada, kita miliki sekarang kita terima apa adanya,
bukan berpikir dan menghawatirkan esok, berharap sama seperti angan kita, dimana
sebab akibatnya menyamakan apa yang kita pijak di masa yang lalu. Karena pada
dasarnya hidup selalu dinamis, cuman hati dan raga kita juga harus siap
menghadapi perubahan. Man arafa nafsahu
faqad arafa rabbahu, barang siapa mengenal dirinya, kelak akan mengenal
Tuhannya.
#Ramadhan6:
Sebenar-benarnya Puasa itu Bukan Ilusi
Puasa
menjadi wujud ketaatan kepada Tuhan, dengan puasa artinya kita memangkas ego
kita sendiri untuk ketawaduan kepada Allah. Banyak orang mengetahu tapi tidak
memahami. Seperti Makna membaca di mana membaca bukan hanya sekedar membaca
(melafalkan) saja, melainkan membaca dengan mengamati, mencermati, menafisirkan,
mencaci fakta, menganalisis, baru kemudian menyimpulkan apa yang ia baca. Namun
kebanyakan manusia zaman sekarang sering kali lengah. Manusia zaman ini mudah
sekali untuk mengagumi, mudah menjatuhkan. Cepat mencintai dan dengan segera membenci. “Viral” secara instan, lalu
menghilang dengan tiba-tiba. Entah mengapa, menebak isi hati manusia belakangan
ini begitu sulit. Padahal orang-orang dengan gegap gempita membagikan cerita
kesehariannya pada ruang-ruang publik. Semua yang kita kira transparan dan
nyata, bisa jadi semu belaka. Begitu juga sebaliknya. Maka temukanlah bunyi,
rasa, dan kesadaran sejati. Sebab kita hidup di tengah gemilang kepalsuan yang
luar biasa menenggelamkan kita.
#Ramadhan7:
Puasa itu Mengenali Batas
Puasa
memberikan batasan menahan nafsu dan memberikan kebebasan tertentu saat
berbuka. Seringkali kita merasa tidak sadar bahwa batasan dalam berpuasa itu
mempunyai pengaruh dalam kadar iman. Kita seringkali ingin berusaha lepas dari
batasan atas ketentuan Allah dengan melepaskan segala bentuk nafsu yang kita
miliki, mulai dari keinginan yang berlebihan, syahwat yang gencar diglorakan,
makan semua makanan yang enak-enak, melakukan segala hal yang disenangi,
melakukan kegiatan keduniawian, tapi ingatlah itu semua tidaklah bernilai baik,
karena segala sesuatunya itu memiliki batasan. Batasan sengaja dibuat oleh
Allah sebagai pencipta kita, agar kita tidak hancur atau bahkan menjadi
berantakan. Batasan mengajarkan bahwa berlebihan itu tidak baik. Batasan pula
yang mengajarkan untuk senantiasa cukup dan bersyukur, sehingga hidup harus
senantiasa seimbang, ada porsi dan waktunya, dan yang utama senantiasa
mengikuti perintah Tuhan bersama ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad,
mengenali halal-haram, mubah-makruh, wajib-sunah. Esensi hidup yang sebenarnya
adalah keterbatasan. Dan keselamatan adalah kemampuan untuk mengelola
keterbatasan.
#Ramadhan8:
Puasa Itu Momen Puitik Dalam Hidup
Puasa
Ramadhan itu moment 30 hari istimewa dalam satu tahun Hijriah. Adanya puasa
melanggengkan momen sakral orang-orang terpilih yang terseleksi karena imannya.
Kita harus senantiasa memahami mengenai getaran hati ketika kita mengingat
ataupun menjalankan perintah Allah. Itu sebenar-benarnya menjadi momen puitik
dalam hidup. Itu menjadi tanda-tanda Tuhan hadir bersama kita. Itu juga
merupakan suatu kewajaran ketika kita menghadapi keputusan sakral. Momen
tersebut bisa jadi merupakan peristiwa dalam keadaan yang bisa kita syukuri. Berpuasa
itu merupakan seni dalam hidup.
#Ramadhan9:
Puasa Mengenali Maksud Tuhan
Puasa
mengajarkan banyak sekali ilmu yang memang diperuntukkan bagi manusia, tidak
hanya menahan nafsu tapi bagaimana menahan diri, melawan diri sendiri, memberikan ketegasan dengan menguatkan
kepercayaan bahwa dunia itu hanyalah tipu daya atas kelezatan dunia (bersifat
ilusi), di mana sebenar-benarnya kehidupan adalah di akhirat. Apa pun yang
terjadi di dunia sifatnya sementara, baik rasa sedih maupun rasa senang. Tuhan
senantiasa memberikan tajalinya
kepada kita melalui kejadian maupun peristiwa. Sebagai mana contoh pelajaran,
bahwa saat kita terjatuh. Tuhan mengajari kita untuk berhati-hati. Mungkin saat kita gagal, tuhan ingin kita sukses di belakang. Jangan
hanya sabar, tapi khusnudzonlah.
Sebagaimana kita paham maksud Tuhan.
#Ramadhan10:
Berpuasa di Dunia dan Berbuka di Akhirat
In kuntum tuhibul
naullaha fatabhiunni,
bahwa sesungguhnya kedermawanan itu lahir dari rasa sayang, dan rasa sayang itu
terlahir dari cinta. Seorang manusia memiliki hak tawar kepada Allah, dan
perantaranya melalui kemesraan dengan doa, dan sholawat kepada nabi. Kekuatan
manusia sebagai khalifah ia bisa mengalahkan waktu dan mengalahkan ruang.
Kuncinya adalah jangan membebankan segala sesuatunya pada dunia, buat dunia
ringan di tangan kita, berpuasa pada dunia, dan berbukalah di akhirat.
#Ramadhan11:
Segala Sesuatu Itu Ada Rohaninya
“Barangsiapa
bertaqwa kepada Allah niscaya, Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)
Pada
titik ini kita akan mulai paham bahwa manusia tidak akan mampu menjamin apapun
pada dirinya. Posisi manusia adalah pada posisi berdoa, dan berharap, posisi
memohon kepada Allah. Mudah-mudahan Allah tidak memalingkan kita dari garis
lurus shirathal mustakim, walapun
sebagai manusia sulit untuk mempresisikan diri, yang bisa manusia lakukan
adalah berusaha, berdoa, dan menjaga dirinya dengan berpuasa agar seimbang
hidupnya.
#Ramadhan12:
Nilai Sebuah Puasa
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai
orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Terjemah Surat Al Baqarah
Ayat 183)
Puasa
itu memiliki nilai luhur. Barang siapa mampu menjalaninya ia akan menjadi
seorang mukmin, dan barang siapa meninggalkannya dengan sengaja, ia
menghancurkan dirinya sendiri. Jatuh bangunnya nilai, gelap terangnya keadaan,
jauh dan dekatnya para hamba kepada Allah, naik dan turunnya keadaan, jauh dan
dekatnya seorang hamba kepada Allah, berlangsung tidak pada ruang dan waktu
yang bisa kita perhitungkan. Selalu saja Allah menanamkan sesuatu yang tidak
pernah kita duga-duga, tidak pernah bisa kita tebak secara pasti, “Innaka la tahdi man ahbata, wa la kinallaha
yahdi man-yasya”.
#Ramadhan13:
Puasa dan Kesengajaan
Puasa
merupakan bentuk kesengajaan yang diniatkan kita sebagai mukmin. Tapi pernahkah
terlintas bahwa di setiap kesengajaan yang kita lakukan, Allah juga melakukan
kesengajaan kepada kita. Ketika hati kita berdzikir dan melakukan konsentrasi
penuh, pada fungsi kesengajaan Allah memenuhinya dengan kasih dan sayang atas
nasib kita. Insyaallah yang terjadi
selanjutnya adalah kita senantiasa diberikan bimbimngan untuk senantiasa berada
di dalam atau dekat dengan kasih sayang-Nya. Setiap pikiran yang kita miliki
dituntunnya untuk memasuki ide-ide berupa gagasan-gagasan dalam mengendalikan
arah jalan yang akan kita tempuh, sesuai dengan kasih dan sayang-Nya. Baik
kaki, tangan, alam pikiran, perasaan dan jiwa kita ikuti menyatu, insyaallah akan senantiasa masuk dalam
cinta-Nya.
Jadilah
seseorang yang mampu mengamati dengan baik. Melakukan penelitian,
mengingat-ingat apa peran kesengajaan Allah atas hidup kita, kita akan
menemukan berbagai “kebetulan” yang menjadikan pemaknaan yang bisa kita pahami
sebagai sebuah kebenaran.
#Ramadhan14:
Puasa itu Mendidik Manusia
Katakanlah:
“Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri sendiri, jangan
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
seluruhnya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS.
39:53)
Puasa
merupakan perintah Allah kepada manusia, namun itu juga merupakan cara agar
manusia terdidik. Allah mendidik manusia dengan dua cara, yang pertama dengan
kerinduan yang dahsyat atas harapan dan nikmat yang diberikan. Lalu kemudian
yang kedua, adalah dengan ancaman yang keras melalui siksa yang mengerikan.
Sedangkan orang berpuasa pada bulan ramadhan punya pilihan kedua-duanya, dan
yang mampu berpuasa dengan cukup baik ia adalah mukmin pilihan.
#Ramadhan15: Bagian dari Kesungguh-sungguhan
Kehidupan
yang kita jalani ini begitu luas, tidak membutuhkan kita untuk menjadi orang
yang kuat, terkenal, pintar, melainkan membutuhkan kualitas kemanusiaan yang
kita miliki, kualitas dari ahlak yang kita bangun kepada sesama. Melalui
tambahan yang diperkaya dengan kenikmatan, keindahan, dan kesungguh-sungguhan
dalam ber-Tuhan, bekerja mencari nafkah, berpuasa dari segala yang kita ingin, mengelola
peradaban serta kejernihan hati nurani.
#Ramadhan16:
Puasa Bukan Dunia yang Dicari
“Sibuk
mencari dunia, sampai lupa mencari akhirat, hidup tidak hanya singgah untuk
minum, tapi berbagi disaat haus”
#Ramadhan17:
Puasa itu Istiqomah
Puasa
menjadi laku ibadah yang senantiasa harus istiqomah.
Ini menjadikan manusia tahan terhadap berbagai kondisi dan kesulitan yang
dilaluinya. Seperti perumpamaan bahwa badai pasti berlalu, tapi hari yang cerah
juga pasti berlalu. Intinya bukan mencari hari yang cerah terus-menerus, tapi
menjaga ketangguhan badan, pikiran, dan hati untuk menghadapi cuaca apa pun.
#Ramadhan18: Bekerjasama dengan Allah
Seringkali
pilihan Tuhan untuk kita tidak seperti yang kita inginkan. Baru kemudian kita
ketahui bahwa pilihanNya lah yang terbaik. Kita sebagai manusia memiliki
keinginan, namun di sisi lain Allah juga punya keinginan atas hidup kita. Cara
menempuh hidup terbaik adalah memper kerjasamakan keduanya menjadi satu. Kita
berpuasa untuk Allah, dilain sisi Allah menjaga kita karena puasa kita.
Bersenang-senanglah dengan kesenangan yang disenangi Tuhanmu. Jangan tinggalkan
puasa dan jam-jam untuk berdoa, meskipun keadaan yang nyaman/membaik, sebab
segala sesuatunya terjadi karena Tuhan. Pahamilah bahwa, takdir merupakan apa
yang sudah diputuskan kepada kita. Nasib adalah bagaimana keputusan kita
menggunakan waktu.
Jika
kita tidak mampu menahan lelahnya kesendirian, maka berpuasalah, karena dengan
berpuasa kita menjadi tahu betapa nikmatnya sabar atas apa yang ingin kita
miliki.
#Ramadhan19:
Puasa itu Mengambil Jeda
Puasa
memberikan jeda kepada kita dalam mengatur pola hidup, pola makan, dan mengatur
nafsu kehidupan sehari-hari. Melalui puasa kehidupan kita dipaksa berhenti
sejenak. Rutinitas makan sehari-hari memberhentikan kinerja metabolisme dan
tubuh sejenak. Jeda ini menjadi penting, dan kita sebagai manusia membutuhkannya
untuk mengatur dan menata kembali cara pandang kita, cara berpikir kita,
keseimbangan diri kita dalam memantapkan hati sebelum memulai kembali kehidupan
normal seperti sedia kala. Ketika kita tidak mampu mengambil jeda, maka tubuh
kita akan dengan sendirinya berhenti atau memaksa mengambil jeda, semisal
dengan sakit atau semisal dengan istirahat karena kelelahan. Tidak hanya pada
tubuh manusia, ketika manusia tidak mampu mengambil jeda, maka alam pun
mengambil sikap untuk memaksa manusia agar jeda sejenak.
#Ramadhan20:
Fermentasi Hati
Kita
berpuasa memiliki tujuan untuk Allah, semakin sering kita berpuasa semakin kuat
iman dan ketaqwaan kita kepada Allah. Puasa sebenar-benarnya adalah bentuk
fermentasi mental dan hati. Jika kita sering berpuasa, maka yang ada dan hadir
pada diri kita adalah kenyamanan, keluesan, kelembutan, kepresisian yang
menjadikan kehidupan kita menjadi seimbang. Ketika kita berpuasa kita menjadi
tidak gampang tertekan, tidak mudah untuk mengeluh, kehidupan kita menjadi
lembut, ahlak kita semakin baik, dan membuat hati tidak keras, atau susah
karena urusan dunia. Puasa menjadikan hidup untuk tidak pernah berputus asa,
sekali pun hidup susah, kita harus senantiasai berusaha dengan baik.
#Ramadhan21: Wujud Terima Kasih
Puasa
menjadi wujud tindakan syukur atas rahmat Allah yang tak terhingga. Kita
berpuasa tentunya menyadari betul bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk
berpuasa, masih diberikan nikmat untuk hidup, masih diberikan rasa untuk
memaknai ibadah kepada Tuhan. Berterimakasihlah kepada Allah yang masih
mengizinkan kita untuk merasakan cinta, untuk berpuasa kepadaNya. Meski
terkadang kita mengaharapkan pahala, kebaikan, dan doa-doa atas keinginan yang
panjang terhadap kita, dan berbagai hal yang baik kita harapkan, tanpa disadari
nikmat Allah lebih dari apa yang kita semogakan. Maka sebagai manusia kita
jangan berlebihan mengharap kembalian, tapi yang kita lakukan adalah mengharap
keridhoan.
#Ramadhan22: Bukan Sekedar Perintah
Kebanyakan
manusia termasuk para muslim mungkin berpendapat bahwa hakikat dari puasa
adalah perintah dan aturan yang harus ditaati, yang merupakan bagian dari rukun
Islam. Karena melihat perintah bagi manusia secara umum, mempunyai kemungkinan
untuk dilanggar. Allah memberikan jalan keluar “ Barang siapa yang mempercayai
dan menjalankanNya, percayailah dan jalanilah. Barang siapa yang membangkang,
membangkanglah”. Kita sebagai manusia jarang mengingat bahwa puasa itu
merupakan prinsip menejemen manusia dalam mengelola kehidupan dan
keselamatannya. Prinsip tersebut merupakan konsep Allah dalam menciptakan
manusia. Tidak ada pilihan lain dari Allah, manusia tinggal menjalaninya menuju
keselamatan dan ridha Allah. Atau menolak menuju kehancuran karena tidak akan
sampai kepadaNya. Dilain sisi manusia pun mustahil, apabila membangkang dari
pengendalian dan batasan, sepeti halnya sebuah perumpamaan bahwa, “wanita
berpuasa dari seribu suami untuk menjadi istri, dan suami mengenakan satu saja
dari seratus pakainnya.”
#Ramadhan23: Meninggalkan Dunia
"Dan tiadalah kehidupan
dunia ini melainkan hanyalah satu ilusi saja." (Qs. Al-Adid [57:20)".
Sesungguhnya, jika seseorang itu dapat melihat kebenaran melalui mata hatinya,
sama dengan yang dilihatnya masih hidup ataupun sudah mati, maka kebenaran itu
tetap tidak akan hilang.
Syekh Abdul Qadir Jaelani berwasiat
bahwa “apabila kamu belum bisa menjadi musuh terhadap kesendirianmu, janganlah
kamu berharap menjadi orang yang saleh. Yang dimaksud dengan menjadi musuh
terhadap kesendirianmu, yaitu bahwa kamu benar-benar melepas segala kemaujudan,
baik gerak-gerikmu, diammu, pendengaranmu, pembicaraanmu, perilakumu,
pikiranmu, dan segala sesuatu yang muncul dari dalam dirimu”.
Aji orang yang mencari derajat
tertinggi dihadapan Allah. Dari kata kaji menjadi mengkaji. Hidup adalah
bagaimana kamu memperlakukannya, bagaimana kamu menghadapinya. Take for granted, Allah senantiasa
memberikan rahmat, tapi jangan jadikan itu otomatis, jika tidak diimbangi
dengan baik. Jangan menunggu rahmat, tapi siapkan diri bahwa setiap kesempatan
dan keadaan yang ada adalah rahmat, itulah yang disebut kesadaran rahmat. Puasa
juga termasuk rahmat Allah.
#Ramadhan24: Membiasakan Puasa
Berbagai warna cahaya di dunia
ini berasal dari cahaya matahari sebagai pusat cahaya dunia, sedangkan cahaya
di dalam diri manusia itu berpusat di hati. Perhatikanlah dengan
sungguh-sungguh bahwa kehormatan seseorang itu terletak pada ucapannya dan
kebaikan raganya itu terletak pada kesopanannya dalam berbusana. Puasa tanpa
sadar melatih itu semua, maka biasakanlah dengan baik.
#Ramadhan25: Mencari Nomor
Hidup ada sekala prioritas, puasa
pun demikian, kita menjadi kalah penting dari apa yang Allah inginkan, tentu
saja perintah Allah yang utama. Puasa menjadi salah satunya, di mana puasa
menjadi suatu proses seleksi pendewasaan pikiran agar kita menemukan perbedaan
antara yang nomor satu dan yang bukan nomor satu, atau prioritas primer,
sekunder, dan seterusnya.
#Ramadhan26: Puasa dan Keadaan
Adanya puasa manusia menjadi
tersadar akan hakekatnya, puasa mengajari manusia untuk menghayati bahwa dalam
kehidupan ini kita tidak hanya bergaul dengan hak, tapi juga dengan kewajiban.
Manusia menjadi mengenal adanya Halal-Haram, Wajib-Sunnah, Makruh-Mubah, dan
lain sebagainya.
Semesta dan hidup menyadarkan
keadaan yang kita punya. Pada sekala yang luas, kita berpuasa dari hak untuk
punya uang sebanyak-banyaknya. Kita membatasi tingkat kepemilikan, lalu kita
memberikan bagian yang kita miliki kepada yang berhak, kepada yang kekurangan.
Sebaliknya, kita juga bisa melakukan puasa dari kemelaratan, sehingga kita
menjadi manusia yang rajin mencari rizki dan uang sebanyak mungkin. Karena
bagaimana pun ketika kemelaratan melanda maka akan berkembang menjadi
kefakiran, akan membahayakan iman, mental, serta kepercayaan terhadap diri.
Jalan tengahnya jadilah kalifah yang seimbang mampu berada di tengah
keseimbangan, melakukan perannya dengan baik.
#Ramdhan27: Ramadhan
Bulan untuk tidak memiliki dunia,
ketika dunia di hadapan kita. Ramadhan merupakan bulan untuk mempuasai dunia.
Bulan dimana kita mengambil jarak untuk berpuasa dari gemerlapnya dunia,
menjauhi dunia. Adanya puasa membuat kita untuk tidak pernah kalah oleh dunia
dan segala isinya. Ramadhan menghadirkan bagian untuk memperoleh kemenangan
atas nafsu-nafsu dunia, nafsu yang ada dalam diri kita, yang memperbudak untuk
menyembah dunia.
#Ramadhan28: Mengislamkan Diri
Ramadhan menjadi bulan yang suci
untuk menunjukkan eksistensi diri sebagai seorang muslim. Bulan yang memang ada
untuk berlomba-lomba menunjukkan kepada dunia sebagai mukmin yang terpilih.
Seleksi yang terpilih dengan kategori iman karena mampu untuk melawan diri,
lebih dekat kepada Tuhan. Semuanya serba Islami, menunjukkan rajin-rajinnya
beribadah, rajin-rajinnya bersodaqoh, rajin-rajinnya berpuasa. Namun Puasa
tidak sekedar perlombaan yang dilihat secara mata, tapi kenikmatan sebagai
muslim untuk berpuasa.
#Ramadhan29: Tharikat Laku
Puasa menjadi langkah dan tata
cara model (tharikat) yang menentukan bagi manusia untuk keselamatan bagi
dirinya, selamat atau tidak dirinya di dunia maupun di akhirat. Kadar
keberhasilan dalam menjalankan puasa bukan pada saat ia berpuasa, melainkan
setelah ia tidak berpuasa, karena bisa jadi iman seseorang semakin membaik,
atau malah sebaliknya.
#Ramadhan30: Wujud
Penerimaan atas Kemenangan
Tidak
ada kemenangan yang lebih Indah dari kata ‘Lebaran’ suka cita yang diharapkan
ketika sebulan penuh berpuasa. Puasa menjadikan penerimaan bahwa pada dasarnya
manusia itu memiliki batasan, dan memiliki kelemahan. Manusia tidak serta merta
superior ketika berpuasa maupun tidak berpuasa. Puasa menjadi cermin bagi manusia,
untuk tahu diri sebagai mahluk Allah, bahwa ia tidak pernah kuat, dan betah
menahan nafsu. Maka dari itu yang manusia lakukan adalah berpuasa dan menerima
dirinya bagian dari Allah, dan itu wujud kemenangan yang nyata.
*Apabila mengutip tulisan ini, mohon sertakan sumber yang lengkap dari penulis, dan gunakan pengutipan yang baik dan benar, terima kasih.